Chapter 3

13K 1.6K 64
                                    

***

"Anda juga ramah,"

Para pengikut tertawa, segera memulai pertemuan. Sementara itu, aku duduk diam di pangkuan Duke. Dan di tengah-tengah mereka aku menjawab saat mereka bertanya tentang kisah dari kuil atau keluarga kerajaan.

Setelah beberapa saat, pertemuan berakhir. Para pengikut pergi satu per satu, dan kakek, yang tetap tinggal, mendekatiku.

"Terima kasih telah menceritakan kisah tadi kepada saya."

'Terima kasih sudah mengatakan itu. Itu juga hal yang bagus bagiku.'

Aku memiliki banyak kebencian mengenai kuil. Ketika anak takdir yang asli muncul, mereka melemparku menjadi korban untuk para roh. Selain itu, kamu tidak dapat menggali oriharkon dari pegunungan kuno yang mengerikan.

"Hadiah."

Kakek itu menawarkanku permen. Aku mengelepaskan tangan Duke Dubblede dan mengambil permen itu.

Kakek yang memberikanku permen meninggalkan ruang pertemuan dengan senyum lebar, dan berkata, "Seperti yang diharapkan, anak ini sangat imut."

Hanya ada dua orang yang tersisa di ruang pertemuan, aku dan Duke. Dia melirikku dan mengambil permen dari tanganku.

Terkejut, aku terdiam menatap tanganku dan permen yang dicuri Duke beberapa kali. Seketika aku merasa sedih.

'Permen. Itu permenku. Dasar brengsek, kau mengambil permen dari anak kecil!'

Duke Dubblede dengan kasar mengupas bungkus permen sekaligus. Dan...

"Mulut."

'Untukku? Mungkin, dia tidak seburuk yang aku pikirkan.'

Saat aku berpikir begitu, Duke menekan pipiku dengan tangannya. Karena tekanan dari tangannya, mulutku terbuka seperti ikan, sehingga dia memasukkan permen itu ke mulutku.

'Orang jahat.'

Tetap saja, permennya enak. Dia menekan pipiku, yang menggembung karena permen.

"Ketika kamu kembali ke ibukota, jika seseorang memberimu permen, beri tahu mereka siapa keluargamu."

"Tyidak."

"Mengapa?"

'Kenapa aku harus memberi tahu orang-orang di ibukota? Disana ada Istana Kekaisaran, kuil, dan Duke. Mereka semua adalah orang-orang yang sudah membuatku susah.'

Namun, aku tidak bisa memberitahu alasannya. Jadi aku memberitahunya dengan singkat.

"Kwarena akuh akan ada di sisi Dyuke." (Karena aku akan ada di sisi Duke.)

Sejauh ini, Dubblede adalah satu-satunya keluarga yang tidak meninggalkanku. Memori beberapa hari terakhir sepertinya menanggung siksaan batin untukku setiap kali kembali ke ibukota keempat kalinya.

Permennya sangat lezat. Selimut hangat. Lagu pengantar tidur yang dinyanyikan Lea enak didengar.

Duke Dubblede tidak seburuk yang kudengar. Saat berpikir begitu, aku melihat Duke.

Eh? Barusan dia tersenyum?

Kemudian, Lea datang menjemputku.

"Nona kecil, Tuan," kata Lea, yang senang melihatku, sambil menundukkan kepalanya.

Duke mengangkatku ke atas meja.

"Jangan biarkan dia berkeliaran dengan ribut."

'Ya. Seorang pria berdarah dingin tidak akan pernah tertawa.'

TBRADTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang