29

208 27 2
                                    

"Kalian ngapain di sini?"

Billy memperhatikan Rachel dan Brizan yang berdampingan. Bahkan sempat melihat dua orang itu berpelukan. Bukan sejenis pelukan biasa, tapi pelukan erat seolah meluapkan kerinduan masing-masing.

"Rachel tiba-tiba nangis. Pengen pulang katanya," kata Brizan beralasan. Dia mundur selangkah, meski sebenarnya enggan berjauhan dengan Rachel.

Mendengar itu Rachel sedikit lega. Dia sempat kebingungan mencari alasan. Dia lalu memilih mendekat dan menggandeng Billy. "Balik yuk, Kak!"

Tatapan Billy tertuju ke adiknya yang mengalihkan pandang. Dia jadi curiga ada hubungan spesial antara Brizan dan Rachel.

"Kak. Ayo balik!" ajak Rachel seraya menarik Billy menjauh.

"Ya udah, ayo." Billy mencoba menghilangkan rasa curiganya. Dia menurut saat Rachel menariknya menuju mobil.

Brizan menatap Rachel yang masuk ke mobil Billy. Dia melangkah hendak menarik gadis itu, tapi seperti ada yang menahan. Dia hanya menatap, tapi Rachel tidak menoleh ke arahnya. "Hel...."

Selepas kepergian Billy dan Rachel, Meda keluar. Dia mendekati Brizan dengan mata berkaca-kaca. "Lo niat ngerebut Rachel dari Kak Billy, Kak?"

Brizan menoleh, melihat wajah Meda yang cukup berantakan oleh air mata. Dia menghela napas panjang lalu menggeleng pelan. "Enggak!"

"Terus, apa? Gue lihat lo meluk Rachel."

Disudutkan seperti itu membuat Brizan emosi. Dia memilih menjauh daripada meladeni Meda. "Lo bareng gue atau enggak?"

Sontak Meda beranjak dan mengejar Brizan. Sampai di mobil, gadis itu kembali menatap Brizan. "Mereka saling mencintai, Kak. Apa lo tega rebut Rachel?"

Kedua tangan Brizan mencengkeram kemudi. Entah dia terlalu percaya diri atau apa, dia merasa jika Rachel memiliki perasaan untuknya. "Udahlah, Med. Jangan bahas itu."

Kali ini Meda memilih keras kepala. "Gue nggak mau lo sakit hati juga," jelasnya. Dia menatap depan dengan kedua tangan terlipat di depan dada. "Gue juga mikirin hubungan kakak adik kalian. Pasti bakal tegang kalau kalian sama-sama rebutin Rachel."

Itu yang juga gue pikirin, batin Brizan. Dia memilih tidak menggubris, memilih fokus dengan jalanan di depannya.

"Gue selalu ada di samping lo, Kak. Biarin gue yang mencintai lo, lo cuma perlu di samping gue," lanjut Meda dengan air mata menetes.

Hati Brizan tersentuh oleh ketulusan Meda. Tangannya terangkat menggenggam tangan Meda dengan erat. "Makasih, Med lo perhatian banget." Andai hati bisa diatur sesuka hati pasti Brizan akan memilih Meda. Namun, hatinya berkata lain, dia mencintai Rachel.

***

Dua orang sahabat itu berbaring berdampingan. Mata mereka sama-sama terpejam, tapi bukan terlelap. Sesekali mereka saling lirik, seperti ingin mengucapkan sesuatu tapi bingung harus memulai bagaimana. Malam ini mereka merasakan sesuatu yang aneh, di mana suasana canggung terus menemani.

Rachel yang tidak betah langsung terududuk. Dia memperhatikan Meda yang berbaring. Dia menyentuh lengan Meda dan mengguncangnya pelan. "Gue tahu lo belum tidur, Med."

Perlahan mata Meda terbuka. Dia menghela napas melihat Rachel menatapnya tajam. Gadis pecinta pink itu segera duduk bersandar di kepala ranjang. "Ada yang mau lo omongin?"

"Lo ngerasanya gimana?" Rachel membuang muka.

"Ada yang perlu diomongin."

Rachel memutar tubuh hingga duduk berhadapan dengan Meda. Dia terus menatap sahabatnya sambil membatin. Dia yang disukai Brizan.

The ConquerorWhere stories live. Discover now