Istana Tanpa Cinta (1)

2.2K 166 35
                                    

Bersama desiran angin malam. Ingin kusampaikan gejolak rasa pada sang purnama malam. Biarkan kesenyapan malam menjadi saksi ketulusan cinta yang teruji. Aku terpatri ada cermin dikamarku. Sedikit membenahi kerudungku dan menempelkan satu bros bunga kecil di dada kiriku.

"Na.. Ayo!". Faiz masuk ke kamar, mengambil koperku dan membawanya keluar.

Aku mengangguk menjawabnya.

Sedang faiz sudah keluar bersama koperku. Malam ini aku akan duduk disinggasana Sang Ratu. Malam ini juga Raja ku memboyongku ke istana nya. Iya.. Istananya yang didalam nya terdapat panglima yang dahulu sangat kucintai. Mungkin masih hingga sekarang. Satu raga, tapi mungkin beda jiwa. Kafanial Akhmad!. Cukup!!

Aku bangkit dari dudukku. Mengambil tas kecilku. Dan berjalan menuju jendela kamar. Aku sedikit membukanya. Memandang kehalaman belakang sebentar. Lalu menutup nya.

Dengan perlahan kulangkahkan kakiku keluar. Menuruni anak tangga satu persatu. Dan akhirnya sampai di ruang depan. Abah, umi, mas hanif dan faiz, telah menunggu. Malam ini juga abah melepas kejoranya untuk disandingkan dengan purnama malam. Aku menatap wajah abah yang tegar. Terlihat raut wajah berat melepasku. Bagaimana tidak? Besok tidak akan ada lagi yang berdebat dengan abah pasal hafalanku, setoran, dan suami. Dengan kepergianku malam ini, besok abah tak perlu meleraiku dengan mas hanif.

Aku ingin sekali memeluk abah. Namun aku tidak punya kendali untuk saat ini. Abah mendekat padaku. Mengahadapkan tubuhku padanya. Lalu dekapan abah yang sedari tadi kurindu kini tercapai sudah. Badanku yang kecil tenggelam dalam dada abah yang gagah. Aku menangis. Air mataku tumpah, riuh di dada abah. Aku tau, abah sangat berat melepas kejoranya, aku pun sama, ingin selalu di dekat abah. Namun aku harus apa? Title Najma Akhmad telah tersemat di jiwaku. Aku harus menjalankan tugasku sebagai seorang istri dan menantu di keluarga Akhmad, tanpa melupakan kewajibanku sebagai Putri Husein.

"Jadi istri sholihah nduk.. Bidadari Surga, Insyaallah..". Bisik abah.

Aku mengangguk dalam dekapan abah. Tangisku makin jadi saat faiz meraih tanganku. Tanganku menyatu dengan tangan faiz sedang tubuhku dalam dekapan abah.

Abah melepas dekapannya, setelah abah puas mendekap kejoranya, memeluk putri kecilnya. Aku menatap umi yang menangis dalam rangkulan mas hanif. Mas hanif menatapku, lalu dia tersenyum dan menggeleng. Berisyarat, baik-baik saja. Aku melepas gandengan tangan faiz, lalu mendekat pada umi, memeluk erat umiku.

"Katakan pada nana mi.. Apa yang membuat umi tidak akan menangis lagi.. Nana akan lakukan itu". Bisikku.

"Cintai gus faiz.. Kubur dalam-dalam cinta usangmu bersama waffa.. Umi bahagia melihatku bahagia bersama gus faiz". Suara bisikan umi getar karena tangisnya.

Aku semakin erat memeluk umi. Bagaimana bisa mi? Wajah waffa kini selalu ada dalam wajah kafa! Adik iparku sendiri. Aku melepas pelukan umi, lalu mengahadapkan tubuhku pada mas hanif. Mas dokterku yang tampan. Aku menatapnya, dia sok cuek.

"Jaga abah! Jaga umi! Nana pamit!". Ucapku, sinis.

"Hmm". Begitu jawabnya.

Aku menunduk. Lalu pelukan hangat mas hanif mendarat ke tubuhku. Aku menangis lagi, lalu memukul lengan mas hanif yang mungkin akan sangat kurindukan.

"Mas cinta sama kamu na..". Bisiknya. Peluknya begitu erat.

"Nana juga cinta mas hanif..". Aku sesenggukan.

Mas hanif melepas peluknya.
"Disana jangan cengeng! Jangan nyusahin gus faiz! Jangan telat makan! Jangan suka kebanyakan makan eskrim! Jangan suka begadang nggak jelas! Faham?!".

"Iyaaa.. Mas dokterku yang tampan". Aku memukul lengan nya lagi.

Lalu faiz menghadapkan ku pada abah. Abah memeluk faiz, erat, seperti berbisik, dan beberapa kali menepuk-nepuk punggung faiz. Setelah itu abah merangkulku, memelukku bersama faiz.
"Cepat! Berikan abah Bagus Cilik dan Ning Mas Ayu. ". Bisik abah padaku dan faiz.

Pangeran Alfiyyah [SELESAI] Where stories live. Discover now