Chapter 14

56.4K 4.9K 261
                                    

Kedua alisnya menyatu, tak biasanya Leo seperti ini. "Lea gak akan kemana-mana, kok."

"Abang takut," balas Leo masih bertahan pada posisinya memeluk sang adik.

"Takut apa?" tanya Lea yang mulai merinding. Bisa saja Abangnya tadi melihat sesuatu di dalam gedung sekolah hingga membuat cowok itu takut.

"Gak tau, Abang cuma takut," balas Leo. "Ayo, pulang," ajaknya lagi.

Lea mengangguk, segera ia memasuki mobil setelah Leo melepas pelukannya.

Dalam perjalan pulang pun tak ada yang ingin membuka suara. Leo terlihat fokus menyetir, Lea tak berani mengganggu kakaknya jika suasana hatinya sedang resah seperti sekarang.

Akhirnya ia memilih untuk tidur sejenak.

"Lea!!"

Dengan cepat Leo melepas seatbelt dan memeluk sang adik. Gadis itu terkejut bukan main menerima perlakuan itu secara tiba-tiba.

Seketika tubuhnya gemetar membalas pelukan di leher sang Kakak saat merasa mobil terus membentur dan berguling.

"Tutup matamu, sayang," pinta Leo dengan suara yang begitu lemah.

Tangis Lea pecah. Ia mengikuti perintah sang Kakak, tak peduli lagi jika tak bisa bernafas dalam pelukan cowok itu sebab Leo terus menelusup kan kepala Lea di dadanya.

Lea takut.

"Abang?" panggil Lea saat mendengar Kakaknya beberapa kali meringis.

"Hmm?"

Gadis itu semakin terisak saat mendengar suara pelan sang kakak, terdengar seperti menahan sakit. "Abang hiks."

"Kenapa? Lea ada yang luka?" lirih Leo begitu pelan. "Maafin Abang karena udah buat Lea takut, Abang tadi melamun, maaf. Abang gak mau liat Lea sakit lagi."

Lea menggeleng bersamaan dengan derasnya air mata yang keluar. "Abang, punggung Bang Leo berdarah," ucap Lea melihat tangannya yang tak sengaja menyentuh permukaan punggung sang kakak.

"Maaf."

Itu adalah kata terakhir yang Leo ucapkan padanya.

***
Mata pria itu memerah menatap ruang operasi yang tengah menangani anaknya.

Saat di kantor, seseorang dari kepolisian menghubunginya menggunakan ponsel Lea, berkata bahkan dua anaknya mengalami kecelakaan. Mobil yang dikendarai memang berkecepatan normal namun seperti tak memperhatikan jalan hingga hampir menambrak mobil di depannya.

Mungkin Leo ingin menghindar dari mobil itu, tapi malah membuat mobil yang mereka kendarai jatuh ke jurang.

Untung kondisi sedang ramai hingga banyak warga yang berbondong-bondong untuk menolong keduanya.

Keadaan Leo yang sangat parah, punggung cowok itu benar-benar sudah robek sana-sini akibat patahan besi mobil. Untung ia ditemukan dalam keadaan masih bernyawa meski sangat lemah.

Sedang Lea, gadis itu di temukan dalam keadaan tak bernafas, untung medis masih bisa mendeteksi detak jantungnya, diperkirakan bahwa gadis itu terlalu lama terhimpit di mobil hingga sulit untuk menghirup udara hingga harus menggunakan selang oksigen untuk sementara.

Dokter mengatakan bahwa kaki anak perempuannya itu sempat terjepit hingga Lea harus memakai gips untuk waktu yang belum bisa ditentukan.

Lea kini sudah dipindahkan ke ruang rawat beberapa menit yang lalu. Di sana ada Ian dan Alya yang menjaga, sedangkan Arga dan Rena masih menunggu hingga operasi Leo selesai.

Keduanya tak ada yang membuka suara, mereka sama-sama menahan sesuatu yang begitu menyesakkan. Air mata Rena bahkan telah menetes meski tak menimbulkan suara.

Ingat, ia paling benci menangis.

