The Girl, Ego

5.7K 1.1K 176
                                    

HAPPY 5K GUYSSS!!

YAAMPUN AKU BENERAN GA NYANGKA BAKAL NYAMPE 5K :'))) terharu akutuh kalian memang yang terbaik!!!!

By the way, aku nemu foto di pinterest kann..
Foto ini menyindir sekaliiiiiiii

Kalau kalian mau play mulmed, boleeeh :D

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Kalau kalian mau play mulmed, boleeeh :D

Aku sarankan untuk play sebelum baca ceritanya biar dapat feelingnya

Meski aku yakin ga bakal dapat karena lack of writing skill

WARNING
Part ini banyak drama, menye-menye, dan sudah pasti bakal bikin kalian cringe parah...

I warned you, guys..

Happy reading!!!

-o-

Beberapa saat yang lalu..

Eva berlari menghindari kerumunan. Tujuannya saat ini adalah menjauh dari siapapun. Ia benar-benar tidak menyangka Ron akan sekejam itu padanya hanya karena ia berteman dengan Draco. Ia menyalahkan Harry karena menjadi penyebab dari pertikaian ini. Jika Harry tidak bertanya, tentu semua ini tidak akan terjadi.

Ia berhenti berlari ketika sudah berada di sebuah tempat yang bahkan ia tak tahu di mana. Eva terduduk dan menangis sepuasnya.

"Ronald sialan! Harry menyebalkan!"

Meski sudah sering menerima bentakan dari kedua orang tuanya, dia masih tidak terbiasa jika ada yang meninggikan suara ketika berbicara dengannya. Terlebih lagi jika orang itu adalah orang yang dekat dengannya.

Sungguh menyakitkan.

Eva menepuk-nepuk dada kirinya yang terasa sakit. Ia tidak pernah menyangka kalau akan ada titik dimana persahabatannya retak gara-gara keegoisannya sendiri.

Ron benar, dia egois.

Jika sedari awal ia tidak egois, pasti persahabatannya tidak akan renggang.

"They'd better off without me."

Ia kira, berada di Hogwarts akan membuatnya lebih bahagia karena ia bisa jauh dari kedua orang tuanya. Memang, semuanya sangat indah. Mulai dari pertemuan pertamanya dengan Draco, berkenalan dengan Hermione, diajak ke Piala Dunia Quidditch, berdansa di Yule Ball. Benar-benar membahagiakan.

Hingga saat ini. Segalanya hancur begitu saja. Bagaikan sebuah pot tanah liat yang memakan waktu berjam-jam untuk dibuat dan kemudian dipecahkan dengan sengaja.

Tanpa ragu, Eva melangkahkan kakinya mendekati Black Lake. Ketika dinginnya air danau menyentuh kulitnya, gadis itu sempat meragukan keputusannya. Namun ia memikirkan ketiga temannya.

Her, Riddle ✔️Where stories live. Discover now