Chapter 16

57K 4.9K 324
                                    

Semua kembali menunggu dengan takut, entah ini kebetulan atau memang takdir memiliki anak kembar. Arga tak ingin merasakan hal yang begitu buruk akan terjadi pada kedua anaknya. Mengapa Tuhan menyiksa anaknya secara bersamaan.

Rena dan Ibu Arga serta Aldo menunggu Dokter memeriksa Leo dengan perasaan takut, detak jantung Leo sempat tak terdeteksi oleh monitor membuat Rena tak bisa lagi membendung air matanya, ia hanya bisa menangis di pelukan sang Kakak.

Sedangkan Arga, Sarah dan anaknya serta Ayah Arga menunggu Lea. Gadis itu juga sempat tak bernafas saat diperiksa, untung Arga langsung membawa anaknya kembali ke ruangan dan meminta Dokter untuk segera menanganinya.

Dokter keluar, membuat mereka segera bejalan mendekat. Bertanya tentang keadaan Lea.

"Putri Anda sepertinya depresi, ada yang tau apa yang membuat dia begitu banyak berfikir? Atau ada ketakutan yang tak bisa ia atasi sendiri? Kondisi mentalnya belum bisa menerima semuanya secara tiba-tiba," tegas Dokter tersebut.

Arga mengangguk. "Lea takut Kakaknya pergi, Dok. Kakaknya juga sedang dirawat di sini," jawabnya sesuai dengan apa yang ia dengar dari Lea tadi.

Dokter mengangguk-angguk paham. "Sepertinya mereka mempunyai ikatan yang kuat," ucap sang Dokter.

"Mereka kembar tidak indentik, Dokter," ucap Ayah Arga.

"Ohh pantas saja, kalau boleh saya beri saran, lebih baik jika ruangan mereka disatukan. Maksud saya, Lea yang dipindahkan ke ruangan Kakaknya atau Kakaknya yang pindah ke ruangan Lea. Anak anda terlalu takut. Jika Anda setuju, saya akan mendiskusikan hal ini pada dokter yang menangani Kakak dari Lea," saran Dokter itu.

Arga mengangguk setuju. "Lakukan yang terbaik, Dokter."

***
Rena tak bisa seperti ini, mengapa suaminya memperbolehkan kedua anaknya berada di ruangan yang sama. Bukan, bukan karena ia tak suka.

Sebagai seorang Ibu ia begitu terpukul melihat satu anaknya yang tak kunjung sadar, ditambah dengan kondisi anaknya yang lain membuat ia semakin hancur. Selama ini Rena tak menghindari putrinya, ia hanya takut pertahanannya runtuh saat melihat sang anak, bahkan sudah tiga hari berlalu.

Ia paham betul Leo begitu menyayangi adiknya. Tapi mengapa mereka berdua memilih untuk berbaring di sana bersama-sama. Rena tak bisa melihat kedua buah hatinya dalam keadaan seperti ini.

Ia juga sakit.

"Lea depresi, dia takut Leo gak bisa bangun, dia nyalahin dirinya sendiri atas kondisi Leo. Kata Dokter dia butuh seorang Ibu, Rena. Lea cuma ingin dekat dengan kamu. Ingat gak waktu kita debat di kamar, ternyata dia dengar," cerita Arga.

Rena menoleh menatap suaminya.

"Sejak itu dia terobsesi untuk jadi mandiri, dia gak sempat dengar ucapan kamu sampai selesai makanya dia menyimpulkan sendiri apa yang didengarnya saja," lanjut Arga. "Dia takut, dia takut Abangnya gak bangun dan dia juga takut dijauhi Maminya sendiri."

Meski menunduk, Arga tau istrinya menangis. Dengan sigap ia memeluk Rena, mengusap punggung sang istri bermaksud menenangkan. "Aku yakin mereka kuat, mereka pasti bisa sehat lagi."

Hanya mereka berempat yang ada di ruangan ini jika dihitung dengan Lea dan Leo. Ibu dan Ayah Arga pergi ke kantin rumah sakit untuk membeli makanan. Aldo dan Sarah sudah pulang karena anak mereka masih begitu kecil, tak baik jika berlama-lama di rumah sakit.

Ponsel Arga tiba-tiba berdering. Membuat Rena melepas pelukannya dan berdiri menghampiri kedua anaknya, membiarkan Arga menerima telepon dulu.

"Halo?"

Bad Twins (Selesai)जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें