Chap 2

13.7K 1K 65
                                    

'Pemirsa, pada hari ini sekitar pukul 3 sore telah terjadi gempa di sekitar perairan bagian Timur Korea. Ombak besar menghantam daratan sehingga-'


Begitulah bunyi potongan kalimat dari berita yang disampaikan oleh reporter hari ini, tampaknya membuat Taehyung menaikkan alisnya bingung ditambah dengan sedikit rasa panik.

"Aneh. Bukankah Kak Seokjin ada di sana?" tanyanya setelah memerhatikan sekilas benda persegi berukuran besar di kamarnya itu.

Jimin refleks melirik si pembicara. "Benarkah?" tanyanya. "Kalau begitu, coba telepon."

Taehyung menjentikkan jarinya seraya berseru, "Kau benar!" Ia segera berlari kecil menuju meja nakas untuk meraih ponsel.

'Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif. Silahkan-'


🌕🌙


Sementara jauh di tempat yang berbeda, Namjoon mengernyit dengan raut kesal. Ia melipat kedua tangannya sementara tatapannya tertuju pada sebuah benda. "Hei, Seokjin! Sungguh sulit sekali aku menghubungimu," protesnya.

"Kau tidak lihat aku sedang apa?" tanya Seokjin dengan nada ketus.

"Oi, kau yang di sana! Jangan berpura-pura sibuk, ya!" omel Namjoon pada seseorang yang tampak membelakangi Seokjin. Setelah kejadian sore tadi, Namjoon kini sudah berada di kantor Seoul.

Seseorang yang merasa dipanggil kini mendekatkan wajahnya agar bisa melihat si lawan bicara. "Apa yang ingin kau bicarakan?"

"Astaga, Hoseok. Astaga, Seokjin. Sebaiknya kalian segera kembali. Anak itu mulai berulah," rengek Namjoon namun terdengar begitu serius.

"Apa maksudmu?" tanya Seokjin cepat-cepat.

Namjoon menghela napasnya berat. " 'Ia' hampir menghancurkan tambang emasmu hari ini."

"Kami tidak memiliki urusan apa pun dengannya. Bukankah ia urusanmu?" Hoseok tersenyum simpul menanggapi.

Kedua pipi Namjoon menggembung. "Dengar. Kau pikir aku bisa mengurus semuanya sendirian?"

"Dan kau juga harus dengar. Kau pikir aku di sini santai-santai saja? Aku sedang sibuk menghitung seberapa jauh waktu terus maju ke depan!" omel Hoseok sementara Seokjin hanya bisa memijit keningnya pusing.

Mendengar itu, Namjoon tertawa terbahak-bahak. "Kalimatmu itu terdengar lucu!" serunya.

Berbeda dengan Hoseok yang sedikit tersinggung, ia justru mengernyitkan kening. Lihat. Bahkan kedua alisnya hampir terlihat menyatu. "Bagaimana jika konsep keinginannya 'itu' aku wujudkan? Kau tahu? 'Itu' juga sedikit menggelitik di telingaku."

Tenggorokan Namjoon mendadak tercekat, ia berdeham kecil. "Oke. Itu tidak lucu sama sekali. Apakah kau tidak memikirkan nasib rakyatku? Aku bisa dimarahi," ucapnya seolah ada nada memohon di antara kalimat itu.

"Persetan dengan rakyatmu," umpat Hoseok.

"Oh, sepertinya benda ini habis baterai. Sudah ya, aku harus bersiap pulang. Semoga berhasil!" ucap Namjoon tanpa jeda yang terdengar tak ingin ada perdebatan lanjutan. Ia kemudian mengusap permukaan sebuah benda kecil berbentuk bulat mengilap yang pernah Seokjin berikan dulu. Matanya melirik Soobin sekilas, "Disebut apa benda ini? Telepon bintang?" Ia berdecak kemudian menyimpannya ke dalam laci dengan sandi. " 'Orang-orang langit' memang aneh." Kepalanya menggeleng kecil.

Nebula {The Puzzle of Memory} [SUDAH TERBIT]Where stories live. Discover now