The Girl, Heal

5.8K 1K 73
                                    

"Kau tidak bosan bolak-balik Hospital Wings terus?" Tanya Hermione sambil memberi apel pada Eva yang masih terbaring di ranjang klinik Hogwarts.

Eva menggerakkan dua tongkat sihirnya secara bersamaan sembari memainkan apel yang diberikan Hermione. Apel hijau tersebut melayang-layang di udara setelah dipengaruhi sihir dari tongkat Eva. Gadis itu bahkan mengabaikan Hermione yang sejak tadi mengomelinya.

"Bagaimana tantangan kedua? Kudengar Harry mendapat posisi pertama." Kata Eva tanpa melihat Hermione sedikitpun.

Gadis Granger itu sudah merasa kesal sejak pertama kali diabaikan oleh Eva namun ia tetap menjawab pertanyaan dari temannya. "Harry mendapat posisi pertama karena sudah menolong adik Fleur. Kau tahu, peserta dari Beauxbatons yang cantik itu."

"Aku tahu dia, jangan bahas kecantikannya. Aku cukup iri." Sahut Eva cepat.

Eva meletakkan kedua tongkatnya pada nakas di samping ranjang klinik dan menarik selimut hingga menutupi lehernya. Indera pendengarannya menangkap suara langkah kaki yang mendekat ke arahnya dan Hermione. Tidak mau berasumsi, Eva hanya menutup matanya sejenak.

"Terima kasih sudah menjaganya, Granger." Ujar Draco lembut.

Jemari Eva bergerak sedikit untuk menurunkan selimut yang menutupi tubuhnya. Ia menatap Hermione yang hendak pergi dari Hospital Wings. Draco menyadari tatapan Eva, membuatnya langsung memanggil Hermione tanpa berpikir dua kali.

"Granger, kurasa Eva ingin kau di sini."

Hermione mengangkat alisnya, meminta konfirmasi dari Eva atas perkataan Draco. Sedangkan Eva hanya mengedikkan bahunya pelan, seakan tidak berminat untuk merespon Hermione.

"You stay, aku akan pergi menemui Harry dan Ron. Cepat sembuh, Eva." Tutur Hermione. Kemudian gadis Granger itu berjalan keluar.

Draco menduduki bokongnya di kursi yang tadinya diduduki oleh Hermione. Jemarinya meraih tangan Eva dan menggenggamnya erat. Eva mengerucutkan bibirnya dan membalas genggaman tangan Draco. Tidak ada yang saling berbicara di antara keduanya. Baik Draco maupun Eva, mereka seakan sudah bersepakat untuk tidak mengucapkan apa-apa.

"Kau masih belum bercerita padaku apa yang terjadi padamu ketika kau dipanggil ke kantor Dumbledore." Akhirnya Draco memecah keheningan di antara keduanya.

"Kau juga masih belum bercerita padaku kenapa kau memeluk Savannah waktu itu." Sahut Eva cepat.

Draco menghembuskan napasnya pelan. "Tidak ada yang terjadi di antara kami. Kau tahu sendiri aku sangat tidak suka padanya."

"Lalu apa yang kau suka?" Tanya Eva cuek.

"Apa kau baru saja mengajukan pertanyaan retoris? You knew the answer already." Sahut Draco dengan seringaian di wajahnya.

Eva terkekeh. Tangannya terulur untuk mengusap kepala Draco. Rambut pirang Draco terasa lembut begitu bersentuhan dengan kulit tangannya. Putra tunggal Malfoy itu ikut mengulurkan tangan kanannya untuk mengusap pipi Eva.

"I met my parents. My real parents." Kata Eva tiba-tiba.

"That was such a plot twist. Aku sama sekali tidak menyangka kalau semua mimpi buruk yang kualami ternyata berhubungan dengan diriku yang sebenarnya. The reason I have those visions, the reason I have another voice inside of me, and the reason I went crazy over the simplest thing. I'm a fvcking witch and I don't even know how to control my magic." Sambung gadis itu sambil menatap ke luar jendela.

Tangan kiri Draco mengeratkan genggamannya pada tangan Eva. Ia tidak ingin mengatakan apapun, ia hanya ingin mendengar Eva bercerita.

"My Dad, the real one, he said they left me in the Ackermanns' driveway for a good reason. Mereka takut aku dibunuh oleh seorang penyihir bernama Grindelwald. What a stupid excuse. I don't even know that Grindelwald dude exist." Dengus Eva. Tangannya masih mengelus rambut Draco dengan lembut.

Her, Riddle ✔️Where stories live. Discover now