19 : Rumah Sakit

2.3K 469 17
                                    

Cring~ Gemerincing lonceng di pintu pertanda kehadiran pengunjung.

"Selamat datang di Mantra Coffee."

.

.

.

Pukul 19.30 Dirga datang untuk menggantikan Ajay menunggu Tama yang berada di rumah sakit.

"Lu gpp Dir sendirian?" tanya Ajay.

"Woles, besok gua ga ada kelas kok. Lu balik aja, besok ada kelas pagi kan lu"

Ajay pergi menyisakan Dirga dan Tama di ruang kamar.

"Tam laper ga? gua mau ke kantin nih"

Tama mengangguk.

"Makanan rumah sakit ga enak ya? hahaha" ejek Dirga yang melihat Tama tidak sama sekali menyentuh makanan yang disediakan pihak rumah sakit.

"Yaudah gua keluar dulu ya, terima jadi aja ya mau makan apa" ucap Dirga sambil berjalan keluar kamar.

***

Kamar Tama di rawat memiliki kapasitas untuk 3 orang pasien yang saling tertutup tirai. Kamar Tama terletak di lantai 2 dan dekat dengan jendela yang berada di belakang kasurnya.

"Enak ya banyak yang jenguk" ucap pasien di yang berada di pojok kamar.

"Iya" ucap Tama.

"Saya ga ada yang jenguk" ucap orang itu.

Tama baru sadar jika memang tidak ada orang yang datang menjenguk pasien itu seperti teman-temannya.

"Yang tadi itu pacarnya ya? kok berantem" tanya orang itu.

"Bukan--"

"Cuma teman" ucap Tama dengan mimik wajah bersedih, mengingat apa yang terjadi hari ini.

"Kalo kamu emang suka, pepet terus, jangan kasih kendor"

"Selama janur kuning belum melengkung, pertandingan belum selesai" ucap Pria itu.

"Jangan nyesel kayak saya"

"Emang kamu kenapa?" tanya Tama.

"Saya udah ga bisa ketemu saya orang yang saya suka" jawab pria itu.

"Emang kenapa?" tanya Tama lagi.

"Dia udah nikah sama orang lain" jawab orang itu dengan nada yang lirih.

"Tapi selama dia bahagia, itu udah cukup buat saya" lanjut pria itu.

"Buat apa orang lain bahagia? tapi kita tidak bahagia?" pikir Tama.

***

Sementara itu di perjalanan menuju kantin.

"Aku selalu benci aura rumah sakit" gumam Dirga yang sedang berjalan di lorong yang sepi.

Sepasang bola mata memperhatikan tiap langkahnya. Dirga mempercepat langkahnya.

Ditengah langkahnya Dirga mencium bau anyir yang menyengat. Memang semenjak kejadian Yama, Dirga selalu di ikuti oleh sesuatu.

"Keluar aja" ucap Dirga menantang.

Seorang wanita bergaun hitam berdiri beberapa meter di depan Dirga. Dirga menelan ludah melihat sosok wanita itu.

"Kalo Andis, apa yang bakal dia lakuin?" pikir Dirga.

Dirga mengurungkan niatnya untuk pergi membeli makanan, ia memutar balik tubuhnya. Ketika ia berbalik, sosok hitam besar berdiri tepat di hadapannya, matanya merah melotot ke arah Dirga.

"Gua udah nutup mata batin gua, tapi gara-gara 1 kejadian, gua terpaksa buat buka mata batin gua lagi" ucap Dirga yang bisa melihat dan merasakan kehadiran mereka yang tak kasat mata.

"Lindungi tuanmu, Tumenggung"

Tiba-tiba muncul sosok pria berbadan besar yang mengenakan baju adat jawa, sosok pria itu membawa gada yang besar.

Tumenggung memukul kepala sosok hitam besar yang sedang memelototi tuannya. Makhluk hitam besar itu langsung menghilang setelah di pukul. Kini tersisa sosok wanita bergaun hitam. Wanita itu menghilang di tengah kegelapan.

Dirga merasa lega, ia melanjutkan langkahnya untuk membeli makanan untuk temannya yang mungkin saat ini sudah kelaparan. Saat ia berjalan, terdengar suara bisikan dari balik kegelapan.

"Mau sampai kapan lari dari kami?"

Dirga kaget dan lari sekencang-kencangnya dari lorong sempit itu. Dirga mengambil ponsel genggamnya dan mencoba mengirimkan pesan pada seseorang, di pesan itu tertulis.

"Aku butuh bantuan mu"

Dan Dirga mengirimkan alamat Mantra Coffee.

Setelah itu, Ia membeli nasi goreng untung 2 porsi dan segera kembali ke kamar Tama.

"Mas jangan lewat situ, angker loh" ucap tukang nasi goreng itu.

"Lewat sana saja" sambil menunjuk jalan yang agak terang dan ada beberapa orang yang berjalan lalu-lalang.

Memang jarak tempuh jadi lebih jauh, namun untuk saat ini Dirga yakin bahwa itu adalah jalanan terbaik yang ia bisa lalui saat ini.

"matur nuwun mas" Dirga berjalan melalui jalan rekomendasi dari bapak itu. Dirga berjalan tanpa di ganggu oleh makhluk halus.

***

Sesampainya di kamar Tama, ia melihat Tama yang sedang  duduk dan tersenyum.

"Kenapa lu senyam-senyum sendiri?" tanya Dirga.

"Lu kenapa keringetan?" tanya Tama balik.

"Kaya abis di kejar setan aja" ucap Tama bercanda.

"Yeee, becanda lu ga lucu" balas Dirga.

"Lu ngapain senyum-senyum sendiri? Kangen Aqilla?" goda Dirga.

Tama menggelengkan kepala.

"Habis ngobrol sama pasien yang di pojok"

DEG !!

Dirga tercengang.

"Ngobrol sama siapa?" tanya Dirga.

"Pasien yang di pojok"

"Tam--" Dirga berjalan membuka tirai pertama yang menghubungkan dengan pasien kedua, lalu ia lanjut berjalan dan membuka tirai terakhir, tempat dimana orang yang dari tadi mengajak Tama mengobrol dirawat.

Sreeet !

Tama hanya terdiam.

"Kosong Tam" ucap Dirga.

Tama bangun dan berjalan melihat kasur itu dengan lebih dekat, ia mengecek kolong dan sekitar ruangan dan tidak di temukan sosok orang lain di kamar itu. Sedangkan jika ada pasien yang ingin keluar maka seharusnya mereka akan melewati Tama yang berada disebelah pintu.

Tama dan Dirga berjalan dengan cepat, mereka menuju resepsionis untuk bertanya tentang kamar yang Tama tempati.

Perawat mengatakan bahwa memang benar hanya Tama yang di rawat di kamar itu per hari ini. Perawat juga mengatakan bahwa ada pasien yang baru saja meninggal beberapa hari lalu karena kecelakaan. Dan pasien itu meninggal tepat di kasur ketiga ruang Tama di rawat.

"Tam gua balik aja ya, lu sendiri gpp kan?"

Tama menarik lengan baju Dirga.

"Ah jangan Dir ah"

"Lu ngapa si? biasanya juga bodo amat ama yang kayak gitu" sambil berusaha pergi.

"Dir--Dirgaaaaa"


Mantra Coffee ClassicWhere stories live. Discover now