MWB-1

9.7K 251 13
                                    

Gadis remaja itu masih berusaha tenang dan menahan tangisnya saat pemuda disampingnya mulai mengucapkan sebuah sumpah dengan menyalami seorang pria paruh baya di depannya. Semua terjadi begitu cepat, bahkan gadis itu tidak begitu mendengar dengan kalimat sumpah itu karena lebih memikirkan hal lain yang lebih penting yaitu wanita paruh baya yang kini tengah terbaring lemah di atas brankar rumah sakit.

"Sah?"

"Sah!"

"Sah!"

"Alhamdulillah" Kenapa ada kata sah? Ya, karena saat ini telah terjadi ikrar sumpah dan janji suci alias ijab kobul di dalam ruangan inap di sebuah rumah sakit.

Perlahan gadis yang tadi telah dinikahkan melirik pada remaja laki-laki di sampingnya yang juga tengah menatap gadis itu. Namun bukanlah tatapan kebahagiaan di sana melainkan tatapan tidak senang yang tertera di raut wajah keduanya.

Penghulu tadi melantunkan doa-doa kebahagiaan layaknya pernikahan pada umumnya dan diamini oleh beberapa saksi di sana.

"Welcome to our family, Kina", Seorang wanita paruh baya yang mana dia adalah Ibu dari pemuda yang tadi mengucapkan ijab kobul memberikan pelukan hangat kepada Kina yang kini telah resmi menjadi menantunya. Kina sendiri mencoba untuk tersenyum dan menyambut pelukan itu. Terasa asing karena dia juga tidak mengenal orang yang dipeluknya saat ini.

"Terima kasih tante,"

"Hush, panggil Mama aja ya?" Kina mengangguk pelan dan mulai mengingatkan pada dirinya sendiri untuk memanggil wanita tadi dengan sebutan Mama.

"Hayom, sini usap kepala istri kamu. Bacain doa-doa", Hayu – Ibu mertua Kina – menggeret tangan Hayom anaknya yang diam terpaku sedari tadi. Kaget juga dia disuruh untuk mengusap kepala gadis itu dan disuruh bacain doa-doa pula. Hayom mendengus kesal, dia bahkan tidak tahu doa apa yang harus dilantunkan. Hello, usianya baru menginjak 18 tahun dan tentu saja dia tidak tahu apa doa untuk orang yang baru saja menikah.

"Doanya gimana ma?" Tanya Hayom ketus yang dibalas dengan senyuman sinis dari Papanya

"Masa doa aja nggak tahu" Timpal Firman selaku Papanya Hayom

"Pa, please" Hayom memohon pada Papanya untuk serius kali ini

"Apa aja. Kalo nggak bisa pake bahasa Indonesia"

Hayom mengangguk meskipun tidak yakin dengan apa yang akan dilakukannya. Dia mulai mengusap rambut Kina yang tengah menunduk, agak ragu tapi dia beranikan diri untuk menyentuhnya. Lalu dengan satu tarikan nafas dia mulai membaca sebuah doa di dalam hati. Dia berusaha untuk fokus pada doanya dan berusaha sekuat tenaga untuk tidak tertawa karena doa yang dilantunkan dalam diamnya adalah doa sebelum tidur sebanyak tujuh kali.

Well kenapa tujuh? Karena yang Hayom tahu Tuhan suka yang ganjil dan kenapa doa sebelum tidur? karena saat ini dia lelah dan rasanya benar-benar ingin tidur nyenyak.

Setelah doanya telah dilantunkan dengan baik, Hayom melepaskan sentuhannya pada Kina. Saat itu juga Kina menghela nafas panjang namun masih menundukkan kepalanya.

"Hayom boleh pulang Pa? Mau istirahat dulu"

"Boleh. Ayo kita pulang dulu. Kina, kami pulang dulu besok pagi kita ke sini kok", Kina mengangguk dan tersenyum, dia juga mengantarkan ketiga orang tadi hingga keluar dari ruang inap.

"Sabar ya sayang. Kamu nggak usah mikirin apa-apa lagi sekarang, suamimu ini besok ke sini kok", Hayu melirik ke arah Hayom dengan senyuman yang agak menggoda anaknya itu.

"Makasih ma. Hati-hati di jalan ya",

"Bye", Firman melambaikan tangan dan kedua orang di belakangnya mengikuti. Sementara Kina masuk kembali ke dalam kamar. Dia menatap sosok yang masih terbaring lemah di sana. itu Ibunya. Ya, Ibunya yang kini tengah kritis karena kecelakaan fatal kemarin.

***

Hayom merebahkan diri di jok mobil belakang yang lengang karena Mama dan Papanya duduk di depan.

"Pa, anak kita udah nikah. hihihi"

"Ma, jangan mulai deh", Protes Hayom dari belakang

"Baguslah Ma, biar dia tahu tanggung jawab dikit. Bukan cuma main-main aja hobinya", Kedua orang tua Hayom terlihat sangat santai melihat pernikahan anak semata wayangnya yang agak spesial ini.

Kalau itu adalah orang tua anak lain mungkin mereka akan marah tapi tidak dengan orang tua Hayom. Mereka memang menyesali dengan pernikahan yang terjadi mendadak ini tapi di sisi lain mereka justru bersyukur karena mungkin ini memang takdir Tuhan untuk menyelamatkan anaknya dari hobinya yang aneh seperti balapan liar, tawuran atau jenis kenakalan remaja lainnya.

Apalagi setelah mereka melihat Kina yang memiliki wajah biasa tapi ayu. Bukan apa-apa, orang tua Hayom justru tidak ingin Hayom memiliki istri yang cantiknya dibuat-buat dengan dandanan menor maksimal seperti teman-teman wanita yang biasanya mendekati Hayom. Saat pertama kali Mama melihat Kina, dia sudah yakin bahwa Kina akan menjadi menantu yang baik.

"Mama sama Papa kok malah seneng sih. Heran deh, gimana bisa kalian main nikahin aku gitu aja sedangkan aku juga belum kerja, masih sekolah juga", Hayom mendengus kesal mengingat keputusan yang dibuat oleh kedua orang tuanya itu.

"Ya salah kamu sendiri, siapa suruh bawa mobil ngebut terus nabrak orang sampai kritis lagi", Kali ini Papanya mulai berbicara sedangkan Mamanya hanya menahan senyum.

"Tapi kan Pa nggak harus nikah juga, kita bisa kasih kompensasi lainnya kan?"

"Yom, itu wasiat dari Ibunya Kina"

"Kenapa ada wasiat segala? Emangnya udah mau mati apa?!"

"Hayom! Languange!" Bentak Mama yang menoleh ke arah Hayom di belakang

"Kita nggak tahu Yom. Dokter bilang kemungkinannya kecil untuk sembuh. Dan ingat, itu semua salah kamu jadi kamu yang harus bertanggung jawab"

Hayom tak lagi mampu berkata apa pun. Memang benar ini semua salahnya tapi dia tidak habis fikir bahwa semuanya akan terjadi seperti saat ini.

Dua hari yang lalu....

Hayom sedang mengendarai mobilnya yang niatnya hendak pergi menemui teman-temannya untuk mengerjakan sebuah project penting mereka yaitu rencana duel sengit dengan sekolah rival.

Karena membawa jiwa muda yang masih membara, Hayom mengendarai mobil cukup kencang tanpa peduli bahwa jalanan tidak cukup sepi. Tapi dia santai karena sudah biasanya juga seperti ini. Namun tiba-tiba dia melihat ada seorang ibu-ibu yang hendak menyeberang. Jaraknya sebenarnya tidak begitu dekat namun karena kecepatan mobilnya cukup tinggi jadi dia kewalahan untuk mengerem dan membanting stir.

Ditengah kepulan asap yang menyeruak dari depan mobil dan air bag yang muncul saat terjadi benturan, Hayom mulai bisa membuka matanya meskipun sedikit pusing di kepalanya. Dia membuka knop pintu mobil dan mencoba melihat keadaan, namun di luar sana ternyata sudah banyak orang berkerumun tengah menolong seorang Ibu yang tergeletak bersimbah darah persis di depan mobilnya.

Pemandangan itu tentu saja membuat Hayom tercekat dan tubuhnya gemetar. Sementara orang-orang yang berkerumun tadi mulai memandang sinis dirinya. Hayom mengusap wajahnya dengan kedua tangannya, bingung dengan apa yang harus dilakukan.

Beberapa orang kini tengah mengepung Hayom, memastikan dia tidak kabur dan bertanggung jawab. Sedangkan orang yang dikepung masih diam seribu bahasa. Tidak lama kemudian datang mobil ambulan yang membawa korban ibu tadi. Saat itu juga datang sebuah mobil polisi yang siap mengamankan Hayom dan mobilnya. Tentu saja Hayom seketika digiring oleh polisi ke kantor polisi. Tanpa melakukan perlawanan apapun, dia terdiam lesu, kakinya mengikuti kemana para polisi menggiringnya.

MARRIAGE WITH BENEFITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang