Chapter 4

60.2K 5.1K 302
                                    

"Surat panggilan lagi?!" sinis Rena. "Kapan sih kamu bisa berubah, Lea?! Dalam sebulan Mami sudah empat kali dapat surat panggilan. Mami malu ketemu Wali Kelas kamu terus," omel Rena.

Lea menunduk. "Lea cuma iseng, Mi. Wali kelas Lea aja yang berlebihan, dikit-dikit panggil orang tua," lapornya.

"Kamu tuh yang bandel! Mami gak mau tau, surat ini harus sampai ke Papi," putus Rena.

Lea segera mendongak menatap panik Ibunya. "Mi, jangan dong. Papi bakal marah, Mi, please. Lea janji ini yang terakhir, potong aja uang jajan Lea tapi jangan bilang ke Papi."

Sejenak Rena tampak berfikir, membuat Lea takut sendiri jika Ibunya itu tak setuju.

"Oke, dengan satu syarat! Kalau sampai Mami dapat surat lagi, Papi harus tau dan Lea harus Mami hukum!"

Lea mengangguk mantap. Lebih baik begini daripada harus melihat Papinya marah. Lea rela mendapat omelan setiap hari demi terhindar dari amukan Arga yang begitu mengerikan.

Tiba-tiba gadis itu terpikir dengan ajakan Sheila. "Mi, Lea boleh gak jalan bareng Sheila hari ini? Gak akan lama, kok."

"Hmm,"

Yes. Lea bersorak dalam hati setelah mendapat izin. Rena memang tak pernah melarangnya pergi, berbeda dengan Leo dan Arga yang akan memberi banyak pertanyaan sebelum diperbolehkan.

Dengan segera Lea berjalan ke arah kamarnya untuk mengganti pakaian. Setelahnya Lea berjalan cepat keluar rumah sebelum Leo pulang dan akan melarangnya pergi.

Lea meminta supir mengantarnya ke mal yang dikatakan Sheila tadi di sekolah. Gadis itu baru bisa bernafas lega saat mobil sudah menjauh dari pekarangan rumah.

Tiba di mal ia turun dan meminta supir untuk tidak usah menunggunya. Lea kemudian pergi memasuki pusat perbelanjaan itu. Ia bernafas lega saat menemukan Sheila bersama teman-temannya yang lain ada di sana. Jujur ini pertama kali Lea pergi sendirian.

Akhirnya mereka menghabiskan waktu hingga sore menjelang.

"Le, ke rumah gue dulu, yuk," ajak Sheila.

"Tapi udah sore, nanti Lea di cariin Abang," ucap Lea.

"Udah, jam 7 nanti gue antar pulang, yuk."

Lea mengangguk setuju, meninggalkan mal dengan wajah sumringah.

Tanpa tau apa yang menunggunya di rumah.

***
Jarum jam menunjukkan jam 11 malam. Lea sama sekali belum pulang dan tanpa kabar.

Gadis itu semakin susah di hubungi oleh Leo saat tau ponsel adiknya tadi pagi di sita oleh Pak Gunawan.

Leo semakin gusar, ia sudah bolak-balik bertanya pada Maminya dan supir yang mengantar Lea. Tak ada jawaban yang meyakinkan Leo.

Rena berkata jika Lea tak mengatakan ingin pergi ke mana, sedangkan supir bilang ia mengantarkan Lea ke mal, tapi jam segini siapa yang masih di mal.

Salahnya tadi tak menghiraukan ketiadaan Lea yang mengganggunya. Sepulang kerja kelompok jam 7 tadi, ia sama sekali tak melihat Lea. Leo fikir adiknya itu ada di kamar tengah menonton atau tidur.

Ia langsung menuju kamarnya dan membersihkan diri, entah terlalu lelah atau mengantuk, ia pun tertidur hingga jam sembilan malam. Itupun dibangunkan Rena untuk makan karena telah melewatkan makan malam.

Saat Leo tak melihat tanda-tanda adiknya yang biasa akan berisik di tv bersama Rena di ruang keluarga dan malah melihat Maminya itu menonton dengan tenang tanpa ada yang mengganggu seperti biasanya. Dari situlah Leo tau jika Lea tak sedang di rumah.

Cowok itu mengusap wajahnya kasar. Siapa lagi yang ia hubungi, teman-teman Lea sudah ia telepon satu-satu, tapi tak ada yang mengetahui keberadaan adiknya itu. Kecuali Sheila, telponnya tidak aktif.

Suara deru mobil mengalihkan kegusaran Leo, ia berjalan ke arah pintu dengan cepat. Di sana, ada Lea yang tengah menunduk takut.

"Dari mana kamu?!"

"Dari rumah Sheila," cicitnya.

"Kenapa jam segini baru pulang?! Ngapain aja sama Sheila, hah?!"

Lea tersentak, Leo memang tak berteriak padanya. Tapi nada cowok itu benar-benar terdengar marah, bahkan Lea merasa aura rumah ini jadi berubah.

"Lea cu-cuma nonton drakor di rumah Sheila. Maaf, Lea ketiduran, gak sempet kabarin Abang," gumam Lea bergetar diikuti isakan gadis itu.

Arga memang jarang marah, tapi jika sudah marah Lea tak akan bisa berkutik. Jika Leo yang marah, Lea hanya akan mendengar ucapan tajam dan setelah Lea menangis kakaknya itu langsung luluh.

"Kamu harus dihukum!"

Tapi kali ini berbeda.

"Abang, jangan," mohonnya. "Lea janj-"

"Gak usah banyak janji! Masuk ke kamar kamu sekarang! Papi harus tau!"

Gawat.

Lea lebih memilih hukuman yang lain daripada harus berhadapan dengan Ayahnya. Memang ia bisa menangis, tapi jika sudah fatal bagaimana ia bisa membela diri. Belum lagi jika Ibunya memberikan surat-surat panggilan dari wali kelasnya pada Arga.

"Bang, hukum Lea aja. Tapi jangan bilang ke Papi, Lea takut Papi marah," pintanya.

Leo menggeleng dengan tatapan yang semakin menajam. "Memang itu hukumannya, biar kamu tau rasa! Jangan nangis ke Abang kalau Papi udah marah! Abang gak mau deket-deket kamu lagi!"

Cowok itu berbalik, meninggalkan adiknya yang kini berjongkok menangis sesenggukan menutup wajahnya.

"Abang, Lea takut," lirihnya di sela tangis.

Tak lama Rena datang, menatap bingung anak perempuannya itu. "Lea, kamu kenapa?"

Lea mengusap air matanya, menatap Rena dengan wajah yang basah. "Lea dimarahin Abang hiks," adunya.

Bukannya membela, Rena malah tersenyum lebar. "Rasain, kenapa gak pulang besok aja sekalian?! Makin hari makin bandel aja kamu, ya! Biar aja Leo marah, Mami mau aduin ke Papi juga, biar sekalian kamu gak punya teman di sini. Temenan aja kamu sama Mang Jojo."

Ucapan Rena semakin memperparah keadaan Lea. Gadis itu kembali menangis kencang saat membayangkan jika Papinya tak ingin berbicara juga padanya. Apa ia harus benar-benar berteman dengan Mang Jojo, satpam yang menjaga rumahnya.

Bagaimana jika tidak ada orang yang ingin berteman dengannya lagi di rumah ini. Leo sudah menjauhinya, sedangkan Rena, mereka memang sudah tidak akrab sejak dulu.

"Mami hiks jahat hiks."

"Biarin. Udah ah, Mami mau bobo cantik dulu, Lea hati-hati ya di situ. Jam segini banyak hantu jalan-jalan."

Kemudian Rena berbalik, meninggalkan anaknya yang semakin terisak karena perkataannya. Lea semakin takut, sejak dulu ia memang penakut karena sering mendengar cerita-cerita mistis dari teman-temannya.

"Mami," panggilnya. "Mami hiks, jangan tinggalin Lea hiks, Mi."

Ceklek

"Lea?"

Pintu di belakangnya terbuka. Lea berbalik dan melotot horor.

Gawat.

Arga sudah pulang.

Lanjut gak?
Jangan lupa vote dan komen 🌟
Biar bisa update cepat terus 😉

Salam
Rega♥️

2242020

Bad Twins (Selesai)Where stories live. Discover now