BAGIAN 40

65 6 5
                                    

Nida menatap wajah ayahnya yang sedang tertidur pulas. Wajah ayahnya itu nampak pucat dan sudah mulai memiliki garis garis halus. Nida benci melihat Devan seperti ini, Nida benci dengan pikirannya yang terus memikirkan bahwa suatu saat nanti Devan akan meninggalkannya. Setelah pertemuannya dengan Fatih kemarin, kondisi Devan menurun dan dokter menyarankan agar Devan 'tidur' untuk waktu yang cukup lama agar tubuhnya dapat bekerja dengan normal kembali.

Sudah empat hari Nida terus menemani Devan dirumah sakit, dan selama itu pula Nida tidak pergi ke sekolah. Saat ini yang Nida pentingkan adalah kondisi ayahnya, ia bahkan seperti lupa menjaga kesehatan dirinya sendiri.

"Ayah, kalau Nida ingin bahagia, apa Nida harus mengorbankan apa yang Nida punya sekarang?" Nida mulai mencurahkan isi hatinya meski ia tahu Devan mana mungkin mendengarnya.

"Ayah, kenapa Nida harus ketemu sama orang itu?"

"Ayah, apa kali ini Nida akan berhasil? Apa Nida akan bahagia?"

"Tapi ayah, apapun itu, apapun yang terjadi nanti, Nida harap ayah ada disamping Nida. Nida juga berharap ayah punya waktu lebih banyak lagi buat Nida,... Nida pengen banget ngabisin waktu berdua sama ayah."

Telah banyak cara yang Dino lakukan agar Nida mau beristirahat, bahkan untuk makan sedikitpun Dino harus ekstra membujuk Nida. Dino tahu, Nida sangat menyayangi ayahnya, sebab bagaimanapun juga Nida telah hidup dan besar hanya dengan seorang ayah.

Seperti saat ini, Dino sudah meminta Nida untuk pulang ke rumahnya dan kembali bersekolah.

"Pulang ya? Om anter." Ujar Dino sembari mengusap puncak kepala Nida.

Hanya gelengan kepala yang Dino dapatkan.

Helaan nafas terdengar begitu jelas.

"Besok kamu harus sekolah, jangan membantah. Pulang atau om gak akan izinin kamu buat jenguk ayah kamu lagi." Ayolah, lama kelamaan Dino juga geram sendiri.

Mata Nida memicing menatap pamannya.

"Kenapa sih? Kenapa om pengen banget Nida pergi ninggalin ayah?"  Nida menatap Dino dengan tajam.

"Karena kamu belum mandi selama 4 hari." Ucap Dino tenang.

Mendengar itu membuat Nida langsung memalingkan wajahnya, menatap Dino tak percaya.

Reaksi Nida langsung membuat Dino senang. Nida terlihat kikuk saat mendengar ucapan Dino barusan. Tentu saja Nida malu, dia merutuki dirinya sendiri. Bagaimana bisa dia tahan dengan tidak mandi selama 4 hari? Apa badannya tidak lengket? Detik itu juga Nida langsung merasa jijik dengan dirinya.

Terlanjur kesal dan malu, Nida langsung menepuk jidatnya dan segera meminta Dino untuk mengantarnya.

***

"Abang, Luna boleh nanya gak?" Tanya Aluna sambil berjalan mendekati Aldi yang sedang sibuk mencatat tugasnya.

Aldi melirik kepada Aluna sekilas, lalu berdehem sebagai tanda bahwa Aluna dapat bertanya apapun.

"Tapi... Nanti deh, tunggu Abang selesai ngerjain tugasnya." Tanpa menunggu jawaban dari Aldi, Aluna memilih berjalan kearah ranjang dan merebahkan tubuhnya disana.

Helaan nafas terdengar dari mulut Aluna, matanya terpejam rapat. Aluna sedang merasakan lebih dalam ketakutannya. Setelah pertemuannya dengan Nida dirumah sakit beberapa hari lalu kemarin membuat Aluna sangat ketakutan, apalagi saat Aluna  tahu kalau Nida itu adalah kekasih dari kakaknya.

NIDA ( END )Where stories live. Discover now