Bungsu Abah

4.8K 329 10
                                    

Hai! Ketemu lagi...
Cuman mau ngingetin aja.. Tu dibawah tu, ada bintang.. Daripada dianggurin, mending pencet gih.. Ya kan.. Terimakasih😊

Lembayung senja telah bergelantungan. Dari jauh sana terlihat rembulan tengah berisyarat "Selamat istirahat" kepada sang matahari yang mulai menenggelamkan diri. Sang raja siang telah digantikan dengan sang ratu malam. Ratu malam, telah bersiyap memeluk langit dengan jubah hitamnya. Kilauan bintang ibarat permatanya. Tugas sang raja siang telah usai, tapi tidak dengan ku. Kejadian lima tahun silam, saat laki-laki yang sangat ku cintai meregang nyawa karena penyakitnya. Hingga ia lenyap! Benar-benar lenyap! Selamanya dalam hidupku. Sejak itu pula, aku lupa bagaimana cara nya jatuh cinta. Aku lupa bagaimana rasanya merindu. Aku takut memiliki seseorang. Karena aku terlalu takut kehilangan untuk yang kedua kalinya. Aku takut itu terjadi lagi. Aku takut semuanya terulang lagi. Aku tidak mudah untuk jatuh cinta. Untuk itu aku pun tidak mudah melupakan seseorang.

"Sudahlah nana, semua orang juga punya masa lalu tentang cintanya. Dan sekarang pencarian cinta terus dijalani. Namun, pada akhirnya jodoh datang dengan sendirinya tanpa harus lelah mencari". Batinku.

Seseorang datang, mengetuk pintu kamarku dengan keras.

"Na! Ditimbali abah diteras!...". Teriak mas hanif dari luar.

Aku yang sedang tiduran dikasur empuk ku, bangun untuk duduk. Mas hanif masih saja mengetuk pintu nya dengan keras.

"Iyaa... Ngetuk pintunya jangan keras-keras! Berisik!". Teriakku.

Aku bangun dari duduk. Berjalan menuju pintu. Dan membuka nya. Dia sekarang di depanku. Dia menatap mataku yang basah. Isy!! Dasar! Aku lupa! Aku tidak sengaja meneteskan air mataku tadi saat mengingat masa lalu itu.

"Cengeng!". Kata mas hanif, lalu ia meninggalkan ku. Aku mengejar mas hanif. Lalu memukuli bahunya beberapa kali. Setelah aku puas, aku berlalu meninggalkan nya. Dia mengaduh kesakitan.

Sampai teras. Aku lihat abah sedang ngobrol dengan kang-kang santri pengurus. Ku hentikan langkahku. Lalu abah menengok ke arahku. Dan mengakhiri pembicaraan nya dengan kang-kang santri itu. Setelah kang-kang itu pergi, abah menepuk-nepuk lantai. Yang berarti abah ingin aku duduk disampingnya. Aku pun duduk.

"Abah panggil nana?". Tanyaku. Dengan memasang wajah imutku.

Abah hanya mengangguk.

Abah menatap langit. Lalu membelai lembut ujung kepalaku.

"Bungsu abah sudah besar sekarang. Sudah dewasa. Cantik lagi..". Kata abah. mengangkat daguku.

Aku hanya diam. Apa yang ingin kubicarakan?

"Nduk na, kamu lihat itu!". Abah menunjuk bangunan pondok. Besar dan luas. Sejak lahir dan sampai sekarang. Aku dibesarkan dilingkungan pondok pesantren. Pondok ini milik almarhum kakek ku. Yang kemudian di asuh oleh abah. Karena abah anak sulung. Dan kedua adik abah perempuan.

"Kenapa bah?". Aku bertanya heran.

"Dan kamu lihat halaman itu!". Lagi-lagi abah menunjuk halaman pondok yang super luas itu. Yang luasnya hampir separuh luas alun-alun kotaku.

Aku mengangguk.

"Tepat disana, panggung pernikahan mu berdiri nanti. Dan rumah ini? Iya! Dirumah ini, pemuda itu mengambil alih hak kuasaku atas putriku. Dia akan membuat ku menangis bangga". Abah terhenti sejenak.

"Abah.... nana masih ingin belajar. Nana masih belum lancar menghafal. Hafalan nana masih banyak yang terjeda. Nana belum bisa masak. Belum bisa ngurusin diri nana sendiri. Nana takut bah. Takut sekali".

Abah merangkulku. Suasana menjadi haru. Abah melepaskan pelukan nya. Saat abah mendengar telefonnya berbunyi. Abah mengangkat telfon nya. Dan mulai berbicara. Entah siapa yang menelfon.

"Waalaikumussalam.."
"Alhamdulillah baik kang.. Sampeyan sendiri gimana?"
"Oohh.. Kapan sampai Indonesia kang?"
"Waahh.. Gus isyfa pasti sudah banyak berubah"
"Iya ya... Saya tunggu kang. Jangan lupa bawa gus isyfa kalau sampeyan kesini. Bungsu saya cantik kang.."
"Iya pasti kang.. Waalaikumussalam warahmatullah wabarakatuh"

"Siapa bah?". Tanyaku.

Abah mematikan handphone nya.

"Sahabat abah waktu mondok dulu di jawa timur. Baru pulang dari Dubai".

Aku mengangguk paham.
"Tinggalnya sekarang di Dubai?". Tanyaku lagi.

"Beliau asli sini. Tapi 15 tahun yang lalu, beliau pindah ke Dubai. Ada bisnis disana. Kemarin pulang ke indonesia. Ngurusin pondok ayahnya. Yang kemaren meninggal".

Lagi-lagi aku mengangguk paham.

"Namanya Kyai Farhan Akhmad. Beliau punya dua putra. Yang sulung sepantar sama kamu. Yang bungsu ya... Beda satu tahunan lah sama kamu. Tampan-tampan semua na.. Hafidz qur'an semua.."

Mata abah berbinar-binar.

"Abah...". kataku. Lalu berdiri dan berlalu meninggalkan abah.

🌸

Pangeran Alfiyyah [SELESAI] Where stories live. Discover now