.15. / windflower

2.1K 384 197
                                    


windflower - floriography meaning (sincerity, affection)


Sudah lima puluh enam hari.

Katherine Haywood terbangun dengan rasa sakit di punggungnya, kaki yang kesemutan, dan wajah yang bengkak – ia tidak bisa lebih tidak peduli lagi, ia tahu ia tidak tidur di ranjangnya semalam. Jendela di sampingnya terbuka lebar, membiarkan cahaya matahari menyengat masuk dan membangunkannya dari tidur terlelapnya selama beberapa hari ini. Ia mengusap matanya dan mengerjap beberapa kali, membiarkan sepasang netra teduh itu menyesuaikan terangnya mentari diluar sana, sementara pikirannya mulai berkutat dan mengumpulkan fakta tentang apa yang terjadi semalam.

"Tidur nyenyak, your highness?" Tidak butuh waktu lama untuk berjumpa dengan realita setelah Katie mendengar suara itu, Raven Jeon duduk di ranjangnya dengan sebuah pensil dan selembar kertas – bukan pemandangan yang asing setelah ia beberapa kali mendapatinya demikian. Katie menatapnya dengan pandangan bingung, masih belum tersadar dari kantuknya yang enggan menyerah. "Kau tidak bisa kabur dari perilaku memalukanmu yang menyedihkan semalam, Haywood – jangan repot-repot mencoba."

"Aku bukan kau yang senang menghindari masalah." Katie bergumam dibawah nafasnya yang masih diselimuti rasa berat, memfokuskan pandangannya kearah sang pemuda yang masih setengah telanjang. Pikiran pertama yang muncul di kepalanya adalah bagaimana bisa tubuh pemuda itu kebal terhadap angin dingin yang berhembus kedalam kamar? Ia menjilat bibirnya, kebiasaan yang Raven sadari selalu dilakukan Katie tiap kali ia berbohong. "Aku bahkan tidak berencana bangun dan pergi begitu saja."

"Kita sama-sama tahu kalau itu bohong." Raven menghentikan kegiatannya, tidak lagi terfokus pada goresan-goresan halus diatas kertas putih yang sudah digambar setengahnya. Ia mencuri pandang kearah Katie yang sudah terduduk dari tidurnya, rambutnya berantakan dan keningnya mengerut – merasa terganggu karena harus terbangun dari istirahatnya yang nyenyak. Gadis itu tak mau repot-repot menyahuti pernyataanya, ia hanya duduk diam dan mengumpulkan nyawanya hingga akhirnya ia sadar seutuhnya.

"Aku tidak akan meminta maaf tentang apa yang terjadi semalam." Itu adalah kalimat pertama yang diucapkan Katie setelah ia seratus persen sadar, ia memukul Raven – mungkin menamparnya juga, ia tidak benar-benar ingat. Itu adalah sisi dari dirinya yang seharusnya tak dilihat orang lain, tapi disini Raven bukan orang lain – dia adalah satu-satunya orang yang bisa ia perlakukan seadanya, tidak butuh bersembunyi, tidak butuh tembok. Mungkin awalnya karena Raven bukanlah bagian penting dari hidupnya, tapi setelah lima puluh enam hari – Katie sadar Raven mempunyai arti.

"Bagian mana?" Ia berdiri dari ranjangnya, berjalan mendekatinya – namun berhenti dan bersandar di salah satu pilar kasur. Katie melihat seringaian usil di ujung bibir sang pemuda, Raven menikmati emosinya – entah dengan maksud yang baik atau dengan maksud yang buruk. Katie bisa melihat warna iris mata Raven dengan jelas sekarang, yang kanan sedikit lebih gelap dari yang kiri – indah sekali sampai-sampai ia tak berhenti menatap. "Bagian kau memukuliku atau bagian emotional outburstmu?"

Semburat tipis muncul di pipi Katie.

"Dua-duanya." Ia menjawab seadanya, tanpa berpikir, sederhana karena rasa malu jelas sudah menutupi logikanya. Ia tidak tahu mengapa ia harus merasa malu, mungkin karena Raven membahas emotional outburstnya – tapi seperti yang sudah mereka diskusikan, ia bukan pembohong yang handal. Semburat tipis itu muncul karena warna kecokelatan hangat yang sempurna dari mata Raven Jeon, lembut dan tenang – berbeda jauh dengan perangainya. Katie mengerjap beberapa kali dan mengulang pertanyaan Raven, menjawab dengan fokus.

Lovers Of The Light [HIATUS]Where stories live. Discover now