.16. / camellia

1.6K 340 99
                                    


camellia - floriography meaning (perfection, gratitude)

Sudah enam puluh hari.

Raven Jeon tidak tahu apa alasan utama ketidaksukaannya akan Haywood yang selalu pulang malam. Pemuda itu menyadari ia berangkat lebih pagi dan pulang lebih larut dari biasanya. Pertama, mungkin ada sesuatu yang bersifat darurat terjadi, kemungkinan besar karena Tryptych – tapi ia tidak tahu apa. Kedua, mereka kembali seperti biasanya, menghindari satu sama lain seperti wabah penyakit – semua karena situasi brengsek yang mereka alami beberapa hari yang lalu. Ketiga, mengingat betapa pintar dan cerdiknya Haywood, ia yakin gadis itu melakukan keduanya sekaligus.

Ia tidak bisa tidur.

Ia terus berguling ke kiri, ke kanan, mengganti posisi kepalanya, menghitung domba, bahkan menggambar sampai matanya lelah – tapi nihil, ia tetap tidak bisa memejamkan matanya bahkan untuk sejenak. Hatinya gelisah untuk alasan yang tidak ia mengerti apa, otaknya terus-menerus mengulang pertanyaan 'kenapa ia tidak pulang?' sampai ia ingin sekali keluar dari kamarnya dan berbaring di ruang tengah untuk mendengar suara pip pintu utama yang sudah dibuka. Beberapa hari sebelum ini, ia melihat bagaimana kacaunya Haywood sepulang misi, lebam dan berdarah – tidak mirip sama sekali dengan gadis yang memasak di dapur kemarin pagi.

Ia melompat dari kasurnya, mengerang frustasi dan terburu-buru.

"Fuck it."

✽ - ✽ - ✽

Katie Haywood berdiri di tengah lapangan luas yang kosong, teriknya matahari di sore hari dan angin musim dingin terus menerjangnya sedari tadi, namun sama sekali tidak membuat tubuhnya gentar dari tugas dan tanggung jawab. Ia menatap lurus kedepan, mengabaikan hamparan rerumputan tinggi yang menggangu langkah kakinya yang dilapisi sepatu boots ringan, mencari dan memperhatikan entah apa. Ada langkah kaki lain dibelakangnya, lebih santai – namun lebih waspada dari langkah kakinya sendiri. gadis itu menoleh kebelakang, menghirup aroma udara luar dengan kelegaan berlebih.

"Kau sudah jauh lebih baik sekarang." Suga berhenti di sampingnya, napasnya sedikit terengah, tapi sama sekali tidak mencerminkan kelemahan. Katie mengangkat satu alisnya, tidak mengerti apa yang dimaksud oleh sang pemuda – kemudian ia melihat tangannya yang masih di perban akibat luka yang tak sengaja ditorehkan lawan sparringnya tempo hari. "Kau nampak lebih fokus, dan lebih tenang. Terakhir kudengar dari istriku, kau keluar dari rumah kami dan membanting pintunya keras-keras."

"Maaf tentang itu." Meminta maaf memang, tapi Suga bisa melihat kalau Katie sama sekali tidak menyesal. Gadis petarung itu meletakkan ranselnya di atas tanah bersih, tepat di tempat ia berdiri sekarang, yang dimana artinya ia sudah menentukan tempat yang tepat untuk berkemah malam ini. Katie masih sadar sejak kemarin malam, ia hanya tidur selama tiga jam yang pendek – bukan tidur yang lelap dan nyenyak itu pun. Suga menyadari rekannya terus berpindah dan bergeser selama ia tidur, tidak tenang sama sekali. "Kau sudah tahu apa yang kami bicarakan, kalau begitu."

Suga menggerdikan bahunya.

"Tidak banyak." Sang pemuda menjawab seadanya, sementara telinganya menyimak sekitar. Ia bisa mengetahui kalau Katie masih merasa gusar, gadis itu melempar tas tendanya dan membuka resleting kasur tidurnya dengan gerakan yang terlalu kasar, seakan-akan ia ingin merobek benda itu jadi dua. Otak Katie tidak membiarkannya istirahat dari pikiran yang membebaninya, Suga ingin tahu mengapa. Tubuhnya memang tidak selalu beristirahat, begitu pula pikirannya – tapi kali ini sedikit berbeda. "Apa yang mengganggu pikiranmu sekarang?"

Katie menghela napas.

"Tidak ada." Ia menjawab dengan pendek, kemudian memutuskan untuk memunggunginya tanpa alasan. Asumsi yang pertama muncul di pikiran Suga adalah tentang virusnya, sesuatu terjadi beberapa hari yang lalu – radioaktif. Tidak cukup untuk melukai siapapun, tapi cukup untuk memicu sesuatu dari virusnya. Banyak korban bereaksi, menjadi liar – dan beberapa, seperti Katie – berimun rendah, luka-luka basah mereka semakin sulit mengering. Katie terus memperhatikan luka-lukanya sejak kemarin, yang masih segar adalah luka dari pisau dapur di jemarinya – luka yang tak kunjung berhenti mengeluarkan darah selama dua puluh tiga menit lamanya.

Lovers Of The Light [HIATUS]Where stories live. Discover now