Chapter 16

9.2K 1.3K 16
                                    

***

Leblaine meninggalkan ruangan bersama pelayan, saat mata Henry menyipit.

'Ada apa dengan laki-laki itu....'

Henry adalah seorang jenius yang belajar menulis ketika ia baru berusia tiga tahun, dan adik laki-lakinya, yang agak bodoh menurut standarnya, masih memiliki otak yang lebih pintar dari anak yang lain.

Lingkungannya penuh dengan orang dewasa yang licik. Henry, yang hidup di dunia seperti itu, tidak dapat memahami anak yang naif.

Sebagai tambahan.

Dia pikir tidak mungkin seorang anak yang berhubungan dengan kuil dan keluarga kerajaan tidak tahu apa-apa.

Aku harus berhati-hati.

Henry melipat perkamen dengan hati-hati, memasukkannya ke dalam buku, dan berbalik ke arah Isaac.

"Kamu, jika kau tetap bodoh, tidak akan ada ruang yang tersisa."

Kemudian Isaac meninju dinding dengan tinjunya. Henry menatapnya seperti melihat cacing tanah berserakan di tepi jalan. Kemudian Isaac yang terkejut mengeraskan wajahnya.

"Tidak ada satupun hal tentang dirinya yang menyenangkan."

Sore itu, Isaac mendekati Leblaine.

"......"

Gadis itu, yang sedang bermain sendirian dengan kancingnya, mengangkat kepalanya.

Isaac mendekatinya dengan hati-hati, sangat canggung.

Leblaine bergumam, menunjukkan sedikit kancingnya.

"Ada dua belwas." (Ada dua belas)

"Kamu..."

"Apa yang mau kau bicarakan. Jika kau membuat masalah—" Henry memperingatkannya.

Ketika Leblaine mengedipkan matanya, Isaac menyentuh pinggangnya.

'Kau mencoba mengeluarkan pedangmu?'

Isaac, yang mengambil sesuatu dari pinggangnya, hendak mengumumkan sesuatu kepada Leblaine. Jadi, Leblaine dengan cepat berkata,

"Tidak—!"

"......."

"—Aku akan makan roti di depanmu."

Kemudian Leblaine berkata dengan cepat, "Akh!", Dia mundur dengan wajah ketakutan.

Henry bergumam melihat mereka berdua.

"Apakah kalian berdua bodoh?"

***

'Itu....!'

Anak-anak juga bisa jahat. Aku tidak percaya kau makan roti sendirian! Jika kau benar-benar seorang anak kecil, kau akan melawan Isaac dan mencoba mencuri roti darinya.

'Tapi, jika aku mencabut rambut Isaac yang berharga, aku akan segera diusir dari sini.'

"Aku tidwak mauk melihatnya." (aku tidak mau melihatnya.)

"Gadis pintar."

Isaac tersenyum dengan wajah penuh kemenangan. Ketika dia mencoba berdiri, aku meraih kerahnya.

"Ke, kenapa..." Dia bertanya dengan bingung.

"Rothi...." (Roti...)

"Ini?"

Saat aku mengangguk, Isaac memotong roti menjadi dua.

Aku dengan cepat mengambil roti dan menggigitnya.

TBRADTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang