95 : Kemarahan Sang Kakak

1.3K 266 45
                                    

Cring~ Gemerincing lonceng di pintu pertanda kehadiran pengunjung.

"Selamat datang di Mantra Coffee."

.

.

.

"Bajilak!" gerutu Jambrong yang terpojok.

Ia ingat betul, ketika hendak membunuh Dirga karena menelpon seseorang yang sepertinya berkaitan dengan keluarga Martawangsa. Sosok pria berjaket kimono biru datang dengan menggunakan topeng Bapang. Sontak dirinya menembak bapang sebanyak tiga kali namun, karena tak memperhatikan Tumenggung, sosok Tumenggung berhasil kabur dari Jambrong. Tentu saja hal ini membuat Jambrong kalang kabut, ia melampiaskan kemarahannya pada Bapang, sebagai seorang mantan Dasamuka ia memutuskan untuk menggunakan topoeng Sabrang. Melihat Bapang yang terpojok karena kemampuan Sabrang yang dapat meniru kemampuan topeng lain, Dirga menolong Bayu dan membawanya pergi untuk mundur sejenak.

Di kala itu, Dirga mengajak Bayu untuk bekerjasama, mengingat dendam Bayu pada keluarga Martawangsa. Dirga meyakinkan Bayu, bahwa ia tak bisa menang jika sendirian, mengingat Jambrong adalah seorang Dasamuka. Tentu saja, Bayu menolak, tetapi Dirga memberikannya sebuah pin khusus yang berfungsi sebagai akses masuk ke dalam Martawangsa Corp. Dan kesepakatan di antara mereka tercipta, gencatan senjata sementara.

"Batara Kala!" Jambrong meneriakkan nama siluman kera raksasa yang sedang bertarung dengan Geni.

Batara kala menyeringai, "kita tunda dulu peratungan kita," ucapnya pada Andis dan Geni, sambil pergi dengan teleportasi menuju Jambrong.

Seketika itu mata Andis yang berwarna hitam dengan bola mata berwarna putih, kembali menjadi normal. Cambuk api yang ia genggam, perlahan menghilang beriringan dengan kembalinya warna bola mata Andis.

Andis kehabisan energi, ia terjatuh, tapi Ajay menopangnya.

"Tenang, ada Mang Jago di sini," ucap Ajay.

"Bajigur! Padahal ga ngapa-ngapain aja lu," balas Andis sambil tertawa.

"Sengaja, biar bisa nolongin yang kesusahan di akhir," timpal Ajay lagi sambil tertawa.

Sementara Andis dan Ajay beristirahat, sosok Batara Kala merasuki tubuh Jambrong. Rambut Jambrong berubah warna menjadi putih pekat, tubuhnya membesar, bulu-bulu putih muncul di sekujur tubuhnya, ia memiliki ekor seperti kera. Wujudnya berubah, seperti Emil ketika berubah menjadi Cindaku.

Bayangkan saja jika Emil adalah seorang Martawangsa, ia bertarung dengan wujud Cindaku yang dilapisi Bapang, misalnya.

Aura yang sangat mengerikan, membuat duo Martawangsa muda yang berada tepat di hadapannya menjadi gemetar. Bentrokan antara atma dan ilmu hitam yang membuat badai aura di sekelilingnya.

Keputusan yang tepat, bekerjasama dengan, Dirga, batin Bayu yang tak bisa berhenti gemetar.

"Wah wah wah, ngeri," ucap seorang wanita yang datang menggendong Tama yang tak sadarkan diri.

"Tama!" teriak Dirga.

"Tama? Oh, namanya, Tama ya," ucap wanita itu.

"Devira Gardamewa, sedang apa kau di sini?" ucap Jambrong dengan suara berat yang berbeda dengan suara aslinya.

Gardamewa? Salah satu keluarga agung, batin Dirga.

"Wah wah wah, santai dong, cuma lagi jalan-jalan dan ga sengaja ketemu jodoh," sambil melirik Tama.

"Lepasin--" belum sempat Dirga selesai dengan kata-katanya, Jambrong melepaskan pukulan di pinggang kirinya, tepat seperti ketika Dirga memukulnya.

"Mulai detik ini, jangan fokus ke mana-mana," ucap Jambrong.

"Uuuugh," pekik Dirga yang terpental hingga membentur dinding.

Bayu sontak terkejut, ia tahu bahwa Dirga tak lemah, tetapi monyet gondrong ini berhasil menghempaskan Dirga dengan sekali pukul.

"Ga ada waktu mikirin orang lain kan?" ucap Jambrong yang sekarang berada di samping Bayu. Tentu saja Bayu langsung bersiap untuk menangkis serangan Jambrong, tetapi kali ini Jambrong memainkan kakinya, ia menendang lengan kanan Bayu yang berusaha menangis.

Krak

Bayu terpental seperti halnya Dirga namun, tampaknya tangan kanannya patah akibat tendangan barusan.

"Dalam kondisi ini, udah waktunya kalian semua berdoa." Jambrong menyeringai melihat lawan-lawannya yang hampir hancur.

Namun, tiba-tiba Jambrong terdiam. Aura di sekitar pabrik berubah secara drastis, baik Jambrong mau 'pun Devira merasakan sesuatu yang mengerikan datang. Mereka berdua menoleh ke arah ruangan yang berada tepat di sebelah ruangan Jambrong.

Trang

Kaca-kaca dan lampu yang berada di sana pecah bersamaan dengan langkah kaki seorang pria yang berjalan ke arah jambrong dari ruangan sebelah.

"K--kau bagaimana bisa?" ucap Jambrong agak gemetar.

"Rupanya benar-benar, bajingan itu yang menelpon mu kan? Frinza!" lanjut Jambrong.

"Siapa yang kau maksud bajingan? Apakah dia, Adik ku?" tanya Frinza.

Tenang, dengan wujud seperti ini bahkan, Frinza ga akan bisa berkutik, batin Jambrong.

Frinza menoleh ke arah Devira, wanita itu bukan wanita sembarangan. Kehadirannya tak terdeteksi oleh atma milik Frinza.

Siapa orang ini? Dia berbahaya, batin Frinza.

Jambrong menyeringai. Ia melihat kecerobohan Frinza yang sedang tak memperhatikannya.

Dirga dan si topeng yang satunya memang bisa dijadikan mainan, tetapi tidak dengan orang ini. Pertama-tama aku harus segera membunuhnya. Jambrong melesat dengan kemampuan Tumenggung yang ia tiru dan bersiap dengan kuku-kuku Bapang yang tajam untuk membunuh Frinza.

"Kesalahan mu itu--" Belum selesai Jambrong bicara, Frinza menangkapnya dengan mencengkeram topeng miliknya. Ia melakukan itu tanpa menoleh ke arah Jambrong dan masih menatap wanita yang menurutnya sepuluh kali lebih berbahaya.

Frinza menarik paksa topeng itu, hingga wajah Jambrong yang menjadi kera putih terlihat. Ia menarik rambut Jambrong, "ya, kesalahan mu itu, yang pertama--" Frinza menarik rambutnya dan menghantamkan wajah Jambrong pada dengkulnya. "Mengkhianati, Martawangsa."

"Kedua, membunuh anggota Dasamuka." Frinza membenturkan wajah Jambrong lagi ke dengkulnya.

"Ketiga, lupa caranya hormat pada keluarga utama." Frinza memukul wajah Jambrong.

"Terakhir, menyakiti adik kecilku." Frinza melepaskan pukulan terkuatnya ke ulu hati Jambrong.

"Braja!" Frinza juga bisa menggunakan teknik braja, ia mengubah elemen atma menjadi elemen listrik dan menyalurkannya melalui tinjunya.

Seketika itu, Batara Kala keluar dari tubuh Jambrong karena terserang atma. Melihat ada makhluk yang keluar dari tubuh Jambrong, Frinza mengangkat tangan kanannya seakan memegang sesuatu dan mengayunkannya seperti mengayun cambuk.

"Cemeti gledek!" Frinza merubah atma menjadi listrik, tetapi kali ini tidak melalui tubuhnya, melainkan langsung merubahnya tanpa perantara. Ia melesatkan atma listrik berbentuk cambuk itu pada Batara Kala. Mendapat luka dari atma, Batara Kala menghilang, ia memilih mundur karena takut. Meninggalkan Jambrong yang tak berdaya.

Ketika menoleh ke arah wanita itu lagi, ia tak ada di tempatnya berdiri, Devira telah pergi. Tak lama setelah Jambrong berhasil dilumpuhkan, polisi yang dipanggil oleh Ajay datang untuk mengamankan barang-barang haram itu. Sementara Abet dilarikan ke rumah sakit karena mendapatkan luka yang cukup fatal, yang lain hanya mendapat luka ringan. Tenang saja, Tama masih ada, ia tak dibawa oleh Devira yang menghilang entah ke mana. Bayu, ia juga menghilang dengan membawa pin khusus yang menjadi koneksi Martawangsa Corp.

Setelah Jambrong diserahkan ke pihak berwajib, tak lama setelah itu banyak anggota bandar yang juga diringkus. Tentang wanita yang bernama Devira Gardamewa itu, tak ada data apapun tentang orang itu, seakan ia hilang ditelan bumi. Dengan tertangkapnya Jambrong dan para bandar, kasus ini ditutup.



Mantra Coffee ClassicWhere stories live. Discover now