93 : Kerajaan Siluman Kera Putih

1.3K 250 31
                                    

Cring~ Gemerincing lonceng di pintu pertanda kehadiran pengunjung.

"Selamat datang di Mantra Coffee."

.

.

.

"Kau mengancamku? Jambrong," ucap Dirga yang kini mencengkeram lengan Jambrong yang sedang mencengkeram lengan kanannya.

"Hahahahaha." Jambrong tertawa mendengar itu.

"Maafkan kelancangan saya, Tuan." Jambrong melepaskan Dirga. Dirga juga melepaskan cengkeramannya.

"Jadi--apa yang dilakukan orang ini?" tanya Dirga pada Jambrong.

"Tentu saja kesepakatan dengan Jin," ucap Jambrong berbohong. Martawangsa memang kerap menggunakan pesugihan dan memperjual belikan jin pesugihan. Namun, dalam kasus Jambrong, ia adalah seorang pengkhianat yang sedang berbisnis narkotika.

Mendengar itu Dirga melepaskan client Jambrong.

"Kalian memang tidak pernah berubah, selalu saja bajingan, keluarga terkutuk!"

"Jika Tuan Muda tidak mengganggu bisnis saya, saya akan menjaga rahasia keberadaan anda. Bagaimana?" 

"Tidak--"

"Tidak ada bisnis, tidak ada kesepakatan. Semua ucapanku itu, perintah," ucap Dirga.

"Baiklah kalau begitu, saya akan pergi dari sini. Bisa saya bawa, client saya?"

"Jika aku melihatmu lagi, tamat riwayatmu, Jambrong." Dirga pergi meninggalkan Jambrong dan client nya.

Gila, gila, entah kenapa, rasanya berat, batin Dirga. Ketika berada di sekitar Jambrong, hawanya begitu berat. Rasanya seperti ia tak sendirian.

Naluri atau insting adalah suatu pola perilaku dan reaksi terhadap suatu rangsangan tertentu yang tidak dipelajari tetapi telah ada sejak kelahiran suatu makhluk hidup dan diperoleh secara turun-temurun (filogenetik). Dalam psikoanalisis, naluri dianggap sebagai tenaga psikis bawah sadar yang dibagi atas naluri kehidupan dan naluri kematian.

Dan dalam kasus Jambrong, Dirga merasakan insting kematian nya memberontak dan menyuruhnya untuk menjauh dari Jambrong.

"Jika kamu menemukan musuh yang lebih kuat, pilihanmu hanya dua. Lari atau mati."

Dirga mengingat kembali ucapan Ayahnya saat mendidiknya menjadi mesin pembunuh. Dengan tangan gemetar ia mengambil ponselnya dan berusaha menghubungi Frinza.

Frinza mengangkat telpon dari Dirga. "Halo." 

"Nelpon siapa?" ucap seseorang yang berada di belakang Dirga. Seketika itu pula, tubuh Dirga menjadi tegang, perlahan ia menoleh ke arah belakang.

"Nelpon siapa?" ucapnya lagi pada Dirga.

"Jambrong!"

Jambrong tak langsung pergi, diam-diam dia mengikuti Dirga dari belakang.

"Moshi, moshi," ucap Frinza dari dalam telpon.

Dor! Dor! Dor!

Tiga buah tembakan terdengar jelas di telinga Frinza. Wajahnya pucat, hanya ada satu alasan mengapa Dirga menghubunginya. Di tambah suara tembakan, membuatnya semakin yakin, bahwa Dirga bertemu dengan Jambrong.

"Ada apa, Frinza," panggil seorang pria tampan dengan suara yang agak berat, tetapi terdengar sangat gentleman. Ia menatap wajah Frinza yang kaku tanpa ekspresi ceria yang selalu ia sematkan dalam setiap candaannya.

"Hari ini gua terbang ke Jogja, gua pastiin bakalan balik bawa mayat Jambrong," ucap Frinza dengan tatapan membunuh yang sangat mengerikan.

"Hari ini gua terbang ke Jogja, gua pastiin bakalan balik bawa mayat Jambrong," ucap Frinza dengan tatapan membunuh yang sangat mengerikan

Rất tiếc! Hình ảnh này không tuân theo hướng dẫn nội dung. Để tiếp tục đăng tải, vui lòng xóa hoặc tải lên một hình ảnh khác.
Mantra Coffee ClassicNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