78 : Sebuah Fatamorgana

1.7K 347 30
                                    

Cring~ Gemerincing lonceng di pintu pertanda kehadiran pengunjung.

"Selamat datang di Mantra Coffee."

.

.

.

Sunday morning, ya pasar pagi sunmor yang selalu hadir menemani minggu pagi para pecinta jajan ini, selalu menyajikan banyak kebutuhan dengan harga yang terjangkau. Dari mulai kuliner, perabotan rumah, fashion, dan masih banyak lagi.

Pagi ini, Andis berkeliaran di sana untuk berolahraga. Ya meskipun niat utamanya adalah melirik para wanita cantik, untuk kesehatan rohaninya.

"Sayang banget nih, kalo ke sini sendirian," ucapnya yang agak kesal pada anak mantra, karena mereka selalu menolak ajakan Andis untuk berolahraga di sunmor, apa lagi Tama, ia benci keramaian.

Andis biasanya selalu menikmati jajanan kecil untuk mengganjal rasa laparnya, pagi ini ia mencari sempol ayam. Andis menemukan sebuah stan yang menjual makanan itu. Dengan segera, ia pergi ke sana.

"Bu, sempol ayam e siji," ucap Andis berbarengan dengan seorang gadis berambut sepanjang pundak, lengkap dengan lesung pipinya yang menambah kesan manis. Mereka saling bertatapan.

"Andis?" tanya gadis itu.

"Sarah?" balas Andis.

Sarah adalah teman satu sekolah Andis ketika ia duduk di bangku SMA. Namun, ketika kelas dua, Sarah harus pindah sekolah karena pekerjaan orang tuanya. Semenjak itu, mereka tak pernah bertemu.

"Lu ngapain?" tanya Sarah.

"Beli sempol," jawab Andis.

"Yaaaaa, maksud gue, lu ngapain di Jogja?"

"Kuliah, dan lu--ngapain di Jogja?" tanya Andis balik.

"Gue kan, emang pindah ke Jogja, dan nerusin sekolah di sini," jawab Sarah.

"Sama, siapa aja di Jogja? Ada temen-temen lain?" tanya Sarah.

"Dirga, Ajay--"

Andis melirik ke syal berwarna biru yang Sarah kenakan di lehernya.

"Tama," lanjut Andis.

Sarah tiba-tiba saja tersenyum, sambil matanya sendu menatap ke arah aspal jalan. "Tama ... ya."

"Tama--sehat?" tanya Sarah.

"Em, sehat," jawab Andis yang menjadi canggung.

"Dia, udah bisa main gitar?"

"Tama udah jago main gitarnya," jawab Andis yang mencoba mengembalikan suasana.

"Dia ... udah punya banyak temen?" tanya Sarah lagi.

"Udah kok."

"Syukur deh," balas Sarah sambil tersenyum puas mendengar jawaban Andis.

"Syal itu--" Andis menghentikan ucapannya sejenak.

"Udah lama, ya--ga lihat syal biru itu."

"Oh iya." Sarah mengambil sesuatu di tas kecil yang ia pakai, ia mengambil dua lembar kertas.

"Dateng ya," ucap Sarah sambil memberikan dua buah tiket konser.

"Konser apa nih, Sar?" tanya Andis heran.

"Gue mau solo piano."

"Wah! Serius? Gokil lo, Sar," puji Andis yang ikut bangga atas prestasi Sarah.

"Satu lagi--"

"Buat, Tama ya," sambung Sarah sambil tersenyum malu.

Tama, ya? Apa gua bilang aja ya, kalo sekarang, Tama udah punya pacar. Tapi--

Mantra Coffee ClassicWhere stories live. Discover now