23

202 32 0
                                    

"Gue tahu kalau lo cemburu. Lo suka Rachel?" tanya Meda mendesak.

Tangan Brizan mengambil pasir dan melemparnya ke depan. Dia tidak tahu apa sedang cemburu atau tidak. "Coba lo jadi gue, udah janji sama seseorang tapi dia pergi sama yang lain," jawabnya. "Kesel, kan? Sakit kan, Med?"

Meda menatap Brizan. "Nggak ada apa-apanya."

Sontak Brizan menoleh, memperhatikan gadis yang menatap ke depan itu. Tidak lama dia melihat sebulir air mata turun membasahi pipi Meda. "Kok nangis?"

Perlahan Meda menoleh. Dia mengusap sudut matanya setelah itu memaksakan senyuman meski sebenarnya percuma.

"Lo coba jadi gue. Suka sama seseorang, tapi seseorang itu suka sama sahabat gue."

Entah kenapa perumpamaan itu menohok hati Brizan. Bukannya percaya diri, dia hanya merasakan apa yang dirasakan.

"Kenapa nggak jawab?" tanya Meda kala Brizan hanya menatap tanpa ekspresi.

Brizan mengalihkan pandang ke laut lepas. Dia menarik napas lalu mengembuskan napas panjang.  Tidak tahu harus berbicara apa.

"Lo ngerasa, kan, kalau seseorang yang gue maksud itu elo?" tanya Meda cepat. Sebenarnya dia tidak berani mengungkapkan. Namun, rasa sakit setiap Brizan membahas Rachel membuatnya tidak kuat lagi menahan. Meda sadar jika setelah ini hubungannya dengan Brizan pasti akan berbeda.

"Med, sorry," kata Brizan sambil mengusap punggung Meda.

Usapan itu membuat tangis Meda semakin pecah. Selama bersahabat dengan Rachel, dia tidak pernah merasakan cinta serumit ini. Meda menyukai Brizan, Brizan menyukai Rachel dan Rachel menyukai Billy. Sebelumnya lelaki yang ada didekat Rachel tidak pernah Meda suka dan menyukainya balik. "Setelah tahu perasaan gue apa yang bakal lo lakuin?"

Jika dulu Brizan akan langsung menjadikan pacar, berbeda dengan sekarang. Dia tidak lagi bisa membohongi seorang wanita. Terlebih dia tak bisa membohongi perasaannya sendiri. "Gue nggak bisa, Med," jawabnya dengan kepala tertunduk.

"Lo beneran suka Rachel?" Meda menatap dengan senyum sedih.

Brizan menggeleng, tak lama dia mengangguk lalu menggeleng lagi. Kedua tangannya mengacak rambut. Rasa sesak itu kembali menghampiri. "Gue nggak tahu."

Meda tersenyum kecut. Orang yang tidak pernah jatuh cinta saja pasti tahu jika Brizan memiliki perasaan sayang ke Rachel. Meda memperhatikan Brizan dengan rahang mengeras. "Lo bukannya nggak tahu. Tapi, belum bisa berdamai sama hati lo," ungkapnya. "Lo sebenarnya tahu. Gue yakin itu!"

"Berdamai?" tanya Brizan tidak mengerti.

"Coba turunin ego lo dan dengerin kata hati lo. Gue yakin lo suka sama Rachel." Setelah mengucapkan itu Meda berlari menjauh. Air matanya menetes membasahi pipi. Dadanya sesak. Wanita mana yang tidak patah hati saat lelaki yang disukai menyukai wanita lain?

Meda kembali ke kamar hotel. Dia menarik koper dan memasukkan baju-bajunya. Dia harus pulang sekarang juga. Tidak ada alasan dia berlama-lama di Bali. Dia tidak siap melihat Brizan yang terus menatap Rachel, tidak akan bisa.

***

Hari Senin telah datang, waktu orang-orang kembali dengan kesibukan masing-masing. Rachel tidak begitu bersemangat karena tubuhnya terasa kaku pasca liburan. Bahkan mood-nya juga ikut buruk. Dia keluar kamar mandi sambil berjalan lemas. "Lo mau berangkat sekarang, Med?" tanyanya melihat sahabatnya telah rapi dengan tas selempang di pundak.

Meda menoleh sekilas setelah itu kembali menatap cermin. Melihat Rachel membuat hatinya kembali sakit. Sejak semalam dia memang mendiamkan Rachel. Dia memilih pura-pura tidur saat Rachel pulang. "Gue berangkat dulu, ya," pamitnya lalu keluar kamar tanpa menatap sahabatnya.

The ConquerorWhere stories live. Discover now