Pernikahan Dan Reinkarnasi

2.4K 141 13
                                    

Aku menatap kedua tanganku yang indah, penuh dengan hena pengantin. Disela-sela nya tersemat cincin cantik bermata ruby. Menatap lekat-lekat wajahku sendiri di cermin besar. Polesan make up yang tertempel mewah di wajahku. Mata beningku terlihat bak telaga surga diantara pegunungan hijau, sejuk sekali. Hidung mbangirku beradu dengan bibir merona ku. Tanganku sedikit merapikan kerudung pengantinku yang tersibak oleh angin dari kipas angin yang berdiri disamping meja rias. Aku berdiri mematikan nya. Lalu aku memutar pelan badanku. Gaun pengantin putih tertempel cantik di tubuhku. Gaun putih yang kupesan bersama faiz kemarin. Gaun pengantin putih dengan batu-batu permata yang bertaburan, indah sekali. Terdengar suara musik gambus, rebana, dan qasidah-qasidah yang meramaikan pernikahanku. Pernikahan putri bungsu Syarief Husein. Pernikahan ku dengan Sang Pangeran Alfiyyah. Aku berjalan mendekati jendela kamarku. Terlihat panggung mewah nan megah. Maafku padamu Waffa Ar-Razi...

"Nduk..". Suara umi membuatku tertoleh. Umi berdiri di depan ku. Melihatku dari bawah hingga atas. Aku tersenyum. Menandakan bahwa aku bahagia.

"Cantik..". Suara umi getar. Mata umi berkaca-kaca. Mungkin antara sedih dan bahagia. Bahagia karena umi melihatku bahagia. Dan sedih, melihat putri satu-satunya akan diboyong oleh seorang lelaki pilihan abah.

Aku memeluk umi erat.
"Umi nangis? Jangan nangis mi.. Nana bahagia.. Jadi, umi juga harus bahagia...". Aku menghapus air mata umi.

"Putri umi sekarang jadi pengantin.. Kamu cantik sekali nduk..". Umi memeluk ku lagi. Setelah itu melepaskan nya karena terkejut mbak sonya datang dengan tiba-tiba.

"Ini sepatu nya Bu Nyai..". Ucap mbak sonya menyerahkan sepatu high hils pada umi.

Umi mengambilnya. Lalu menduduk kan ku di kasur. Umi duduk dibawah ingin menyentuh kaki ku.
"Umi..". Aku menghindar. Tidak tega melihat umi memakaikan sepatu pengantin padaku.

"Dulu, umi juga sering memakaikan sepatu di kakimu.. Dan sekarang, umi ingin melakukan itu lagi.. Sini!". Umi meraih kakiku.

Aku menurut. Lalu umi pasang kan sepatu indah itu di kakiku. Setelah terpasang dengan cantik, aku membangunkan tubuh umi. Lalu menduduk kan nya disampingku. Aku memeluk umi erat.

"Terimakasih umi..". Bisikku.

Umi masih menangis. Sedang mbak sonya tetap berdiri dan menyeka air mata nya melihat adegan haru ku dengan umi.

Aku melepas pelukan umi. Lalu berdiri mendekati mbak sonya.
"Mbak.. Aku titip umi.. Jaga umi mbak.. Temenin umi.. Kabarin aku kalau ada apa-apa..". Ucapku. Setelah itu aku memeluk mbak sonya.

"Ning nana tenang saja.. Bunyai Laila aman terkendali..". Mbak sonya mencoba menghiburku.

Aku melepas peluk mbak sonya.
"Cepetan nyusul nana mbak.. Tuh! Kang ibnu masih jomblo..". Aku sedikit tertawa, menggoda mbak sonya.

Mbak sonya ikut tertawa.

"Nduk..". Umi menggenggam erat tanganku.

Aku menatap umi. Bersikap tenang dan baik-baik saja. Padahal hatiku sedang berantakan karena dari semalam, hingga saat ini, faiz tidak menghubungiku, chat pun tidak.

"Sering-sering kabarin abah sama umi, sering-sering main kesini..". Mata umi masih saja menangis.

"Iya umi ku sayang.. Umi jangan nangis.. Ini hari bahagia nana mi.. Umi harus senyum.. Nana kan pergi sama gus faiz.. Kerumahnya kan? Bukan pergi untuk selamanya.. Nana tetap putri umi, putri kecil umi.. Sudah umi.. Jangan nangis lagi. Nanti make up nya luntur.. Udah cantik juga..". Aku berusaha menenangkan umi.

Senyum umi terlukis.
"Nduk Nya.. Kamu temani nana.. Saya kedepan dulu..". Ucap umi pada mbak sonya.

"Inggih Bunyai..".

Pangeran Alfiyyah [SELESAI] Where stories live. Discover now