Madu

2.9K 167 104
                                    

"Bagaimana keadaan khilma hari ini?". Pertanyaan faiz mencuat ke telingaku.

Baru saja kulipat sajadahku seusai sholat isya', hati yang mula nya tenang karena telah menghadap Allah, kini malah berganti membara.

Aku menghampirinya. Membantunya melepas jas dan kemeja nya. Lalu faiz duduk di sofa kamar. Memandang jam dinding sebentar dan setelah itu ia alihkan pandangan nya ke padaku yang berdiri dan mengambil secangkir teh keluar.

Beberapa saat kemudian aku kembali ke kamar membawa teh panas. Sembari berfikir jawaban untuk pertanyaan faiz tadi.

Aku menaruh teh panas ke meja sofa. Faiz yang berdiri disamping jendela menghadap keluar tertoleh tau kedatangan ku. Lalu dia ikut duduk bersama ku di sofa.

"Khilma baik.. Sekarang dia sudah tertidur habis makan malam tadi". Jawabku.

"Terimakasih na.. ". Faiz tiba-tiba menggenggam tanganku.

Aku menatapnya. Apa dia akan memberikan hakku malam ini?

"Terimakasih?".

"Terimakasih kamu telah bersedia merawat khilma dengan baik.. Tanpa sedikit pun melibatkan egomu didalamnya".

Faiz tidak tau saja, aku begitu jatuh dengan kedatangan khilma disini. Iya, dia memang sedang sakit, dia memang sedang tidak dalam kondisi sehat, sedang tidak dalam kondisi sadar. Namun bagiku, perempuan penghancur tetaplah menjijikkan meski sifat dan sikapnya telah berubah menjadi lebih baik. Sejatinya, perusak tetaplah perusak tanpa bisa merubah identitas lama nya.

"Aku akan mengecek nya.. Lima belas menit lagi aku sudah kembali kesini". Faiz berdiri dan segera keluar kamar tanpa mendengarkan jawabanku. Tanpa sedikit pun mendengarkan izinku.

"Apa yang ada di perempuan itu yang tidak ada pada diriku?". Bathinku.

Langkahku berjalan menuju kamar khilma. Berniat menyusul faiz. Namun pintu kamar khilma baru saja kubuka, airmata ku malah langsung mengucur. Melihat tangan suami ku membelai lembut ujung kepala khilma yang sedang tertidur.

"Aku sangat mencintai mu khil.. Sangat mencintai mu.. Aku merindukan dirimu yang dulu.. Cepatlah membaik.. Sayangku..". Bisik faiz mengoncang bathinku. Bulu roma ku berdiri mengikuti arus cemburu ku dari nadi ke nadi.

Pintu kamar khilma ku tutup setelah airmata ku semakin membanjiri pipiku. Langkah kupercepat, menuju kamarku. Tak sengaja aku menabrak ummik di tangga.

"Yaallah.. Ning? Ada apa? Kenapa menangis?". Ummik langsung menyerbu ku dengan seribu pertanyaan. Tapi maafkan aku ummik.. Aku tidak bisa menjelaskan nya. Ini aib suamiku.. Dan sudah kewajibanku untuk menutupinya.

"Tidak ummik.. Tidak ada apa-apa.. Najma, sedang rindu saja dengan umi.. Besok najma bolehkan? Main kerumah umi?". Aku menuruni anak tangga. Seperti biasanya. Jika ummik sedang berjalan berdampingan denganku, tangan lembut ummik selalu mengitari pinggangku. Dan aku dibuat nyaman dengan perlakuan mertuaku ini.

Kulihat ummik tersenyum.
"Iya.. Ummik titip salam dengan umi laila ya.. ".

"Nggeh ummik.. Terimakasih ummik". Aku memeluk ummik. Di pelukan ibu mertua ku ini aku mendapat sebuah kenyamanan yang tidak bisa kudapat dari mana dan dari siapa pun.

Disaat para menantu melaporkan kesalahan-kesalahan suami pada ibu mertuanya, disaat itu pula hanya aku yang justru menyembunyikan kesalahan dan mengganti kesalahan suamiku dengan kebaikan-kebaikan yang belum pernah diketahui oleh mertuaku. Bukan apa-apa, aku hanya ingin menjaga citra wibawa suamiku didepan orang tua nya.

Aku pura-pura terlelap disamping faiz. Dia masih saja sibuk dengan laptop dipangkuan nya. Waktu 2 tahun membuatnya semakin dingin padaku.

"Tidurlah na.. Jangan menungguku.. Aku masih lama.. Masih harus ada pekerjaan yang perlu kuselesaikan". Ucap faiz tak menatapku. Ternyata dia tau, aku hanya memejamkan mataku, bukan tidur.

Pangeran Alfiyyah [SELESAI] Where stories live. Discover now