The Girl, Conversation

6.1K 1.1K 335
                                    

Grab some snack because this chapter is hella long 🤣

-o-

Hari yang Eva tunggu-tunggu akhirnya tiba. Dia akan pergi ke Hogsmeade bersama Draco dan ia akan bertemu dengan Abraxas, guru sihirnya yang memberikan tongkat sihir untuknya.

Hermione sempat bertanya-tanya kenapa Eva terlihat sangat rapi. Ia beralasan kalau ia hanya ingin menghabiskan waktu sendiri dengan berpenampilan serapi mungkin. Alasan yang sangat tidak masuk akal, namun Hermione hanya iya iya saja. Di dalam benaknya, Hermione menduga kalau Eva akan pergi kencan dengan Malfoy.

Biarlah begitu asal sahabatnya senang.

Eva menyapa Profesor McGonagall yang berada di pintu depan Hogwarts sebelum melangkah keluar menuju Hogsmeade. Dapat Eva lihat Draco sudah menunggunya di perempatan jalan.

Wajah Draco berubah cerah ketika melihat kekasihnya berjalan mendekat. Ia ulurkan tangannya agar dapat menggenggam jemari Eva. Gadis itu menyambut uluran tangan Draco dan menggenggamnya erat.

"Ready?" Tanya Draco dengan senyuman di wajahnya.

Eva mengulum senyum dan menganguk. "More than I ever be."

Keduanya menyusuri jalan menuju Three Broomstick. Seperti biasa, tidak ada yang memulai pembicaraan di antara keduanya. Eva diam-diam melingkarkan tangannya di lengan kanan pemuda Slytherin itu. Draco menyadari tangan Eva yang memeluk lengannya hanya diam dan menahan bibirnya agar tidak tersenyum lebar.

Salju semakin memenuhi jalanan setiap harinya. Hari natal pun semakin mendekat. Orang-orang berlalu lalang di sekitar Hogsmeade untuk menghangatkan diri mereka di Three Broomstick ataupun Hog's Head Inn.

Draco mengantarkan gadis itu sampai ke depan pintu Three Broomstick. Pemuda itu memberitahu Eva kalau Abraxas sudah menunggu di dalam. Ketika Draco hendak pergi sejenak, Eva mengeratkan pelukannya di lengan Draco.

"Draco, aku takut. Bagaimana kalau dia tidak mengenaliku?" Gumam gadis itu pelan.

Jemari Draco tergerak untuk menyentuh pipi Eva. "Jangan khawatir. Tidak mudah untuk menghapusmu dari memori."

Kalimat Draco membuat Eva menarik ujung bibirnya sekilas. Tangan Draco terulur untuk mengacak rambut Eva yang tertata rapi.

"Hey, rambutku." Gerutu Eva sambil memindahkan tangan Draco dari kepalanya.

Draco tersenyum tipis lalu mengecup pipi kanan Eva. "Pergi temui pamanku. Jangan khawatir, aku akan langsung menemuimu setelahnya."

Eva bergerak cepat untuk mengecup pipi Draco lalu segera memasuki Three Broomstick. Meninggalkan sang Pangeran Slytherin yang terpaku di depan kedai dengan wajah yang memerah.

Eva tiba-tiba menghentikan langkahnya. Jantungnya berdegup sangat kencang. Entah kenapa ia merasa sangat takut.

"Evangeline?"

Suara itu membuat jantung Eva sejenak berhenti berdetak. Gadis itu menoleh ke sumber suara yang memanggil namanya.

"A-Abraxas?" Gumam Eva ketika mendapati seorang pria berambut pirang yang sangat familiar.

Kakinya melangkah pelan mendekati Abraxas sambil menahan dirinya untuk tidak menangis. Namun sekuat mungkin ia menahan tangis, setetes air mata tetap jatuh membasahi pipinya.

"Kau menangis?" Tanya Abraxas sambil mengusap kepala Eva setelah gadis itu berada di hadapannya.

Eva menangis sesenggukan karena terharu. Ia tidak menyangka kalau akhirnya ia akan bertemu lagi dengan orang yang mengajarkannya sihir untuk yang pertama kalinya. Apalagi empat tahun yang lalu, Abraxas menghilang tanpa pamit.

Her, Riddle ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang