100 : Back to Back

1.3K 272 77
                                    

Cring~ Gemerincing lonceng di pintu pertanda kehadiran pengunjung.

"Selamat datang di Mantra Coffee."

.

.

.

Dua bulan telah berlalu, Dirga, Ajay dan Tama akhirnya kembali dari KKN nya. Kini mereka harus menyusun laporan dan bersiap untuk mengajukan proposal skripsi. Sementara Andis masih sibuk bercumbu dengan magangnya hingga beberapa bulan ke depan.

"Aman, Dis?" tanya Dirga yang baru saja turun setelah merapikan barang-barangnya.

"Aman," jawab Andis sambil membentuk huruf o dari tangannya.

"One step closer," ucap Ajay yang menyusul turun ke bawah.

"Baru rasanya kemarin kita bebenah ruko kosong ini, ga terasa ya, udah di penghujung kuliah," balas Andis.

"Aqilla gimana, Tam?" tanya Andis sambil menoleh ke arah Tama yang sedang memasak makan siang untuk mereka berempat.

"Besok dia sidang, tinggal beberapa bulan lagi wisuda," jawab Tama.

Pelanggan mantra semakin hari semakin berkurang, bukan karena kualitas yang menurun, tetapi para pelanggan setia mereka seperti Indah, Varah, Mbak Sekar, dan beberapa pelanggan lainnya sudah pergi meninggalkan Jogja. Dan mungkin karena sudah banyak kafe kopi di kota Jogja, sehingga mantra bukan menjadi pilihan mereka yang tinggal jauh dari Maguwo.

Namun, tetap saja Mantra Coffee menjadi pilihan utama untuk mahasiswa dari kampus-kampus seperti Instiper, Atmajaya, UII, UPN, BSI, Amikom dan beberapa mahasiswa UGM. Ya memang tidak begitu sepi namun, tak begitu ramai diisi oleh perbincangan-perbincangan antara crew dan pelanggan seperti yang sudah-sudah.

Tama datang membawa empat piring, di tangannya. Ia meletakkannya di meja yang diisi oleh Dirga, Andis dan Ajay.

"Minta tolong kek, Tam," ucap Andis yang melihat Tama kerepotan.

"Tolong cuci piring sama penggorengan aja," balas Tama.

"Abis makan, jalan-jalan yuk?" ajak Dirga.

"Ga capek lu? Baru aja sampe tadi pagi," jawab Andis.

"Percaya sama gue, abis ini kita bakal sibuk sama kuliah kita masing-masing, ga banyak waktu yang bisa kita pake bareng-bareng lagi, apa lagi buat main."

Mereka bertiga menunduk mendengar kalimat yang keluar dari dukun mantra itu, mungkin Dirga melihat masa depan mereka semua, sehingga memutuskan untuk menghabiskan waktu bersama.

"Kita kan dari kecil udah sama-sama, sampe dewasa pun tetep sama-sama, jangan murunglah! Lulus SMA aja pada ga sesendu ini perasaan. Ini cuma langkah kecil, ninggalin Jogja bukan berarti persahabatan kita ikut tertinggal, kan? Toh kita pulang sama-sama ke Jakarta lagi, bakalan bareng-bareng lagi, paling tempat kerjanya doang beda," ucap Andis.

"Cuma lu doang yang belum tau, Dis ...," timpal Dirga.

"Setelah lulus, Ajay bakalan lanjut S2 ke Inggris."

"Kok cuma gua yang ga tau?" ucap Andis sambil mengerutkan dahi.

"Gua baru dapet kabar beberapa hari yang lalu sih, gua di kasih kesempatan buat dapet beasiswa keluar, dan gua milih destinasi di salah satu kampus ternama di Inggris," jawab Ajay.

Ajay memang anak yang jenius, apa lagi dalam bidang psikologi. Dalam prakteknya kemampuan Ajay sudah melebihi kemampuan manusia pada umumnya. Tentu saja, karena dibantu kemampuan spiritualnya yang tajam.

"Abis lulus, gua juga bakalan menghilang," ucap Dirga.

"Lu tau kan? Gua ga punya rumah, ga sudi gua menginjakkan kaki ke rumah itu lagi."

Mantra Coffee ClassicWo Geschichten leben. Entdecke jetzt