Nurrun Najma Laila

10.6K 372 10
                                    


Selamat datang.. Happy reding.. Mohon maaf juga, masih agak kagok.. Yaahh.. Dimaklumin lah.. Awalnya iseng-iseng aja.. Eehh.. Tau-tau jadi😊
Oup! Oke... Sekali lagi, happy reding...

Aku terbangun dari bunga tidurku. tak lama alarm hp ku terdengar dari arah meja belajarku. Aku bangkit dari tempat tidurku. Lalu mencari hpku yang terselip diantara beberapa tumpukan buku yang terbuka.

"Masih hujan?". Batinku.

Lalu, aku mematikan alarm hp ku untuk memastikan kalau ini benar-benar suara hujan.

"Sudah pukul empat pagi?". Gumamku.

Aku membuka tirai jendela kamarku, kacanya berembun. Tanganku berayun menuliskan sebuah nama, "Nurrun Najma Laila". Dingin sekali

* * *

"Nana, nanti ikut umi sama mbaknya kepasar, bantuin umi belanja". Kata umi saat sarapan pagi.

"Kepasar? Tapi mi? Nanti siang nana mau pergi sama iffah buat tugas kuliah". Aku ngeles. Aku benar-benar nggak terbiasa dengan yang namanya pasar. Pasti yang terbayang, kotor, jijik, bau ikan, pokok nya nggak banget.

"Hellehhh... Bilang aja kamu males. Bau, jijik, kotor, nggak higienis, atau apalah itu". Saut mas hanif.

"Nggak gitu mas..". Pembelaanku.
Mas Hanif mengangkat bahunya, lalu memutarkan bola matanya, menggemaskan. Aku benci dia, karena aku cinta dia. Usia kami tidak terpaut jauh, hanya tiga tahun. Hariku belum akan bahagia, jika dia belum menggodaku, begitupun juga dia. Abah yang sangat menikmati sarapan paginya, menutup sendoknya. Mengisyaratkan bahwa abah sudah mengakhiri sarapan nya.

"Cah wedok kui yo pancen sobone neng pasar, belanja buat dapur, biar besok punya suami, disuruh mertua belanja kepasar nggak kaget ". Kata abah, ikutan nimbrung.

"Kok malah jadi sampe suami sih bah? masih lama banget itu bah..". Kataku, sedikit jijik, bahas soal suami.

"Kamu ini sudah semester berapa hah? sudah mau sidang skripsi kan? kok malah bilang nya masih lama..". Abah mengerutkan dahi nya.

"Yaahhh... Habis sekripsi, aku lulus S1, habis S1 masih ada S2, terus S3........". Mas hanif memotong pembicaraanku.

"Kamu mau tua sendiri di kampus? kamu ini cewek. mau jadi?.............". Mas hanif menghentikan ucapannya.

"Jadi apa? Hello? Bapak Najmuddin Hanif Al-hafidz, putra sulung K.H. Syarief Husein. Anda tidak punya kaca?". Kataku, tanpa sadar ia telah menyindir dirinya sendiri.

"Aku kan cowok, kamu cewek. Beda kan?".

"Apanya yang beda mas? Semua nya sama dimata Allah".

"Dimata Allah sama, dimata manusia? Makanya jadi cewek jangan jijik-jijik banget sama cowok". Ketusnya.

Aku mengalihkan pandanganku kepiringku. Nasi yang sudah disendok, kulahap dengan nikmat.

"Abah, umi, hanif berangkat dulu, nanti kayaknya hanif pulang telat. Mau ke perpus dulu, ngerjain tugas". Katanya, salim dengan abah dan umi.

"Nggak bareng sama nana?". Tanya umi.

Mas hanif melihatku. Aku membalasnya.

"NGGAK". Kataku dengan mas hanif bersamaan. Abah dan umi menggeleng-geleng kan kepala. Tidak heran anak-anaknya memang selalu bertengkar. setiap saat, setiap waktu, bahkan jika tidak ada pertengkara kecil ini, rumah serasa sepi.

Beberapa saat setelah kepergian mas hanif, aku bergegas ke kampus, memulai hari penatku.

Hai hai hai... Gimana? Masih mau lanjut? Iya ya.. Lanjut.... Tapi mau minta maaf dulu nih, kalo ada yang typo dikit.. Yaahh nggak ada manusia yang sempurna, ya kan?.. 😊

Pangeran Alfiyyah [SELESAI] Where stories live. Discover now