Arga melamun, bertanya mengapa Tuhan hampir mengambil kedua buah hatinya. Kesalahan apa yang pernah Arga lakukan di masa lalu hingga ia harus dihukum seperti ini.

Ruang operasi akhirnya terbuka, menampilkan seorang dokter yang tengah melepas masker menutupi hidung hingga dagunya.

"Gimana, Dok?" tanya Rena tak sabaran.

"Operasi berhasil, hanya saja luka di punggungnya begitu parah hingga membutuhkan beberapa lapis jahitan. Sisanya hanya luka kecil di wajah dan kaki. Namun, kami belum bisa memastikan kapan anak Anda akan sadar," jelas Sang Dokter.

Arga mengangguk mengerti. "Terima kasih, Dokter."

"Apa boleh dijenguk?" tanya Rena lagi, ia benar-benar ingin melihat kondisi anak laki-lakinya.

"Maaf, untuk saat ini belum bisa. Pasien butuh ruangan steril sebelum akhirnya dipindahkan ke ruang rawat," balas dokter itu.

Rena hanya sanggup mengangguk, matanya langsung menatap kosong pintu ruang operasi.

***
"Abang?"

Suara itu membuat Rio, Ian, Arga, Alya, dan Rena mengalihkan perhatiannya pada gadis yang baru saja tersadar itu.

Mereka berdiri mendekat, Arga mengusap peluh yang membasahi dahi putrinya. "Lea, ini Papi."

Anaknya menangis, meraih tangan sang Ayah dengan gemetar. "Papi, Abang mana hiks. Lea tadi liat Abang berdarah, Abang sakit Papi," isaknya.

"Yan, tolong panggilkan Dokter," pinta Arga mencoba menenangkan Lea.

"Biar Rio aja," ucap cowok itu kemudian berlalu dari ruang rawat Lea.

"Abang gak apa-apa, sayang. Lea jangan nangis lagi, nanti sesak nafas," jawab Arga mengecup kening putrinya dengan sayang.

"Lea takut Abang sakit, tadi Abang berdarah hiks pasti karena Lea, Abang peluk Lea biar Lea gak luka, kata Abang dia gak mau liat Lea sakit lagi. " Ucapan Lea berhasil membungkam Arga.

Matanya berembun seketika. Dadanya semakin terasa sesak melihat sang Anak begitu terluka. Sedangkan Rena menatap anak perempuannya dengan pandangan yang sulit diartikan.

"Hei, gak apa-apa. Itu emang tugasnya Abang buat lindungi Lea. Abang gak bakalan sakit, Abangnya Lea kan kuat," imbuh Ian melihat kebungkaman sahabatnya.

Namun gadis itu tetap tak menghentikan tangisnya, rasanya begitu menyakitkan. Lea seakan bisa merasakan kehampaan Leo.

Dokter datang, dengan sigap semua menyingkir membiarkan Dokter memeriksa Lea tanpa terkecuali, terakhir tangan gadis itu disuntikkan obat penenang agar bisa beristirahat.

"Tuan, sepertinya anak Anda tengah mengalami trauma, tak terlalu berbahaya namun tak bisa juga dianggap remeh. Di saat-saat seperti ini dia butuh penyemangat, alihkan fikirannya dari masalah yang membuatnya takut. Beri selalu kasih sayang agar ia tak merasa sendiri, dalam kasus ini, pelukan seorang Ibu lah yang lebih ampuh."

Rena memalingkan wajahnya saat mendengar kata terakhir sang Dokter. Ia tak ingin menangis lagi, sudah cukup ia mengeluarkan air matanya.

"Terima kasih, Dokter," ucap Ian mewakilkan semuanya.

Alya berjalan mendekati Rena, mengusap punggung wanita itu dengan lembut. "Kak Rena sabar, ya. Lea sama Leo pasti sembuh," ucapnya.

Rena mengangguk saja. Tak ada yang tau perasaannya, ia ingin marah tapi tak bisa.

Ada rasa tak suka di lubuk hatinya.

Jangan lupa votmen 🌟
Makasih buat yang selalu nungguin cerita ini😊

Salam
Rega♥️

2052020

Bad Twins (Selesai)Where stories live. Discover now