Bidadari Bermata Bening

2.4K 136 8
                                    

senja serupa pintu. ketika malam hendak tiba, ia terbuka mempersilakan rindu masuk. menawarinya duduk dan secangkir kopi, lalu berbincang meramaikan sunyi. malam nanti akan ada acara yang tidak akan pernah terlupakan untuk para santri baru. malam pensi. iya. pentas seni. masing-masing santri akan menunjuk kan kebolehan nya. bernyanyi. sholawatan. main rebana. baca puisi. cipta puisi. dan masih banyak lagi. sore ini abah terlihat sibuk sekali. sampai-sampai saat aku bertengkar dengan mas hanif abah tak meleraiku seperti biasanya.
aku masuk ke aula. berniat bantu-bantu apa yang bisa ku kerjakan. panggung megah telah berdiri kokoh. aku tidak sabar menantikan malam nanti.

tak lama, adzan maghrib berkumandang. aku segera kembali ke ndalem. setelah sholat maghrib, aku bersiyap untuk menghadiri acara pensi di aula. namun dihalangi oleh umi. makan malam dulu katanya.

"acara nya ba'da isya' ning.. para santri pada makan dulu.. kamu juga..". begitu kata umi.

"dia nggak sabar mau ketemu sama si genit kurang ajar itu mi.. ya kan ning.." mas hanif tertawa.

siang tadi aku memang cerita pada mas hanif soal kejadian di madrasah maupun di koprasi bersama si genit itu.

"mas! apaan sih!". kesalku.

"si genit siapa ta?". tanya abah. yang ikut nimbrung. dan duduk untuk makan malam.

"nggak tau bah.. nggak penting.. mas hanif emang suka ngawur..". kataku.

"itu bah.. siapa tadi ya nama nya, shafa? eh! bukan! siapa ya??". mas hanif memancingku.

"waffa!". kataku lantang.

"waffa? waffa ar-razi?". tanya abah.

"nggak tau..". jawabku.

"anak nya ganteng to? alis.e kandel... idep.e lentik.. irung.e mbangir.. lambene abang.. bocah.e ora duwur ora cendik.. ora lemu ora kuru.. ya to?"

"iya bah.. emang waffa ar-razi siapa bah?". aku balik nanya ke abah.

"putra nya temen abah.. di pondok kan disini.. biar punya pengalaman mondok. nanti bisa ngelanjutin ke pemimpinan abah nya..". terang abah.

"dia gus??!!". aku kaget.

abah mengangguk.
"gus nya pondok al islam..". jawab abah.

duh! gawat! tadi aku sok cuek lagi sama dia! masak aku harus minta maaf sama dia kayak tadi dia minta maaf ke aku. duh! gimana ini?

"kenapa ning?". tanya umi.

"itu mi.. tadi nana... aduh!!" ucap mas hanif terhenti karena ku pijak kaki nya. agar dia tak bocor kan semuanya pada umi. bisa-bisa disuruh minta maaf secepatnya lagi. kan aku gengsi.

"mas!". bisik ku.

"apa to na?". mas hanif kesal.

aku berisyarat menyuruh nya diam.

"kamu sudah pernah ketemu dia ning?". tanya abah.

aku yang minum hampir keselek dengan pertanyaan abah.

"em! iya.. tadi di madrasah bah..". jawabku.

aku melihat mas hanif akan bicara. lalu aku menatap nya. dan mas hanif mengurungkan niat nya untuk bicara. bagus lah.. mas ku itu emang ember.

aku masuk ke aula. ada banyak santri baru yang siap unjuk kemampuan. ada yang grup ada juga yang solo. kebanyakan kalau grup, rebana, paduan suara, tari, itupun grup nya jika personil nya sudah kenal satu sama lain. kalau yang belum pada kenalan ya, solo. aku duduk di kursi paling depan. bersama abah, umi, mas hanif dan beberapa ustadz dan ustadzah serta kang pengurus. semua santri baru maupun senior antusias mengikuti acara ini. ramai sekali. pandangan mata ku terjebak pada si genit itu yang kini sedang tampil solo di depan. ia membawakan sebuah sastra sederhana, namun bagiku, itu bukan sederhana, tapi memang riil. nyata terjadi.

Pangeran Alfiyyah [SELESAI] Où les histoires vivent. Découvrez maintenant