Chapter 34

50.7K 4.1K 227
                                    

"Wow," ucap Lea berdecak kagum.

Jerry hanya terkekeh melihat kekaguman gadis itu terhadap benda yang berada di tangannya.

"Om Jer, Lea boleh bawa pulang, gak?

Jerry menggeleng. "Gak boleh, ntar Om di amuk Arga lagi," tolaknya.

Bibir Lea mengerucut, memberikan benda itu pada Jerry lagi untuk disimpan.

"Bang Ken, ponsel sama tas Lea mana?" tangisnya.

Ken yang sedari tadi terbengong pun akhirnya sadar. Jantungnya hampir copot saat Lea benar-benar menarik pelatuk pistol milik Jerry yang benar-benar mengarah ke kepalanya. Ia pikir ajalnya sudah tiba hari ini, untung benda itu tidak memiliki peluru.

"Bang Ken!" sebal Lea.

"Ehh i-iya, ta-tas sama ponsel kamu ada di sana, ke-ketinggalan," gagap Ken.

Mata Lea seketika berkaca-kaca, membuat Ken panik bukan main. Perih di wajahnya belum juga hilang akibat pukulan Leo. Apa sekarang ia harus mendapat amukan dari Jerry lagi karena telah membuat Lea menangis.

"Om Jer," adunya.

"Ssstt, udah nanti Om beliin ponsel sama tas baru," ucapnya mengusap punggung Lea menangkan.

"Tapi di sana ada buku pelajaran Lea, ada buku catatan dari Pak Gunawan juga, gimana kalau Lea gak dapat nilai karena gak bisa ngumpul catatan," isaknya.

"Iya nanti Om catatin juga," balasnya memeluk gadis itu.

"Beneran?"

Jerry menelan ludahnya, ia pikir Lea tak akan mendengarkan perkataannya begitu saja.

"Beneran Om Jer mau catatin buku Lea?" tanya Lea lagi memastikan.

Jerry mengangguk ragu, apa ia sanggup. Saat sekolah saja ia jarang mencatat, apalagi sekarang.

"Yeyy, Terima kasih, Om," ucapnya memeluk pinggang Jerry dengan bahagia.

***
"Abang, Lea mau ke rumah Rio dulu, ya," izin Lea.

"Mau ngapain? Di sini aja temenin Abang," ucap Leo seraya memeluk sang adik.

Mereka berdua kini berada di ruang TV, bersantai sambil menunggu kepulangan Arga dan Rena.

"Tadi Rio telpon, terus bilang kalau dia mau ajak Lea jalan-jalan ke pasar malam. Tapi karena Abang sendirian di rumah, Lea mau bilang ke Rio kalau jalan-jalannya lain kali aja. Lea juga sekalian mau minta di masakin sama Om Ian buat makan malam hehe," jelasnya.

"Abang aja yang masakin, masakan Abang juga gak kalah enak sama masakan Koki terkenal kayak Om Ian," jawab Leo.

Lea mendengus. "Gak mau! Lea maunya dimasakin Om Ian, Abang kan bisanya cuma masak nasi goreng," ledek Lea.

Leo hanya tertawa kecil, membenarkan apa yang dikatakan sang adik. "Yaudah, tapi jangan lama-lama, ya."

"Siap Bos." Lea berdiri, mengecup pipi Abangnya kemudian berlalu pergi.

Leo menatap kepergian sang adik dengan senyum merekah, ia berjanji tak akan mengulang kesalahannya lagi. Bahkan tak akan membuat adiknya bersedih lagi, Lea pantas bahagia.

Tiba-tiba pikiran Leo terbuyar saat ponselnya berdering tanda ada pesan masuk. Ada dua pesan dari Devian di sana.

Devian
Temui gue besok di rooftop.

Devian
Jangan lupa bawa Lea.

Leo melempar ponselnya ke sembarang arah. Wajahnya diusap kasar, merasa masalah tak kunjung berakhir. Apa lagi yang diinginkan oleh cowok itu dari adiknya.

Ceklek

Dari ruang TV bisa Leo dengan suara pintu terbuka. Dari sana ada Rena dan Arga yang berjalan memasuki rumah.

Cowok itu berdiri, menghampiri kedua orang tuanya seraya menunduk. Jantungnya berdetak cepat, reaksi alami manusia jika ingin mengungkapkan kebohongannya.

Kakinya ia tekuk, membuat tubuhnya semakin merendah di depan Rena dan Arga.

"Kamu ngapain, Le?" tanya Rena bingung.

"Leo mau mengakui sesuatu. Leo mau mengakui kebohongan yang udah Leo katakan selama ini ke Mami sampai-sampai Mami benci sama Lea. Dulu, yang selalu Leo bilang semua bohong, tentang Lea yang bandel di sekolah, tentang Lea yang sering bolos pelajaran, tentang Lea yang sering jahatin temen-temennya, tentang hal-hal buruk lainnya yang udah Leo bilang ke Mami, itu semua bohong," jelasnya.

Pandangan Rena seketika memburam terhalang sesuatu yang memaksa keluar. Merasa tak menyangka dengan apa yang baru saja ia dengar, jadi selama ini ia membenci anaknya yang sama sekali tak bersalah hanya karena mendengar ucapan anaknya yang lain.

Tangan Arga sudah mengepal, namun masih ia tahan sebab ingin mendengar penjelasan lebih dari anak laki-lakinya itu.

"Leo minta maaf, selama ini Leo yang udah buat Lea sedih. Leo sengaja nyiptain kebohongan itu demi dapat perhatian Mami, Leo iri karena Lea dapat lebih banyak kasih sayang dari kalian. Tapi sejak Lea sedih, sejak Lea nangis dan cerita tentang ketidakpedulian Mami, Leo sadar kalau Lea emang berhak atas itu semua. Dia baik, manis, dan gak pembangkang. Beda dengan Leo yang udah pintar bohong dan nuduh orang yang sama sekali gak tau apa-apa. Leo ngaku salah, Papi boleh hukum Leo sebagai balasannya."

"Sekarang Lea di mana?!" dingin Arga.

"Di rumah Om Ian," ucapnya dengan tatapan kosong. "Papi harus hukum Leo, tapi jangan sampai Lea tau," sambungnya.

Senyum sinis langsung Arga berikan. "Tentu!"

***
Kening Lea mengerut, seperti ada yang aneh dengan kedua orang tuanya. Sejak semalam, Rena lebih banyak diam. Tadi malam pun, setelah pulang dari rumah Rio, Arga memintanya untuk segera tidur dengan alasan sudah terlalu malam. Padahal jam biasa Lea tidur tak secepat itu.

"Lea bangunin Abang dulu," pamitnya.

"Leo gak sekolah dulu hari ini," sela Arga. "Lea berangkat bareng Rio, ya."

Lagi-lagi gadis itu dibuat kebingungan. Sejak dari rumah Rio memang ia tak melihat keberadaan Leo lagi, saat ia tanya Ayahnya hanya menjawab jika Leo izin pergi ke rumah temannya. Tapi apa Leo belum pulang juga?

"Kenapa? Abang belum pulang, ya? Emang temannya Abang gak sekolah juga?" tanyanya.

Arga menggeleng. "Papi masih ada urusan sama Leo," ucapnya sambil mengusap puncak kepala sang anak.

Lea mengangguk saja, setelah selesai dengan sarapannya ia bangkit, mengecup Pipi Rena dan Arga kemudian pergi setelah menerima uang jajan dari sang Ayah.

Langkahnya terhenti tepat di depan pintu rumahnya, dada Lea seakan sesak tak beralasan.

Perasaannya jadi tak enak.

Apa terjadi sesuatu dengan Leo.

Jangan lupa votemen 🌟
Kira-kira apa ya hukuman Leo dari Arga?😁


Salam
Rega♥️

210520

Bad Twins (Selesai)Where stories live. Discover now