85: Sherlin Natawidya

1.3K 265 21
                                    

Cring~ Gemerincing lonceng di pintu pertanda kehadiran pengunjung.

"Selamat datang di Mantra Coffee."

.

.

.

Minggu pagi ini Tama memulai harinya dengan berada di Malioboro, ia meletakan case gitarnya di depannya secara terbuka. Sambil menyetel gitarnya, seorang gadis kecil duduk di sebuah kursi yang tak jauh dari Tama dan terus memperhatikan Tama.

Tama mulai memainkan gitarnya, menarik beberapa wisatawan lokal maupun wisatawan mancanegara yang sedang menghabiskan waktu di kota Yogyakarta. Tak lama setelah itu, Penjol datang bersama dengan beberapa anak Undercover. Mereka datang dengan membawa alat musik yang beragam, kebanyakan membawa alat musik tradisional. Mereka berbaur dengan Tama membawakan lagu-lagu daerah dari Indonesia.

"Bang, Pen. Anak itu, anggota Undercover juga?" tanya Tama sambil melirik ke arah gadis kecil yang masih duduk di kursi yang berada tak jauh dari mereka. Tama sedikit mengingatnya, ketika berada di markas Undercover, beberapa kali Tama melihat anak itu.

"Namanya, Sherlin," jawab Penjol.

"Dia yatim piatu, ga punya siapa-siapa. Dua bulan yang lalu kakaknya meninggal kecelakaan. Sherlin juga jadi korban, tapi untungnya dia bisa selamat," jelas Penjol. "Semenjak itu, dia ga pernah ngomong sama siapa pun."

Tama menghampiri Sherlin yang sedang duduk sambil menatap anak seusianya yang sedang berlibur bersama orang tuanya, anak itu sedang memegang permen gulali. Tama duduk di sebelah Sherlin sambil memberikan permen gulali yang sama dengan anak yang sedang dilihat oleh Sherlin. Ia memberikan permen itu tanpa berkata apapun, hanya memberikannya saja.

Sherlin pun mengambil permen itu tanpa berkata apa-apa, terimakasih pun tidak. Ia beranjak dari duduknya dan pergi meninggalkan Tama sambil memakan permen yang diberikan Tama. Jujur saja, Sherlin sering mengikuti Tama diam-diam, ia suka dengan suara yang keluar dari gitar milik Tama. Ia pikir Tama tak mengetahui itu, tapi sebaliknya. Tama tahu itu, ia hanya pura-pura tak menyadari keberadaan Sherlin. Karena jika ia menghampiri Sherlin, anak itu akan pergi, entah karena malu atau takut.

Sherlin selalu menerima pemberian Tama atau pun selalu ikut jika Tama ajak makan, tetapi mereka tak berbicara sedikit pun, dan setelah itu, seperti biasa Sherlin akan langsung pergi meninggalkan Tama.

* * *

"Mau ikut? Makan es krim," ajak Tama pada satu siang.

Sherlin tak menjawab, ia juga tak mengangguk. Ia hanya memegang ujung kemeja Tama yang keluar. Itu adalah tanda jika ia ingin ikut.

Tama izin kepada Penjol untuk mengajak Sherlin berkeling kota, dan Penjol mengizinkannya. Ia berharap, Tama bisa membuat Sherlin menjadi ceria seperti dulu. Tama membawa Sherlin ke tempo gelato, ia membelikan Sherlin es krim dan menyuruhnya untuk duduk. Sedangkan Tama sedang menyelesaikan pekerjaannya sebagai desainer mural.

"Wah, anaknya, Mas Tama?" tanya staff wanita yang kemarin datang untuk menawari Tama bermain gitar dipanggung.

"Oh, ini namanya Sherlin." Sepintas, Tama menatap Sherlin yang sedang duduk sambil memakan es krim.

"Dia adikku," jawab Tama, yang membuat sesuatu di dalam dada Sherlin bergejolak.

"Cantik ya, mirip, Mas Tama--ganteng ...," puji si wanita itu.

Tama hanya tersenyum. "Cantik dong," balas Tama sambil melirik ke Sherlin yang mulutnya belepotan es krim. Tama mengambil sapu tangan miliknya dan membersihkan mulut Sherlin.

Mantra Coffee ClassicWhere stories live. Discover now