⚫06⚫

3.9K 211 9
                                    

Pagi ini awan mendung kembali mengambil singgasana matahari. Membuat para umat hanya ingin bermanja ria dikasur mereka. Namun, kenyataan tidak bisa membuat mereka hanya diam dan mengikuti hawa nafsu.

"Duh malesnya," keluh Sheina sembari meletakkan kepalanya di atas tangan yang sudah di luruskannya di meja.

"Iya gue juga. Semoga aja hari ini Pak Amin nggak masuk." ujar Dinda yang dari tadi sudah menopang dagunya.

"Pengen tidur..." ujar Sheina.

Dinda tersenyum. "Ayo tidur sebelum guru masuk!" sahut Dinda.

"Dasar setan penggoda!" ujar Sheina yang bangkit lalu tersenyum miring kepada Dinda.

"Lah, lo juga kan yang bilang pengen tidur?" ujar Dinda.

"Iya sih, tapi kan cuma bilang pengen aja. Aku juga nggak ngajak," ujar Sheina.

"Intinya lo ngantuk juga kan, Sheina?" tanya Dinda.

Sheina mengangguk. "Mata aku hari ini nggak bisa bersahabat, Din." Ucap Sheina.

"Nah, makanya itu kita tidur aja, ayo!" ujar Dinda.

Sheina diam, ia tidak menggubris ajakan teman sebangkunya itu. Kalau ia benar-benar tergoda, bisa-bisa ia tertidur pulas di kelas. Belum lagi kalau ketahuan Pak Amin. Bisa gawat.

Gubraakk...

Bunyi suara pintu kelas yang terhempas kuat itu sukses membuat para penghuni kelas terkejut.

"Eh, bisa nggak sih masuk itu pelan-pelan?" tanya Manda.

"Nggak bisa. Kenapa, Lo nggak senang?" tanya Arga menatap Manda dengan tatapan tajam.

"Iya, emang." jawab Manda.

"Oooh... Lo mau, gue buat lo jadi bahan bully-an satu sekolah?" tanya Arga sembari menaikkan satu alisnya.

Manda yang ingin menjawab ucapan Arga, mengurungkan niatnya karena ancaman Arga.

Lagi-lagi tidak ada yang berani melawan Arga, bahkan para cowo di kelas itu pun tidak ada yang membela Manda.

"Olahraga jantung pagi-pagi kan sehat," tambah Adam.

"Iya, biasa aja dong." Lanjut Rizky. "Emang nggak pernah dengar suara pintu kaya gitu? Dasar pada lebay semua, lu!" tambah Rizky.

"Eh, lo pikir yang hidup cuma lo bertiga? Jangan seenak tulang lo aja bergerak!" kali ini Dinda mulai buka suara.

"Kenapa emangnya?" tanya Arga.

Arga menunjukkan senyum miringnya pada Dinda, "Lagian, tulang juga tulang kita, kok." tambah Arga.

"Brisik banget sih?" sahut Sheina yang mulai membangkitkan kepalanya, namun wajahnya masih menghadap lurus ke papan tulis.

Ucapan Sheina mampu membuat yang lain sedikit terkejut.

Dinda menatap Sheina dengan rasa khawatir.

Shei, lo kenapa ikutan sih? Lo belum kenal Arga

"Ouh, ternyata anak baru ingin bermain-main?" tanya Arga sembari tersenyum devil.

Sheina tidak peduli dengan ucapan Arga. Ia pun mengabaikan Arga yang masih berdiri dihadapan Dinda. Kemudian Sheina melangkah mengambil buku yang berada di dalam loker.

Saat Sheina sudah berada di depan lokernya, Arga pun mendekatinya. "Heh! Hidup lo merasa nggak punya masalah?" tanya Arga yang semakin kesal.

"Eh, Arga!" panggil Dinda.

Arga mendengarkan panggilan itu, namun ia tidak menoleh pada Dinda.

"Nggak usah ganggu dia, lo kan tadi ngomongnya sama gue," ujar Dinda melanjutkan panggilannya.

Arga tidak memedulikan ucapan Dinda. Ia menatap Sheina dengan tatapan devilnya.

"Apa sih?" tanya Sheina yang masih bingung dengan tatapan Arga.

"Apa sih, lo masih nanya!?" tanya Arga dengan suara yang meninggi.

Seluruh mata tertuju pada mereka berdua.

"Duh, kalau ngomong itu bisa pelan- pelan nggak? Telinga aku ntar jadi pekak," ujar Sheina memegang telinganya.

"Lo masih anak baru udah belagu," ujar Arga mengeluarkan senyum devilnya itu.

"Maaf, tapi salah aku apa?" tanya Sheina datar.

Arga semakin mendekatkan dirinya pada Sheina. "Salah lo cuma satu, merusak pagi indah gue." jawab Arga.

Sheina mengangkat satu alisnya. "Pagi indah dengan membanting pintu? Telalu frontal sekali hidup anda," ujar Sheina tersenyum melecehkan.

"Lo ngina gue? Berani lo sama gue?" tanya Arga.

"Ya beranilah, emang kamu Tuhan yang harus ditakuti?" ujar Sheina.

Seluruh siswa yang berada di kelas itu melihat perdebatan mereka. Dinda benar-benar takut kalau Sheina akan kenapa-napa. Akan tetapi, setelah melihat perdebatan mereka, sepertinya Sheina tidak seperti siswa-siswa lainnya, yang jika berhadapan dengan Arga akan menunduk, dan ujung-ujungnya akan pergi ketakutan.

"Wah, pinter banget lo ngejawab," ujar Arga semakin memanas.

Sheina hanya diam dan tidak membalas ucapan Arga, ia langsung mengambil beberapa buku.

Melihat Sheina yang mengabaikannya, Arga pun dengan cepat meraih lengan Sheina. Akan tetapi, Sheina dengan cepat menyangkal lengan Arga. "Berani kamu nyentuh aku, kuretakkan ginjalmu!" ujar Sheina dengan wajah yang sangat seram.

Arga terdiam. Ia benar-benar kehabisan kata-kata kali ini. Perempuan dihadapannya ini memang benar-benar berbeda dari perempuan lainnya.

Ucapan Sheina sukses mendapatkan tepuk tangan dari beberapa siswa.

Arga pun kesal, "Kalian semua diaam!" teriak Arga.

Seluruh murid pun terdiam.

Arga kemudian mendekat ke arah Sheina. "Eh, lo kira lo bisa aman setelah ini? Nggak akan. Kita lihat aja, apa yang akan terjadi sama lo!" ujar Arga sembari menunjuk wajah Sheina.

"Iya terserah deh, minggir!" ujar Sheina.

Sheina pun langsung duduk dan meletakkan bukunya di laci meja.

"Gila lo Shei, salut gue..." ujar Dinda berbinar sembari bertepuk tangan kecil.

"Kenapa emang?" tanya Sheina.

"Baru lo, cewe yang ngebuat Arga malu. Lo bener-bener ngejatuhin dia, tadi." jawab Dinda.

"Dia itu juga siswa kaya kita, nggak pantes ditakuti," ujar Sheina.

Dinda mengangguk, dan memberikan dua jempol pada Sheina.

"Ga, lo harus buat perhitungan sama tuh cewe!" ujar Rizky.

"Iya Ga, lo di buat malu," tambah Adam.

Arga hanya diam dan berpikir bagaimana mempermalukan cewe yang sudah berani merusak reputasinya.

Gue nggak akan biarin lo tenang di sekolah ini

Kemudian, Pak Amin guru Biologi pun masuk ke kelas mereka.

"Pagi anak-anak," ucapnya setelah sampai ke meja guru.

"Pagi pak," jawab semua murid.

"Baiklah, hari ini kita akan menanam beberapa biji buah yang dilakukan secara berkelompok." ujar pak Amin.

"Zul!" panggil pak Amin.

"Saya pak?" tanya Zul.

"Tuliskan nama kelompoknya di papan tulis," ujar pak Amin.

"Baik pak," jawab Zul.

"Pak, saya aja yang nulis nama kelompoknya." ujar Arga saat Zul hendak bangkit.

Zul pun mengurungkan niatnya ketika mendengar ucapan Arga.

Pak Amin sedikit merasa aneh dengan prilaku Arga. Tidak biasanya Arga mau melakukan hal seperti ini. "Baiklah, tapi inget jangan tulis yang aneh-aneh!" ucap pak Amin.

"Siap pak." ujar Arga.

Tea pun memberikan kertasnya kepada Arga. Arga tersenyum devil ketika kertas yang diberi Tea jatuh ketangannya. Entah apa yang akan dia lakukan.

Our Crazy WeddingDonde viven las historias. Descúbrelo ahora