BAGIAN 11

110 9 0
                                    

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.



Sejak kepulangan NIDA tadi, Devan tak henti hentinya berteriak tak jelas meminta bi Murti dan orang rumah lainnya untuk selalu menjaga Nida. Tentu saja Devan murka ketika ia baru saja sampai di rumah dan disaat itu Nida datang bersama Aldi. Devan yang semula mengira Aldi lah si pelaku yang membuat Nida terluka langsung marah marah tak jelas pada Aldi. Namun pada akhirnya, Devan mengerti dan meminta Nida untuk segera beristirahat.

"Saya sudah bilang! Jaga Nida! Kalau sore hari dia belum sampai rumah, segera cari!" Devan lagi lagi meneriaki kalimat yang sama, seisi rumah ia bentak tak jelas.

"Maaf tuan, tadi sore saya sudah menelpon si non, tapi tidak diangkat." Pak Dusun memberanikan diri untuk bersuara meski kepalanya tertunduk.

Devan mendelik, saat ini ia hanya kalut dan khawatir pada kondisi putrinya itu. Tidak lebih dari sebuah rasa takut kehilangan. "Lalu kamu membiarkannya begitu saja?!"

"Ayah, Nida luka karena ulah Nida sendiri." Nida yang sedang diobati oleh BI Murti pun angkat bicara. Tentu saja Nida tak terima jika seisi rumah disalahkan hanya karena ulahnya. Terkadang Nida jengah dengan sikap ayahnya yang terlalu berlebihan.

Devan menatap putrinya kasihan, bagaimana tidak kasihan saat melihat Nida memiliki memar merah di pelipisnya. Dan selain kasihan, Devan juga murka melihat anaknya terluka seperti ini.

"Tapi kamu sudah berjanji pada ayah Nida, kalau kamu tidak akan terluka!"

Nida memutar bola matanya malas, bibirnya berdecak kesal. "Ayolah ayah. Gak ada perkelahian yang gak menimbulkan luka. Coba ayah pilih, apa lebih baik Nida terluka fisik atau hati? Kalau ayah marah marah kaya gini, lama lama Nida bisa takut sama ayah." Nida menyilangkan kedua lengannya di dada.

Devan tertegun mendengar tutur kata yang Nida ucapkan.

"Udah ya, ayah ganteng. Nanti kalau marah marah terus ayah ceper tua." Nida segera menggoda Devan, sang ayah untuk meredam emosi ayahnya itu. Nida tahu betul kelemahan Devan saat sedang marah seperti ini. Dan  ini lah yang harus Nida lakukan, bersikap manja pada Devan.

Nida berjalan mendekati Devan dan segera menggelayuti lengan Devan, tak lupa ia juga  menyandarkan kepalanya pada lengan Devan. Mendapati tingkah Nida yang seperti ini membuat Devan menghembuskan nafasnya pelan, amarahnya mulai redup seiring dengan usapan lembut Nida pada lengannya.

"Ayah jangan marah marah terus, muka ayah udah keliatan tua." Kalimat itu terlontar dengan tak berdosa, Nida hanya tersenyum kikuk setelah mengucapkan kalimat itu.

"Ayah kamu memang sudah tua." Ketus Devan menatap wajah putrinya dengan tajam.

Nida dibuat cengengesan sendiri, tapi hatinya bersyukur karena ayah nya tak lagi tersulut emosi.

"Sudah istirahat sana. BI, bawa Nida." Titah Devan telak, membuat Nida dengan segera memanyunkan bibirnya.

****

NIDA ( END )Where stories live. Discover now