⭕Kejujuran⭕

187 27 0
                                    

  Buat kalian yang bingung kenapa gue yang nyelamatin Zeze waktu pingsan di lapangan dulu. Jadi begini, waktu itu gue harus lihat-lihat dulu sekolah baru gue. Saat gue mau balik ke arah gerbang, gue nggak sengaja tuh liat cewek tepar di tanah campur tai kucing itu.

  Karena gue ini anak yang baik hati, langsung aja lari ke arah, tuh, cewek. Gue juga bingung, sekolah yang besar gini, tapi muridnya nggak ada yang lewat. Buktinya saat itu cewek pingsan, gue nggak liat siapa-siapa, palingan cuma semut yang lagi ngangkat barang doang yang lewat.

  Tanpa basa-basi gue ngeliatin dulu wajahnya. Tanpa pikir panjang, gue langsung mengangkat tubuh Zeze. Jujur aja tubuh Zeze itu ringan banget, kalau nggak pingsan waktu itu kemungkinan gue bakal ngelempar dia ke atas kek main bola. Sesampainya di UKS, gue meletakkan Zeze di atas brankar mayat. Gue ambil tuh minyak kayu putih, lalu gue masukin ke salah satu lubang hidungnya. Biasanya kalau di kasih begitu langsung sadar bukan? Nah, kalau Zeze ini susah amat buat menyadarinya.

  Sampai-sampai, gue melepas kaos kaki buat Zeze sadar. Tapi, tetap aja nggak bangun-bangun. Karena capek, gue manggil salah satu siswi yang lewat buat nyuruh panggilkan petugas PMR. Tapi dianya malah seperti meintrugasi gitu. Ya, sih, gue itu ganteng. Terus dianya mengangguk sambil mengedipkan salah satu matanya ke arah gue. Bukannya senang, gue malah bergidik jijik, dasar cewek ganjen.

  Selama menunggu, mata gue nggak kuat lagi mau tidur segera. Tanpa disadari, gue itu tertidur mimpi lagi kawin sama Zeze, gue juga nggak nyadar kenapa gue bisa tertidur di tempat begituan. Nah, tangan gue itu 'kan gue letakkan di atas perut Zeze menuruti adegan di sinetron biasanya gitu, terus tangannya seperti gerak-gerak gitu makanya gue langsung bangun. Ternyata benar, dianya sudah sadar sambil menatap gue seperti terpesona. Dianya langsung nuduh-nuduh gue. Akibat kesal, gue mau balik ke rumah.

  Tapi dianya mau jatuh saat mau berdiri, namun, tatapan gue itu berlabuh di tanda lahir di leher Zeze. Kenapa? Sebab tanda lahir itu sudah gue ketahui waktu main perosotan dulu, saat gue mau pastiin, malah di dorong tubuh gue.

  Okey skip, waktu mau pulang dia malah tepuk pundak gue sambil ngenalin diri. Sebentar gue liatin tangan dia, takutnya ntar dia ngasih pelet lagi. Tapi dia langsung nyebutin namanya.  Langsung terdiam gue, padahal gue udah tau juga.

***

  "Ze, itu masukkin yang itu, jangan lupa juga di masukin dalam tas!"

  Ribet amat, sih, dari tadi nyuruh-nyuruh melulu. Sebel Hayati. Coba kalian berada di posisi gue, barang sendiri aja belum di beresin. Lah ini barang orang duluan yang diberesin, dari tadi gue manyun-manyun aja seperti orang gagal nikah. Gue duduk di atas batang kayu sambil ngeliatin Reval yang keringatnya mulai bercucuran. Sedangkan Meli, dianya malah asyik nonton kami doang. Pengen tak hiiii.

  "Reval, minum dulu." Meli menyodorkan air mineral buat Reval, lah buat gue mana?

  "Buat gue, mana?" Gue menyodorkan telapak tangan.

  "Em ...itu ...anu ..."

  "ANAK-ANAK CEPAT BERESIN BARANGNYA. SEBENTAR LAGI KITA AKAN PULANG, PASTIKAN BARANG-BARANG KALIAN TIDAK ADA YANG KETINGGALAN!" ucap pak Gendut berteriak koar-koar kek toa. Jika kalian mengira Pak Gendut itu badannya gede, maka kalian salah besar. Emang dari zigotnya sudah nama Gendut itu di utarakan oleh orang tua Pak Gendut.

  Gue melirik barang gue yang masih amburadul, melihatnya hanya bisa melek-melek bebek. "Woi, bantuin gue dong!" ucap gue ke mereka berlima.

  "Barang gue aja masih belum selesai beresinnya," ucap Willi berdusta.

  "Sama gu-gue juga," timpal Vino terbata-bata, bilang aja nggak mau bantu gue, ngomong gitu doang susah amat.

  "Gue ...anu ...iya ...itu sampah cemilan gue belum di beresin." Pandu lari terbirit-birit. Gue melirik Reval yang lagi menggaruk lehernya, cuma dia aja yang barangnya sudah beres sama Meli.

  "Nah, bantu gue lo!"

  "Nganu, gue mau minum dulu." Saat dia mau pergi, gue langsung narik ujung jaketnya, ini mah alasan basi namanya.

  "Nggak ada tapi-tapian!"

  "Ck! Iya, gue bantuin lo."

  "Nah, gitu dong," ucap gue sambil menyenggol lengannya. Tapi Meli menatap gue seperti tidak suka gitu. Apa jangan-jangan dia cemburu? Cemburu artinya cinta bukan?

***

  "Val."

  "Apaan?"

  "Coba liat gue dulu." Kebiasaan, kalau orang ngomong pandangannya malah ke lain.

  "Iya, ini gue liatin lo, apaan emangnya? Awas aja lo kagak penting!"

  "Sans aja kali." Gue mendekati Reval yang lagi melipat tenda buruk itu.

  "Meli suka sama lo?"

  Akhirnya, pertanyaan ini dapat gue tanyakan langsung ke orangnya. Gue nanya begini buat memastikannya doang, bukannya menjawab, Reval mengangkat salah satu alisnya.

  "Kata siapa?"

  Eh? jadi ini anak nggak tau toh kalau Meli itu naksir ke dia. Kenapa gue ngomong begini? Karena yang dari gue lihat gerak-gerik Meli itu seperti tidak mau lepas begitu dari Reval. Contohnya, seperti gue.

  "Ya, bukan dari  siapa-siapa, sih. Gue cuma nebak doang. Tapi, lo naksir berat ,ya, sama Meli?" Pertanyaan macam apa ini, terlihat bodoh kali, ketahuan banget bukan gue itu suka sama dia.

  "Kalau iya, emangnya kenapa?"

  Tuh 'kan ini namanya senjata makan tuan. Kenapa juga gue nanyain yang beginian tadi, liat sekarang, hati gue kena tumbuk sarangheyo oppa lagi.

  "Kenapa lo nggak nembak dia?" tanya gue mengorek-orek sampai ke ubun-ubun.

  "Kepo."

  Yee, orang serius nanya malah dikatain kepo. Ah, sudahlah gue nggak papa kok, kalau jodoh itu tidak kemana-mana. "Gue suka sama lo."

  Anjir! Lakban mana lakban? Nih mulut kenapa jadi asal nyambar aja tanpa di asah dulu. Reval memandang gue nggak berkedip. Yakin, nih, wajah gue merah padam.

  "Candaan lo nggak lucu bego." Reval mencubit pipi gue layaknya pikacu orange.

T B C

Peka Dikit Dong!  [End]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang