Chapter 9

54.5K 4.9K 183
                                    

Pagi-pagi sekali Lea bangun, segera mandi dan bersiap-siap dengan seragam sekolahnya. Ia tak mau berdiam diri saja di rumah, kondisinya sudah membaik sekarang, sangat baik.

Gadis itu berjalan menuruni tangga, kakinya melangkah ke arah ruang makan. Namun, belum ada siapa-siapa di sana.

Akhirnya ia kembali ke lantai atas menuju kamar Leo yang tepat berada di sebelah kamarnya.

Ceklek.

Pintu terbuka, menampilkan sang kakak yang masih larut dalam mimpinya.

"Bang, bangun!" Tangannya menggoncang tubuh Leo, "Bang, ayo sekolah. Lea udah siap, nih."

Cowok itu bergerak, melirik Lea sekilas lalu berbalik memunggungi adiknya. "Jam berapa?" tanyanya dengan suara khas orang bangun tidur.

"Jam setengah enam. Ayo, Bang. Nanti Lea telat lagi," ucapnya.

"Masih lama Lea! Kita masuk jam tujuh lima belas," jawab Leo.

Bibir Lea mengerucut sebal. "Ayo, Bang, mandi dulu. Lea sendirian, Mami sama Papi kayaknya belum bangun."

"Sebentar lagi!"

"Ihhh, ayo Abaaang. Bangun!" sebal Lea menarik-narik tangan Leo, tapi tetap saja cowok itu tak bergerak sama sekali, malah Lea yang kelelahan sendiri.

Gadis itu mendengus sebal, kemudian pergi meninggalkan kakaknya itu.

Tujuannya sekarang adalah dapur. "Selama pagi, Bibi," sapanya.

"Pagi, Neng Lea."

"Bibi masak apa hari ini? Lea bantuin, ya," tawarnya.

"Gak usah, Neng. Sebentar lagi selesai, kok. Neng Lea duduk aja di situ nanti Bibi bawain makanannya," ucap si Bibi.

Lea menghela nafas pasrah. Kemudian ia teringat sesuatu, ia pernah menyembunyikan es krim Ibunya, tapi Rena tak merasa sama sekali.

Gadis itu kemudian membuka salah satu cabinet dapur dan menemukan es krim Rena yang telah meleleh di sana. Niat awalnya adalah ingin menyembunyikan es krim itu kemudian memakannya saat Rena sudah tak ada di rumah, tapi Lea malah lupa.

Dengan sedikit berjinjit, Lea berusaha meraih sekotak es krim coklat yang telah meleleh itu.

"Ohh jadi kamu yang selalu ngumpetin es krim Mami! Pantesan aja es krimnya banyak yang hilang!" omel Rena mengejutkan Lea.

Gadis itu menyengir lucu. Menatap Maminya yang telah melipat kedua tangan di depan dada memandang Lea garang.

"Mi, kata Papi gak boleh tau makan es krim mulu. Ntar anaknya jadi pedagang es krim loh," ucap Lea berbohong, padahal Arga tak mengatakan hal seperti itu padanya.

"Serius Papi bilang gitu?" tanya Rena penasaran.

Lea mengangguk. Perlahan tapi pasti kakinya melangkah menjauh dari tempatnya semula. "Tapi bohong."

Gadis itu kemudian berbalik dan berlari secepat mungkin dari Rena.

"LEANDRA!!"

***
"Mami sama Papi mana?"

Lea mengangkat bahunya tak tau, sejak ia lari menghindari Rena dan berakhir menunggu sendiri di meja makan, Lea sama sekali tak melihat tanda-tanda kehadiran orang tuanya.

"Daritadi Lea nungguin di sini, Mami sama Papi belum datang datang," jawabnya.

Leo mengerut bingung. Biasanya orang tuanya lah yang lebih dulu memenuhi meja makan.

"Bangunin dulu sana," perintah Leo.

"Mami udah bangun, tadi aja Lea sempat diomelin di dapur, mungkin Mami lagi bangunin Papi," balas Lea.

"Kalau gitu panggil Mami sama Papi, Lea mau telat ke sekolah lagi?" ucap Leo.

Gadis itu akhirnya mengangguk, berjalan meninggalkan ruang makan menuju kamar orang tuanya. Tak perlu naik ke tangga karena memang kamar Rena dan Arga ada di lantai satu.

Baru saja ingin mengetuk pintu, tangan Lea hanya bisa mengambang di depan pintu karena mendengar percekcokan antara sepasang suami-istri itu.

"Iya, aku emang bedain mereka! Kenapa?!"

"Harusnya aku yang tanya, kenapa? Kenapa kamu bersikap lebih baik ke Leo daripada Lea?!"

"Karena itu pantas! Aku gak suka anak manja kaya Lea!"

Seketika Lea sadar. Sadar bahwa sikap acuh Rena karena tak suka pada sifat manjanya. Gadis itu menunduk menatap ujung sepatunya dengan perasaan sesak.

"Itu wajar Rena, Lea masih- "

"Lea masih kecil maksudnya?! Kamu gak liat dia udah se besar apa? Di umur sekarang harusnya dia bisa jadi mandiri, bukan malah manja dan bergantung terus sama kita! Dia bisa kebiasaan kalau di manja terus!"

"Dia manja karena dia masih punya kita, itu wajar. Dari kecil dia emang hidup dengan kasih sayang yang melimpah. Wajar kalau dia masih manja."

"Gak wajar kalau udah sampai nyusahin orang! Kamu gak sadar waktu dia sakit gimana? Harus di suapin! Dipeluk! Ditemenin tidur! Orang-orang juga punya kesibukkan, bukan cuma ngurus dia doang! Kasian Leo yang jadi korban Lea, dia terlalu bergantung sama kakaknya!"

"Dia lagi sakit, Rena! Lea demam tinggi! Kalau sampai di kenapa-napa karena gak ada yang jaga gimana?"

"Dari situ harusnya dia belajar mandiri! Dia tau kalau semua sibuk sama urusan masing-masing, harusnya dia inisiatif untuk melakukan semuanya sendiri! Dulu aku sakit juga gak ditemenin siapa-siapa! Aku bisa sembuh tanpa bantuan siapapun!"

"Situasinya beda, Renaya! Kamu sadar gak sama apa yang udah kami ucapin tadi, hah?! Lea anak kamu juga, bukan cuma Leo! Kamu ngatain Lea manja sama aja kamu gak menghargai didikan aku selama ini."

Sudah cukup, Lea sudah tidak Ingin mendengar kebenaran lain lagi. Ia memilih berjalan kembali ke meja makan dan sarapan bersama kakaknya.

"Mami sama Papi gak sarapan?" tanya Leo.

Lea menggeleng, menyantap makanannya tanpa selera. "Mami bilang sarapan duluan aja, Papi susah dibangunin."

Akhirnya Leo mengangguk meski agak ragu, ada yang aneh dengan adiknya.

"Makan yang bener, Lea," tegur Leo saat melihat gadis itu hanya memainkan makanannya.

Hanya dua suapan yang mampu masuk ke dalam perut Lea, ia sama sekali tak memiliki selera makan pagi ini.

"Lea udah kenyang," ucapnya kemudian berdiri meninggalkan ruang makan menuju mobil Leo.

Akhirnya sang Kakak menyusul adiknya setelah berpamitan pada ART di rumahnya karena hanya ia yang ada di ruang makan.

Sampai di mobil, cowok itu segera menancap gas menuju sekolah. Pikirannya kini berperang menerka-nerka apa yang terjadi pada adiknya. Gadis itu menjadi berbeda setelah berkunjung ke kamar orangtuanya.

"Lea," panggil Leo.

"Hmm?" Gadis itu masih sibuk diam memandang ke luar jendela.

"Kenapa diem? Gak biasanya, Lea juga baru kali ini gak habisin sarapan. Lea kenapa, masih sakit?"

Lea memutar tubuh sepenuhnya menghadap jendela, tak ingin terlihat sedih di mata kakaknya.

"Lea udah sembuh. Lea cuma kesel!" jelasnya.

"Kesel kenapa? Mami ngomelin Lea lagi?" tebak Leo.

Lea menggeleng meski tau Leo tak melihatnya sebab cowok itu sibuk menyetir.

"Lea cuma sebel karena gak di kasih uang jajan pagi ini!" bohongnya.

Leo seketika terkekeh. "Kan masih ada Abang. Lea kan punya Abang yang banyak duitnya," canda Leo.

Gadis itu tersenyum manis. Untung ada kakaknya yang selalu ada di sisi Lea disaat saat seperti sekarang.

Jangan lupa votmen 🌟
Update tergantung vote 😁
Thanks

Salam
Rega♥️

2742020

Bad Twins (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang