The Girl, Suspect

5.9K 1.1K 61
                                    

Ada yang kangen cerita ini?

-o-

Selama enam hari dirawat di Hospital Wings, Eva masih belum sadarkan diri. Draco sering sekali mendampingi gadis itu sambil mengajaknya berbicara. Meski ia tahu, Eva tidak akan membalasnya.

Madam Pomfrey mengatakan kalau kondisi Eva saat ini sangatlah aneh. Secara keseluruhan, Eva sudah membaik. Bahkan bisa dikatakan kalau gadis itu sudah sembuh total. Akan tetapi alam bawah sadarnya seakan mengurung gadis itu. Menolaknya untuk kembali ke dunia nyata.

Pansy dan Blaise sesekali datang berkunjung. Cedric baru saja berkunjung beberapa menit yang lalu sebelum kelas Herbology dimulai.

Sedangkan dari the golden trio, hanya Hermione yang rutin mendatangi Eva sambil sesekali mengecek kondisi gadis itu. Meski menyadari keberadaan Draco di sana, Hermione memutuskan untuk menganggap pemuda itu tidak ada di sana.

"Granger, maafkan aku sudah memanggilmu mudblood di tahun kedua dulu." Sesal Draco.

Hermione menoleh ke arah Draco sesaat. Kemudian gadis itu mengangguk dan berlalu meninggalkan Hospital Wings. Dalam hati, ia memaafkan Draco karena sudah berani meminta maaf padanya.

Di hari ke tujuh, Draco pun kembali ke Hospital Wings. Berharap kalau Eva akan segera sadar. Jemari pucatnya menggenggam jemari Eva yang semakin ringkih. Perlahan, ia mengecup punggung tangan gadis itu.

"Aku merindukanmu." Ucap Draco lirih.

Benar. Draco merindukan Eva.

Jantungnya terasa tersiksa setiap kali melihat gadis itu terbaring lemah di atas ranjang. Kelopak mata yang biasanya menunjukkan iris biru cerah miliknya tertutup rapat bagaikan sebuah kastil yang diisolasi. Bibir yang sering tersenyum dan berceloteh kini terkatup tak bersuara.

Sungguh, tujuh hari tanpa gadis itu di sisinya sudah membuatnya putus asa seperti ini. Ia tidak bisa membayangkan sehancur apa dirinya jika Eva benar-benar akan dipindahkan.

Draco adalah orang yang jarang menangis. Bahkan bisa dibilang tidak pernah. Dapat dihitung jari jika seseorang bertanya berapa kali sudah Draco menangis. Akan tetapi pengecualian untuk hari ini, ia menitikkan air matanya untuk seorang gadis yang mengisi sebuah ruang spesial di hatinya.

Katakan Draco lemah. Dia memang tidak pernah menang dalam hal ini. Segala sesuatu yang menyangkut Eva membuatnya vulnerable.

Draco merasakan jemari Eva bergerak. Penuh harap pemuda itu mempererat genggamannya. Perlahan, kelopak mata yang tertutup itu mulai terbuka. Menampilkan sepasang iris biru cerah yang bersinar terang di bawah sinar matahari.

Seulas senyum tipis terukir di wajah Eva. Jemari ringkihnya terulur untuk menyentuh Draco.

"Aku senang kau hadir di mimpiku. Kau ingin mengucapkan perpisahan, ya?"

Hati Draco merasa tertusuk. Gadis itu bahkan tidak menyadari bahwa ia sudah sadar dari tidur panjangnya. Tanpa permisi, langsung ia merengkuh tubuh rapuh itu ke dalam pelukannya.

Pemuda Slytherin itu menyembunyikan kepalanya di bahu Eva. Air matanya terus mengalir ketika merasakan tangan Eva menepuk pelan punggungnya. Persis seperti yang ibunya lakukan sewaktu kecil, ketika ia menangis setelah berkelahi dengan Blaise.

"Thank God, you're back.. I miss you so much."

Wajah Eva berubah cerah. Gadis itu memaksa untuk mengukir seulas senyum meskipun ia merasa sangat lelah. Dirinya merasa lelah setelah berhari-hari bertarung melawan satu entitas yang tidak menginginkan keberadaannya.

-o-

Tidak ada aturan yang mengharuskan setiap siswa untuk duduk di meja asramanya ketika waktu makan. Jadi kali ini, Draco mengajak Eva untuk duduk di meja asrama Slytherin untuk menghindari pertikaian antara gadis itu dan ketiga temannya. Memang banyak yang menatap tidak suka. Akan tetapi mengingat bahwa lawan mereka adalah Draco Malfoy, mereka memilih untuk diam.

Sedangkan di meja Gryffindor, semua orang terkejut karena the golden trio duduk secara terpisah. Terlebih lagi dengan Eva yang saat ini berada di meja Slytherin. Hermione berada di ujung meja yang berada di depan para profesor, ia duduk bersama Parvati. Sedangkan Harry memilih untuk duduk bersama Neville di bagian belakang Great Hall. Kalau Ron, dia sedang diomeli Fred dan George. Entah sudah berapa hari si kembar Weasley itu terus mengomeli adik mereka.

"Apakah Harry berhasil memecahkan teka-tekinya?" Gumam Eva tanpa sadar.

Draco menoleh dan menepuk kepala gadisnya pelan. "Makan dulu. Aku yakin kau sangat lapar."

Pemuda itu merasa sedikit cemburu karena gadisnya memerhatikan Harry.

Eva menatap Draco dan tersenyum hingga matanya berbentuk bulan sabit. "Kau benar, aku lapar sekali."

Profesor McGonagall dari meja para profesor diam-diam melakukan legilimens pada Eva. Wanita penyihir itu berusaha keras untuk menembus dinding pertahanan memori Eva. Entah bagaimana caranya, akan tetapi Eva bisa memproteksi dirinya agar tidak terkena sihir semacam legilimens. Wanita itu sangat yakin kalau Eva bahkan tidak tahu ada sihir yang bernama legilimens dan occlumency.

Di meja Hufflepuff, terlihat Cedric dan Kamila sedang berdiskusi. Keduanya berbisik-bisik, tidak mau ada orang lain yang mendengarkan pembicaraan mereka. Memang, mereka akhir-akhir ini sering mencari tahu tentang sesuatu. Mungkin saja tentang tantangan kedua yang akan dimulai minggu depan.

Makan malam berjalan dengan normal, tidak ada yang aneh sama sekali. Kecuali dengan Profesor Moody yang terus menerus menenggak minuman dari botol yang ada di tangannya. Sadar tidak sadar, Eva sedari tadi melempar tatapan tajam pada mantan auror itu.

"Kau tahu kenapa aku benci pada Profesor Moody?" Ucap Eva tiba-tiba, membuat Draco menghentikan kegiatannya mencuri apel dari Blaise.

"Biar kutebak, karena dia aneh?" Tebak Blaise. Tangan Draco bergerak pelan dan meraih apel yang ada di hadapan Blaise.

"Dia memang aneh." Timpal Draco lalu menggigit apel milik Blaise yang berhasil ia curi.

"Cara mengajarnya? Kuyakin cara mengajar Profesor Moody sangat efektif." Sahut Pansy ikut-ikutan menebak.

Eva menggeleng. "Because he's a liar."

Tiga orang yang duduk di dekat Eva spontan menatap gadis itu dengan heran. Wajar bagi Blaise dan Pansy merasa heran. Akan tetapi tidak bagi Draco. Eva sering sekali menceritakan betapa takutnya dia ketika berada di sekitar Profesor Moody. Gadis itu selalu merasa tidak nyaman dan gelisah bahkan ketika hanya bayangan profesor tersebut yang terlihat.

Akan tetapi ia tidak tahu kalau tanggapan Eva terhadap profesor itu jauh dari dugaannya.

"Apa maksudmu?" Tanya Pansy tidak mengerti.

Eva menghembuskan napasnya. "You know what I mean. He's a total liar."

"Coba pikir, dia tidak pernah berada di meja bersama para guru ketika makan malam, except for tonight. Lalu, apa yang selalu diminumnya dari botol itu setiap tiga puluh menit? Polyjuice. I reckon he's an Azkaban prisoner behind the disguise." Tegas Eva.

"Wow, itu tuduhan yang sangat serius." Gumam Pansy lalu meminum airnya. Tenggorokannya tiba-tiba terasa kering.

"Dari mana kau mengambil kesimpulan itu?" Tanya Draco sedikit berdehem.

"I just know."

-tbc

Maaf engga bisa update sesering dulu 🥺

Her, Riddle ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang