24

215 29 1
                                    

Sedewasapun seorang anak, bagi seorang ibu anak tetaplah kesayangannya. Tetaplah anak kecilnya yang perlu dijaga. Itu yang selalu Anne alami, meski tiga anaknya telah memasuki usia kepala tiga, baginya tiga anaknya masih bocah kecil kesayangannya.

Malam ini sedikit berbeda di rumah megah Anne, tiga anaknya berkumpul di sofa sambil menonton film. Sejak tadi wanita itu tidak begitu fokus, lebih ertarik dengan komentar Brizan, anak keduanya yang tidak bisa berhenti berkomentar saat menonton.

"Bisa diem nggak sih, Kak? Kayak komentator bola aja ngomong terus!" Birzy mengusap telinganya yang terasa panas.

"Efeknya keren, Bri!" Brizan masih saja sibuk mengomentari.

"Norak!"

Billy yang melihat perdebatan kedua adiknya itu geleng-geleng.

"Kalian ini selalu aja berantem. Kayaknya cuma Kak Billy yang jarang berantem," kata Anne sambil melirik anak pertamanya yang duduk di sofa sebelahnya.

Brizan mendongak menatap kakak dan mamanya bergantian. "Kak Billy paling tua, wajar dong selalu ngalah," jawabnya sedikit sewot.

"Ya enggak. Emang dasar lo aja, yang nggak bisa ngalah," timpal Birzy.

Disudutkan seperti itu Brizan angkat tangan. Dia kembali menonton film dan berganti mengunyah kacang atom agar bibirnya tidak terus mengomentari. "Ma. Nggak bikin jus melon?" tanyanya merasa tenggorokannya mulai kering.

"Halo!" Suara dari Billy menginterupsi.

Tiga orang di ruang itu seketika menoleh ke pria berkaus putih yang menjauh sambil mengangkat telepon.

"Ma. Nggak bikin jus melon?" Brizan kembali mengulang pertanyannya.

Anne mengalihkan pandang ke anak keduanya. "Iya mama buatin." Anne tak langsung berdiri, justru menatap kedua anaknya bergantian. "Kakak sekarang lagi deket sama siapa selain sama Rachel?"

Birzy menghela napas panjang. "Kan, tadi udah dibahas, Ma."

"Ya mama masih penasaran." Setelah mengucapkan itu Anne ke dapur untuk membuat jus melon. Dia melihat anak pertamanya duduk di kursi makan sambil bertelepon. Anne tersenyum melihat wajah sumringah anaknya. "Teleponan sama siapa, Bang?"

"Suara mama, Hel. Tanya gue lagi teleponan sama siapa," jawab Billy sambil memperhatikan mamanya yang mengiris melon.

"Gue kira suara cewek."

Senyum Billy mengembang. Entah kenapa berharap Rachel cemburu. "Emang kenapa kalau gue sama cewek lain?"

Terdengar embusan napas di sana, "Ya nggak apa-apa, sih."

"Yakin nggak cemburu?"

Anne dan Billy saling pandang dengan senyum jail. Baru pertama kali ini Anne mendengar anaknya menggoda seorang wanita.

"Ngapain cemburu, Kak? Kalau hati lo buat gue, ngapain harus cemburu?"

Pernyataan itu membuat Billy seketika bungkam. Andai Rachel ada di depannya pasti bisa melihat ekspresi gadis itu. "Cukup pintar," pujinya.

"Iya, dong. Gini-gini gue pinter meski dikit."

"Hahaha! Ada-ada aja sih, Hel."

Anne menuang jus melon ke empat gelas sambil memperhatikan Billy. Tak lama, lelaki itu memilih memutuskan sambungan. "Kok udahan teleponnya?"

Billy memperhatikan mamanya. "Mama ngeliatin mulu."

Senyum Anne mengembang lalu menyodorkan segelas melon ke Billy. "Mama seneng ada cewek yang bikin kamu senyum-senyum kayak gitu," jawabnya. "Kamu beneran serius sama Rachel?"

The ConquerorHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin