crusher : 07

8.9K 1.8K 272
                                    

Padahal cuaca hari ini lagi cerah banget dan udah dipastikan kalau nanti siang udara bakal panas. Tapi Arin nggak punya pilihan lain selain makai jaket buat nutupin tangan sekaligus lengannya yang penuh luka.

Well, ada satu hal yang belum kalian ketahui dari Arin. Puluhan goresan di lengannya, salah satu contohnya. Dan tadi malam, Arin nggak bisa nahan hasratnya buat nggak ngelakuin hal itu lagi, silet yang dua minggu terakhir udah nggak dia gunain, akhirnya bisa berguna lagi.

Kepala Arin kerasa pusing karena semalaman dia cuma habisin waktu tidurnya buat nangis. Alhasil, selama pelajaran Arin nggak bisa fokus, sesekali nyandarin kepalanya di atas lipatan tangan. Arin cuma berharap nggak ada tugas apapun hari ini.

Dan pas jam istirahat tiba, seisi kelas mulai berhamburan keluar. Ini adalah bagian yang Arin suka, dimana dia bisa sendirian di kelas, tenang, dan istirahatin badan sekaligus pikirannya yang kacau. Tiga cowok itu juga pergi dari kelas.

Samar-samar, Arin liat seseorang masuk dari pintu depan. Mereka berdua saling berbalas senyum, sebelum Arin buka suara duluan. "Lo udah sembuh?"

Jungwon duduk tepat di sampingnya. "Udah." Neliti penampilan Arin dari atas sampai bawah. "Lo gantian sakit sekarang? Muka lo pucet banget. Demam?"

Arin ketawa kecil, raih tangan Jungwon buat ditempelin di dahinya. "Panas nggak?"

Jungwon menimbang sebentar. "Anget. Lo pusing?"

Kepalanya mengangguk tanpa ragu. "Iya, semalem gue begadang."

Jungwon hela napasnya berat. Dia selalu nggak suka sama kebiasaan buruk Arin yang satu ini. "Tugas lagi? Kan udah gue bilang kurangin begadang, pikirin kesehatan lo. Lama-lama lo jadi makin kurus, tau nggak?"

"Emang kenapa kalo gue kurus? Ngga ada yang peduli juga." Jawab Arin acuh, matanya semakin berat dan panas. "Gue pinjem bahu lo dong, buat tiduran."

Jungwon sejujurnya khawatir banget sama keadaan Arin sekarang. Bukan kali pertama Arin keliatan capek begini, untungnya Jungwon selalu ada di samping Arin pas cewek itu lagi butuh begini. Akhirnya, Jungwon deketin posisi duduknya, ngebiarin Arin bersandar disana.

"Nggak mau ke ruang kesehatan aja?"

Dengan mata yang terpejam, Arin gelengin kepalanya. "Nggak sanggup jalan, disini aja."

Mereka hening beberapa lama. Jungwon ngasih Arin waktu buat beristirahat. Dan Arin sendiri sibuk sama kecamuk pikiran yang malah bikin hidungnya perih karena mendadak jadi mau nangis.

"Won," Panggil Arin pelan.

"Apa?"

Arin narik napas dalam, berusaha ngeluarin suara yang tegar dan nggak bergetar. "Kalo tiba-tiba gue ilang, gue titip Mama ya."

Jungwon nggak bisa bersuara barang sedikit. Napasnya juga mendadak tertahan di pangkal tenggorokan. Kalimat Arin barusan kedengeran jelas dan sukses bikin badan Jungwon kerasa kaku.

"Lo ngomong apaan sih?" Nada marahnya nggak bisa disembunyiin.

Pertahanan yang Arin jaga daritadi hancur. Air matanya keluar meski nggak disertai isakan. Dadanya bener-bener sesak, untuk kesekian kalinya Arin nyerah sama kehidupannya. "Gue capek." Lirihnya.

Mendadak dilanda bingung, Jungwon nggak tau harus berbuat apa karena Arin nggak pernah begini sebelumnya. "Tenang, jangan mikir yang aneh-aneh. Ada gue yang bisa lo jadiin tempat cerita." Tapi dia masih berusaha nenangin Arin.

Mereka larut dalam kegiatan masing-masing. Ara yang terus nangis tanpa suara dan Jungwon yang berusaha ngasih ketenangan sekaligus kenyamanan buat Arin.

Crusher [SUDAH TERBIT]Where stories live. Discover now