64 : Agen Ganda

1.8K 395 113
                                    

Cring~ Gemerincing lonceng di pintu pertanda kehadiran pengunjung.

"Selamat datang di Mantra Coffee."

.

.

.

"Sebelum membohongi musuhmu, tentu saja, kau harus mampu membohongi rekanmu terlebih dahulu."

Sesampainya di ruang tahanan, Tara menghipnotis Tirta hingga tak sadarkan diri. Tentu saja ia melakukan hal yang sama pada Septa. Tara memberikan sugesti pada mereka berdua.

"Kalian sudah berada di markas besar peti hitam. Selamat datang."

"Kalian akan aku beritahu setiap seluk beluk gedung ini, cari bukti dan bebaskan beberapa orang yang ditahan, mereka semua adalah orang-orang yang akan dijadikan tumbal kepada setan oleh peti hitam.

"Jika kalian mendengar alarm berbunyi, segera lari. Keluarlah dari tempat ini. Ingat--jauhi pertarungan tak penting, keselamatan kalian adalah prioritas."

"Jika borgol ini terlepas, lu harus bangun," ucapnya pada Septa.

"Dan pukul gua sekeras mungkin--"

"Bangunin Tirta pake air yang berada di belakang lu."

"Dan elu, Tir. Kalo disiram Septa, lu akan tersadar--"

Tara menyelipkan sebuah kunci pada Tirta, kemudian Tara melepas sarung tangan hitam miliknya, ia menyentuh Tirta dan Septa dengan tangan itu.

"Keberuntungan menyertai kalian," ucapnya sambil tersenyum.

"Operasi terakhir, dimulai," Tara melepaskan borgol milik Septa.

Seketika Septa tersadar.

Borgolnya rusak? batin Septa yang merasa borgol miliknya lepas.

Ia tak menyia-nyiakan kesempatan, dengan kekuatan penuh ia memukul Tara hingga terpental dan membentur jeruji besi. Tentu saja, Tara berpura-pura pingsan untuk memberikan waktu kepada mereka berdua.

Seperginya Tirta dan Septa, Tara segera bergegas untuk langsung menjalankan misi rahasianya. Yaitu membunuh ketua peti hitam.

Tok ... tok ... tok

"Masuk," ucap seorang pria dari dalam ruangan.

"Selamat malam, Bos," ucapnya pada pria yang duduk di kursinya. Pria itu berpakaian seperti pendeta berwarna hitam, dengan perawakan rambut agak gondrong dan kedua mata yang terpejam.

 Pria itu berpakaian seperti pendeta berwarna hitam, dengan perawakan rambut agak gondrong dan kedua mata yang terpejam

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Petrus? ada apa?" tanya sang ketua.

"Semua sesuai dengan rencana, Bos," ucap Tara sambil mendekati ketua.

"Mikail--"

"Mikail Sagara, panggil saja namaku," ucapnya.

Tara mengamati burung hantu yang berada di dalam ruangan. Tak seperti ketika ingin membunuh seseorang. Tara tak menyembunyikan pisau belatinya di hadapan Mikail, karena ia buta.

Mantra Coffee ClassicWhere stories live. Discover now