BAGIAN 43

63 4 0
                                    

Sedari malam Aluna terus merengek seperti bocah, meminta Aldi untuk terus berada disampingnya sepanjang hari. Hal itu membuat Aldi tidak memiliki kesempatan untuk menepati janjinya pada Nida. Bahkan untuk sekedar menghubungi saja selalu Aluna halangi.

Aldi sebenarnya tidak mengetahui, apa alasan Aluna menahannya dan melarangnya pergi keluar.

Saat ini Aluna tengah tertidur pulas dengan menjadikan paha Aldi sebagai bantalan. Dan Aldi dengan lembut mengusap kepala Aluna, membuat Aluna merasakan kenyamanan hingga ia bisa tidur dengan nyenyak.

"Kamu kenapa sih Lun? Kamu berubah semenjak cuci darah kemarin, ada yang kamu sembunyiin dari Abang? Kamu biasanya gak semanja ini, jangan buat Abang takut Lun." Ujar Aldi sambil terus mengusap kepala Aluna yang berada dipangkuannya.

Aldi selalu berjanji pada dirinya dan Aluna, bahwa ia akan selalu menjaga Aluna apapun keadaannya. Aldi sudah menyayangi Aluna layaknya adik kandung sendiri, dan sebaliknya, Aluna pun sangat menyayangi Aldi layaknya kakak kandungnya.

Suara langkah kaki dari arah belakang Aldi membuat Aldi segera menegakan tubuhnya, berusaha menoleh kebelakang.

"Gemes banget sih anak bunda," Celoteh Laras sambil ikut mendudukkan tubuhnya disamping Aldi.

Aldi tersenyum merekah, "Abang sayang Luna Bun," Ujar Aldi.

Laras paham, ia tahu sejauh mana Aldi menyayangi dan menjaga Aluna. Laras sering menyebut Aldi sebagai laki laki sejati, karena Aldi yang benar benar menepati janjinya untuk selalu menjaga Aluna dan menyayangi Aluna.

"Bunda tau itu. Hmm... nyaman banget kayanya adik kamu itu bang," Tangan Laras perlahan ikut mengusap kepala Aluna dengan lembut.

"Seharian ini dia aneh Bun, Abang gak tau dia kenapa, tapi Abang jadi takut kehilangan dia." Kepala Aldi tertunduk menatap Lamat wajah adiknya itu.

Laras sendiri menjauhkan tangannya dari kepala Aluna, tangan Laras kini beralih ke bahu Aldi, memberi usapan pada bahu Aldi.

"Sesayang apapun kita sama manusia, tuhan pasti lebih sayang sama dia. Suatu saat kepergian itu akan terjadi, dan disaat itu kita pasti akan berpikir, tuhan tidak adil, atau tuhan jahat karena sudah mengambil orang yang kita sayang. Tapi, menurut tuhan ini jauh lebih baik, daripada dia menderita dan terus menahan sakit. Semua yang terjadi didunia ini akan selalu adil." Kata kata Laras membuat Aldi tak kuasa membendung lagi air matanya.

Rasa takut kehilangan membuatnya lemah dan rapuh, pertahanannya goyah. Lelaki juga bisa menangis seperti ini, dan itu tidak salah.
Bukan masalah jika kita menangis, hanya untuk sesekali saja. Setelah itu, bangkit dan mulai berjalan lagi.

"Sekarang pindahin Luna ke kamar nya bang, bunda mau masak makanan kesukaan dia." Laras kemudian beranjak menuju dapur.

Aldi dengan segera mengangkat tubuh Aluna, menggendongnya menuju kamar adiknya itu. Setelah meletakan Aluna di kasur dan membenarkan posisi tubuh Aluna, Aldi langsung turun kebawah.

Setelah sampai di lantai bawah, Aldi segera berjalan menuju meja tempat dimana handphone nya berada. Satu panggilan tak terjawab dan dua pesan dari Nida langsung menjadi pusat perhatian Aldi saat ia menyalakan layar ponselnya. Dengan cekatan Aldi segera menelfon balik Nida.

Hanya terdengar suara sambungan, kemudian suara operator. Telfon Aldi tidak Nida angkat sama sekali. Dengan cepat Aldi membuka pesan WhatsApp dari Nida.


Bu bos Nida

Al, jadi ke RS kan?
08.12

Gue udh dirumh, klo mau kesini aja.
08.54

NIDA ( END )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang