51

186 19 0
                                    

"Mungkin ini balasan atas kesalahan papa ke mama. Mungkin juga bentar lagi papa bakal ninggalin kalian."

"Papa!" Rachel menjerit. Dia memeluk dan menyandarkan pipinya di dada sang papa. Meski dia marah karena papanya pernah meninggalkannya, tapi dia tetap ketakutan. Bagaimanapun ayah adalah cinta pertama anak perempuannya. Meski hati Rachel dipatahkan oleh cinta yang seharusnya menjadi cinta pertamanya itu.

Berbeda dengan Rachel yang menangis, Raka terlihat mengeraskan rahang. Dia tidak mungkin ikut menangis. Tenggorokannya sekarang tercekat. Namun, dia berusaha mati-matian agar terlihat biasa saja.

"Kenapa papa ngomong gitu?" Rachel mengangkat wajah, melihat air mata papanya yang turun membasahi pipi.

Rifat mengembuskan napas pelan. Baru kali ini dia menangis di depan anaknya. Sebelumnya dia selalu bersikap angkuh. Bahkan di saat kematian istrinya, dia tidak datang. Dia membiarkan anaknya bersedih sendirian. Kemudian sekarang dia merasakan kesedihan itu sendirian. Awalnya dia mencoba bertahan, tapi benar-benar tidak bisa.

"Papa...." Rachel mengguncang puncak papanya kala tidak kunjung merespons.

"Jangan ngomong aneh-aneh." Raka berucap datar. Setelah itu dia berjalan keluar dengan kedua tangan terkepal.

Rachel menatap abangnya yang memilih pergi. Dia yakin, Raka sebenarnya kaget dengan kondisi sekarang. Namun, lelaki itu memilih tidak menunjukkan.

"Hel...." Rifat memegang tangan anaknya. Dia hendak bangkit dan mengejar Raka, tapi Rachel menahannya.

"Kak Raka butuh waktu sendiri." Rachel mencoba tersenyum sambil menepuk pundak papanya.

Rifat memejamkan mata sejenak, dengan sendirinya air matanya turun. Setelah itu dia tersenyum. "Maafin papa."

"Kenapa lo bisa ke sini, Kak!" Teriakan itu tiba-tiba terdengar.

Rachel dan Rifat saling pandang. "Apa jangan-jangan tante datang?" Rachel seketika bangkit. "Rachel keluar bentar, Pa."

"Hel!" Rifat hendak menarik tangan Rachel tapi anaknya itu lebih dulu pergi. Dia mengusap wajah, tahu siapa yang datang. Dia merasa pasti akan ada kekacauan.

Saat sampai di luar, Rachel mendapati Raka berdiri berhadapan dengan Billy. Satu alis Rachel tertarik ke atas, bingung dengan kehadiran Billy. Dia ke tempat papanya bahkan tidak memberi tahu Brizan. Namun, bagaimana Billy tahu?

"Bisa jelasin kenapa bisa di sini?" Raka menatap Billy dengan tatapan tajam. Dia sangat menghormati Billy, tapi sekarang dia lepas kendali.

Billy menatap Raka dan Rachel bergantian. Dia tidak menyangka bertemu dengan dua orang itu. "Om hubungin gue."

"Om?" Rachel mengernyit bingung. Dia tidak pernah bercerita ke Billy tentang keluarganya. "Kok Kak Billy kenal? Ada kerjaan bareng?"

Raka menatap Billy penuh selidik. Papanya hampir tidak memiliki teman dekat. Namun, malam ini aneh karena Billy datang dan sepertinya papanya itu yang meminta. "Kenapa diem aja, Kak? Ada sesuatu yang disembunyiin?"

Billy mengusap wajah, tampak bingung. "Sebenernya gue udah kenal sama om tiga tahun lalu."

"Jadi, Kakak tahu dia papaku?" Rachel langsung menyela.

Raka bergerak mundur lalu mengusap lengan adiknya menenangkan. "Atau sebelumnya Kak Billy nggak tahu?"

"Tahu. Papa kalian yang cerita." Billy memilih menjawab jujur. "Waktu gue ketemu sama lo, gue tahu kalau lo anak Om Rifat." Dia menatap Rachel.

Rachel menggeleng, tidak habis pikir. "Tapi, kenapa Kak Billy nggak cerita?"

"Gue bakal cerita kalau waktunya tepat." Billy mengucapkan itu dengan ragu. "Meski akhirnya, emang nggak ada waktu yang tepat."

The ConquerorWhere stories live. Discover now