13 - Mantan Tapi Menikah

196K 18K 1.2K
                                    

"Jangan berlebihan," sahut Saka datar.

Dia bangun dari posisi duduknya. Penampilan laki-laki itu tetap menawan dengan pakaian santai khas rumahan, kaos berwarna hitam dan celana potong pendek. Dan Saka terlihat menggoda dengan tatanan rambut acak-acakannya.

Ana diam saja, tidak memberi respons perkataan Saka. Hingga keheningan tercipta di antara mereka. Di antara kebisuan itu tiba-tiba suara perut Ana berbunyi. Kruuuk, begitu kurang lebih suaranya.

"Asssh, sial," decak Ana pelan. Ia lirik Saka dengan ragu, laki-laki itu menatap dengan satu alis terangkat.

"Anu, begini--" Ana kehilangan kata-kata. "Itu bukan saya, tapi perut saya."

Saka tidak berekspresi, wajahnya masih saja datar sementara Ana harus menahan malu setengah mati.

Saka menghela napas sebelum berkata. "Baiklah, sebagai ucapan terima kasih karena kemarin Anda telah membantu saya. Saya akan mentraktir Anda makan siang hari ini," ujarnya.

Dengan cepat Ana menggeleng. "Tidak perlu repot-repot, Pak."

"Saya tidak suka memiliki utang budi. Terutama dengan orang seperti Anda," tegasnya. Membuat Ana terdiam, itu kalimat yang kasar.

"Nggak ada remnya memang itu mulut," decak Ana pelan.

Saka bangun dari duduknya menuju kamar, tidak lama Saka keluar dari dalam kamar dengan tubuh berbalut sweater abu-abu gelap. Kalau diperhatikan wajah Saka sedikit lebih tirus sejak sakit.

"Kalau Bapak masih kurang enak badan, tidak perlu repot-repot mentraktir saya makan siang," Ana coba menolak sekali lagi.

"Saya hanya akan membelikan Anda mie instant di super market depan. Jangan merasa terlalu percaya diri. Saya ke sana juga ingin membeli beberapa perlengkapan pribadi."

Mungkin Ana yang terlalu berharap tinggi pada Saka. Dia malu sendiri karena sempat berpikir Saka akan mengajak makan ke restoran mahal, setidaknya seperti restoran Eropa ketika mereka makan siang bersama rekan bisnis yang pernah modus pada Saka. Oh ayolah, apa yang Ana harapkan? Setidaknya dia akan mendapatkan mie instant gratis.

Dan Ana benar-benar harus menerima kenyataan saat mengekori Saka berbelanja di sebuah super market. Ana berjalan dua langkah di belakang, sementara Saka mendorong keranjang belanjaan. Saka sama sekali tidak mengajak Ana untuk berbicara bahkan sekedar basa-basi.

Ana tersenyum kecil saat Saka berhenti pada rak pasta gigi. Sejak dulu Saka selalu pemilih untuk urusan pribadinya. Saka begitu serius membaca komposisi pasta gigi tersebut, walau sudah sering kali Ana katakan itu sama saja khasiatnya. Tidak perlu terlalu serius. Dulu begitu.

"Yang rasa mint lebih segar," saran Ana.

"Ya, kau benar," sahut Saka kalem.

Membuat Ana tersenyum kecil. Moment yang sangat langkah Saka berbicara padanya tanpa nada ngegas.

Namun beberapa detik kemudian Saka berdehem, mungkin dia menyadari kebodohannya karena telah merespons Ana dengan manusiawi. Segera Saka meletakkan pasta gigi rasa mint tersebut ke dalam rak. Ia raih pasta gigi dengan varian lain dan memasukkan ke dalam keranjang belanjaan.

"Gengsi," cibir Ana melihat tingkah Saka. Mereka lanjut berkeliling menelusuri lorong-lorong super market.

Dari belakang Ana menatap punggung Saka yang berjalan di depannya. Begitu kokoh. Tangguh. Terlihat istimewa. Dan Ana merasa terpesona hanya dengan menatap punggung laki-laki itu saja. Ana terpaku dengan langkah yang terus bergerak, rasanya ia ingin berlari menghampiri Saka. Berjalan di sisi laki-laki itu seperti dulu.

Mantan tapi MenikahWhere stories live. Discover now