7

362 39 0
                                    

"Masa? Terus, lo tadi pelukan sama siapa?" tanya Billy tanpa menatap adiknya.

Lamunan Brizan seketika terputus, dan menatap kakaknya penuh. "Lo tahu?"

Bibir Billy terbuka hendak menjawab, tapi suara ponsel Brizan menginterupsi. 

Tring!

Brizan mengambil ponsel, membaca pesan singkat yang membuatnya mengernyit tak suka.

"Ada sesuatu?" tanya Billy melihat ekspresi adiknya seketika berubah.

Brizan mengembuskan napas. "Masalah kerjaan." Dia berdiri lantas berjalan menuju kamarnya di lantai dua.

Selepas kepergian Brizan, Anne mendekati anak pertamanya. "Kamu lihat Brizan sama cewek? Beda sama cewek yang sebelumnya?"

Billy menatap mamanya. Di pikirannya terbayang kejadian tadi, saat melihat Brizan bersama seseorang. "Beda, Ma."

"Ya ampun, tuh anak! Mau sampai kapan?" Anne geleng-geleng. "Kamu sendiri gimana? Udah ada pasangan? Mama pengen cucu, Bil."

Pembahasan soal "cucu" membuat Billy langsung menghindar. "Minta aja ke Birzy. Kayaknya dia udah nemu cewek yang pas." Setelah itu dia keluar dari dapur.

Anne mengurut pelipis. Memiliki tiga anak dengan kelakukan yang berbeda-beda kadang membuatnya pusing. Billy terlalu serius hingga melupakan mencari pendamping. Brizan terlalu main-main dan tidak mau serius. Hanya Birzy yang sedikit bisa diandalkan meski lelaki itu sangat dingin.

***

"Kok gue semalem bisa salah tingkah, sih?"

"Pasti karena patah hati otak gue jadi agak gesrek. Gue yakin itu."

Gadis dengan rambut acak-acakan itu berjalan mondar-mandir di kamar. Dia sedang memikirkan apa yang telah terjadi semalam. Dia memberenggut dan bertolak pinggang. "Aneh kalau gue tiba-tiba aja nurut ke Brizan. Yakin pasti otak gue semalem gesrek!"

Rachel menghentikan langkah, lalu berjongkok sambil kedua tangannya mengacak rambut. Dia menggeleng tegas berusaha mengenyahkan kejadian semalam terlebih ciuman itu.

"WTF! Kenapa gue semalem mau-mau aja dicium?"

Cekrek!

Gadis dengan kimono handuk keluar dari kamar. Dia tersentak melihat sahabatnya berjongkok dengan rambut menjuntai ke depan. "Ya ampun, Hel! Gue kira kuntilanak!"

Rachel mendongak. Dia semakin cemberut menyadari Meda menyamakan dirinya dengan hantu wanita yang sangat terkenal itu. "Mana ada kuntilanak cantik kayak gue?"

Meda mendengus. Dia berdiri di depan lemari dan memilih baju kantorannya. "Mending lo ngaca. Belek lo masih ada!"

Refleks Rachel menyentuh sudut mata. Bibirnya kembali mengerucut menyadari Meda hanya mengerjainya. "Memed!"

"Apaan, sih, Hel? Racel!" balas Meda sambil berjalan ke kamar mandi.

Rachel bangkit dari posisinya, berganti duduk di depan meja rias. Dia menatap pantulan di cermin. Wajah putih dengan lingkar hitam di mata dan rambut yang mirip rambut singa. "Kok gue jelek banget, ya?" gumamnya sambil menyentuh pipinya.

Tidak ingin terlalu ngenes karena menatap wajahnya, Rachel kembali menunduk. Tanpa diminta kejadian di konser jazz menyeruak. Kedua tangannya mengacak rambut dengan frustrasi. "Kenapa gue jadi inget itu terus? Kampret!"

Meda yang baru selesai ganti bantu mengernyit melihat sahabatnya yang tampak frustrasi. Dia mendekat lalu kedua tangannya meremas lengan Rachel. "Ada kejadian buruk?"

The ConquerorWhere stories live. Discover now