Chapter 32

50.8K 4.5K 370
                                    

ARRGGHHH

Semua yang ada di hadapannya ia lempar. Air mata cowok itu mengalir begitu deras, rambutnya sudah tak beraturan sebab ia tarik kencang.

"Lea, maaf," isaknya.

Jika sudah menyangkut Lea, ia lemah. Bahkan untuk mengakui kesalahannya sendiripun ia takut. Dan ternyata, hal yang selama ini ia takutkan sudah terjadi. Lea menjauhinya, adiknya membenci dirinya, orang yang paling ia sayangi itu meninggalkannya.

Kamar Leo lah yang menjadi pelampiasan emosi cowok itu. Tak perduli Rena akan semarah apa nanti jika melihatnya, ia hanya ingin adiknya, ia mau Lea kembali padanya.

Anak laki-laki Arga itu mengusap kasar air mata yang membasahi wajah. Penampilannya ia rapikan kembali kemudian tersenyum melangkah keluar kamar.

Tujuannya adalah dapur, ia memasak nasi goreng kesukaan sang adik. Berharap Lea ingin menyentuh makanan dari tangan pembohong sepertinya lagi.

Makanan tersaji, ia berjalan cepat menuju kamar Lea. Mengetuk pintu itu dengan perasaan sesak, tak ada jawaban dari dalam sana.

"Lea, ayo makan malam," panggilnya dengan suara bergetar.

Sesakit ini ternyata jika diabaikan oleh orang yang disayang. Harusnya Leo sudah paham saat mendengar cerita sang adik jika diabaikan oleh Rena, beginilah yang gadis itu rasakan.

Cowok itu duduk, bersandar di daun pintu kamar Lea. Sesuatu kembali mengalir dari matanya, otaknya lagi-lagi memutar kejadian dulu, kejadian saat ia menceritakan semua hal buruk tentang Lea pada Rena hanya karena iri dengan sang adik yang diperlakukan begitu baik oleh orang tuanya dibandingkan dirinya, Arga selalu berkata jika ia adalah laki-laki, tak boleh cengeng apalagi manja.

Pikirannya melayang lagi di bagian Lea menatap Rena penuh kecewa, saat sang Ibu sudah memperlakukan mereka begitu berbeda.

Itu memang salahnya, itu pula alasan Leo selalu mewanti-wanti sang adik agar tak langsung percaya pada orang baik.

Termasuk pada Leo, Kakaknya sendiri.

Tapi sejak itu pula Leo sadar, sadar jika Lea pantas mendapatkannya. Adiknya yang berhati baik memang perlu diberi perhatian lebih. Ia seketika merasa begitu bersalah saat Lea datang ke kamarnya dan menangis mengeluhkan perlakuan Rena.

Memang dia yang lebih pantas dihukum.

***
Pagi ini Lea ragu, ingin sekolah atau tidak. Matanya terlihat sekali sembab sehabis menangis, ia tak ingin diserang oleh berbagai pertanyaan dari teman-temannya.

Tapi jika tak masuk sekolah, apa Arga tak marah? Itukan sama saja dengan membolos. Lagipula, uang jajannya berada di tangan Leo.

Gadis itu menghela nafas panjang, ia meraih kacamata hitam untuk digunakannya nantu. Tubuh berbalut seragam lengkap itu melangkah menuju pintu.

Ceklek.

Mata bulat Lea semakin membulat saat menemukan Leo tengah berlutut di hadapannya. Kepala cowok itu bahkan hampir menyentuh sepatunya, menangis persis seperti Lea jika dimarahi oleh Ayahnya.

"Maafin Abang, Abang emang salah, Abang yang harusnya dihukum," ucap Leo masih setiap dengan posisinya.

Lea bisa mendengar suara sang Kakak begitu serak seperti akan hilang jika terus berbicara. Apa Leo se-lama itu menangis?

"Lea? Abang mohon, Abang minta maaf."

Leo mendongak, membuat hati Lea merasa teriris melihat wajah basah Leo, ada lingkaran hitam di bawah matanya. Apa Leo tidak tidur? Atau jangan-jangan Kakaknya itu ada di depan kamar Lea dari semalam.

Bad Twins (Selesai)Where stories live. Discover now