Stockholm

370 9 0
                                    

"Tapi jangan khawatir selama kamu menjalani pengobatan secara rutin bisa sembuh kok" Maria menjelaskan apa yang dokter katakan kepadanya.

Saya tidak pernah berfikir ini akan terjadi di liburan musim panas, atau di lain waktu. Ini teguran Tuhan untuk saya yang lalai selama ini dalam menjaga diri.

Saya memutuskan untuk berangkat ke Stockholm setelah pulang dari rumah sakit.

Setelah terbang selama 3 setengah jam saya sampai di bandara Arlanda, Stockholm, Swedia. Saya melihat Chris menyabut saya dengan senyuman manisnya, saya tidak bisa menahan tangis ketika bertemu dengannya.

Saya hanya bisa memeluk dia dengan erat sambil meneteskan air mata di bandara, saya tidak berbicara sama sekali sampai kami sampai dirumah orang tua Chris, saya hanya terus meneteskan air mata sepanjang jalan, Chris sepertinya mengerti dan tidak banyak bertanya.

"Hai, nama saya Mia" seorang gadis cantik dengan rambut blonde panjang menyapa saya di halaman rumah Chris.

"Hai, saya Luna" saya tersenyum kepadanya.

"Ini adik perempuan saya, ayo masuk, kamu tinggal disini ya selama liburan" Chris membawa masuk koper saya.

"Chris cerita banyak tentang kamu, sudah berapa lama kalian berpacaran?" Pertanyaan Mia membuat saya terdiam.

"Sejak kapan ya?" saya berfikir, memang sejak kapan kita pacaran? apa tinggal serumah itu disebut pacaran?.

Kami masuk kerumah dengan gaya khas Scandinavian, warna putih sangat dominan disetiap sudut ruangan. Semuanya tertata dengan sangat rapih, seekor kucing berbulu abu-abu datang menghampiri saya.

"Itu kucing Ibu saya, dia suka makan kardus" Chris berbicara sambil mengelus kucing yang gembul ini.

"Sudah berapa lama kalian pacaran?" Mia kembali menanyakan hal yang sama.

"Sudah lama" Chris menjawab sambil tersenyum.

"Kapan kalian punya anak?" Mia kembali bertanya.

"Kamu mau punya keponakan cepet atau lama?" Chris bercanda.

"Cepet dong!" Jawaban Mia membuat saya dan Chris bertatapan cukup lama.

"Ok siap laksanakan!" Chris menjawab, entah bercanda atau tidak tapi jawabannya membuat saya bingung.

Mia adalah seorang gadis remaja berusia 15 tahun dan merupakan fans Justin Bieber.

Kami berjalan menuju lantai atas dimana tempat tidur Chris berada, saat memasuki tempat tidurnya saya melihat foto Chris yang memakai seragam sekolah berusia kurang lebih 10 tahun, dia sangat terlihat lucu dan manis.

"Kamu mau anak kita seperti yang di foto itu kan? ayo kita lakukan prosesnya" Chris tersenyum lebar sambil memeluk saya.

"Saya belum mau punya anak" saya menjawab santai.

"Kita bisa punya beberapa tahun lagi" Chris berbicara seakan dia serius menginginkan masa depannya bersama saya.

"Kamu lebih baik mengencani wanita lain, saya serius, kalau kamu memang mau punya keluarga, saya tidak bisa" Muka Chris berubah menjadi serius ketika saya berbicara padanya.

"Kamu masih berfikir Robert akan kembali? apa yang membuat kamu tidak mau hidup bersama saya?" Pembicaraan semakin serius, Chris mulai marah.

"Bukan karena Robert, tapi saya sudah dijodohkan oleh orang tua saya di Indonesia" Saya berusaha menjelaskan.

"Kamu setuju dengan perjodohan itu?" Chris bertanya sambil berdiri di hadapan saya.

Saya hanya terdiam karena sebenarnya saya pun tidak menginginkannya, tapi saya tidak bisa menolak perkataan mamah.

"Kalau memang kamu tidak setuju, kenapa kamu tidak hidup bersama saya?" Chris melanjutkan perkataannya.

"Saya tidak bisa menolak keinginan mamah" Saya bingung.

"Kabur saja dari rumah, kamu punya saya disini" Chris berbicara seolah semuanya mudah.

"Chris pinjam nintendo switch nya dong" Mia tiba-tiba datang dan menghentikan pembicaraan kami.

Chris menarik tangan saya dan kami keluar rumah, berjalan menuju salah satu taman di sudut jalan, taman yang sangat sepi saya hanya lihat 2 sampai 3 orang saja.

"Kenapa kamu nangis saat datang di bandara?" Chris membuka pembicaraan.

"Maaf saya tidak bisa jawab" saya tidak bisa memberi tahu Chris apa yang terjadi di Barcelona.

"Ini tentang Robert lagi?" Chris memang selalu cemburu pada Robert.

"Bukan, dia sudah menghilang dari hidup saya" saya mulai kesal.

"Apakah kamu sudah tidak menyukai saya lagi sampai kamu tidak mau hindup bersama saya?" Chris menggenggam tangan saya.

"Bukan begitu, tapi sudah menjadi budaya dalam keluarga saya jika anak perempuan itu di jodohkan, dan kita tidak bisa membantah" saya berbicara jujur.

"Ini sudah zaman modern, perjodohan itu hal yang hanya ada di zaman dulu, buat apa kamu masih mengikuti hal seperti itu ?" Perbedaan budaya membuat Chris sulit mengerti.

"Tahun depan saya akan pulang ke Indonesia karena study saya sudah selesai, dan ini akan sulit untuk kita, lebih baik kamu mulai mencari wanita lain dari sekarang, saya yakin akan banyak wanita baik diluar sana untuk kamu" Saya harus melepaskan Chris secara perlahan.

"Masih ada satu tahun, saya harap kamu bisa berubah fikiran" Chris tetap dengan pendiriannya.

Bagaimana caranya saya bisa melepaskan Chris tanpa membuatnya sakit hati?

Saya tidak boleh terikat oleh siapapun, ini hanya akan menjadi masalah untuk saya dan orang tersebut.

Sudah tidak ada jalan untuk menikah dengan pria pilihan saya, Mamah sangatlah kuat pada pendiriannya.

Apalagi ditambah dengan keadaan kesehatan saya sekarang ini.

Lebih baik saya menghindari semua kemungkinan terburuknya.

VanillaWhere stories live. Discover now