22

218 32 0
                                    

Bagi sebagian orang sunset identik dengan romantis. Langit yang berubah orange dan matahari yang seolah tenggelam ke laut merupakan permandangan yang tidak bisa diragukan lagi keindahannya. Rachel termasuk gadis yang suka dengan sunset. Terlebih jika menikmatinya bersama orang yang spesial, seperti sekarang.

"Mau foto?"

Rachel mengalihkan pandang. Dia memperhatikan lelaki berkemeja putih dengan kacamata hitam itu. Rambut rapi lelaki itu bergerak oleh terpaan angin. Entah kenapa Rachel terpana melihatnya.

"Malah ngelamun?" Billy menggerakkan tangan di depan wajah Rachel. Tak lama gadis itu tersadar dan mengalihkan pandang dengan senyum malu-malu. "Mau gue foto?" Billy mengulang pertanyaannya.

"Mau. Kita ke jembatan, ya."

Tadi siang Rachel diajak berlibur dadakan ke Bali oleh Billy. Selama beberapa jam di Bali, Billy sangat memanjakan Rachel. Mulai dari memilih tempat hotel yang langsung menghadap ke pantai, makan di restoran ternama, membeli beberapa aksesoris, bahkan selalu mementingkan kenyamanan Rachel.

"Ini pertama kalinya gue ke sini." Rachel mulai bercerita. Dia membenarkan topi pantainya, lalu menghadap ke kamera Billy. Senyumnya mengembang saat sadar lelaki itu telah membidiknya beberapa kali.

"Gue juga," jawab Billy.

Mereka menghentikan langkah di sebuah jembatan kayu yang menghubungkan restoran. Mereka menunduk, melihat air yang berwarna orange karena sinar matahari.

"Setelah ini kita ke mana?" tanya Rachel setelah beberapa menit diam.

Billy yang masih terpana dengan keindahan sekitar tidak langsung menjawab. Setelah mengedarkan pandang barulah dia menatap Rachel. "Laper? Suka seafood nggak?"

"Gue pemakan segala, Kak. Makan daging oke, makan sayur juga oke."

Tangan Billy terangkat mengusap pundak Rachel. "Baru pertama ini ketemu cewek yang nggak sok diet-dietan."

Rachel mengusap perut. Dulu dia sangat malu karena tubuh kurusnya, tapi sekarang sadar bahwa itu adalah kenikmatan. Makan banyak tapi tetap kurus nikmat mana yang kau dustakan?

"Boleh, tapi setelah gelap, ya," pinta Rachel sambil menghadap ke matahari yang hampir tenggelam sepenuhnya.

Billy memperhatikan Rachel dan membidikkan kamera. Setelah puas mengambil foto, Billy bergeser mendekat. Tangan besarnya bergerak ke tangan Rachel, menggenggam tangan mungil itu dengan erat.

Sepersekian detik Rachel tidak bisa bernapas, terlalu kaget dengan remasan pelan di tangan. Dia melirik lelaki yang menatapnya dengan senyum segaris itu. "Kok natapnya kayak gitu?"

Billy menatap laut lepas sambil sesekali melirik Rachel. "Nyaman sama gue nggak, Hel?"

Dia mau nembak? batin Rachel bingung. Dia menunduk, memperhatikan kakinya yang tertutup sendal dengan tali mengikat di kaki. "Nyamanlah, Kak."

"Apa yang bikin lo nyaman ke gue?"

"Emm...." Rachel menatap Billy sepenuhnya. Mereka berhadapan dan bergandengan di jembatan. "Kak Billy itu selalu mentingin gue. Contoh kecilnya, selalu tanya gue nyaman nggak di kafe ini, selalu kayak gitu."

Billy senang dengan niat baiknya yang diartikan perhatian oleh Rachel. Dia maju selangkah hingga hidungnya hampir bersentuhan dengan Rachel. "Sebelumnya gue nggak pernah ngerasa nyaman secepet ini."

"Terus?"

Billy menunduk, menarik napas panjang sebelum menjelaskan semuanya. "Gue orangnya nggak bisa bikin suasana ramai. Gue orangnya selalu nyimpulin seseorang di pertemuan pertama. Kalau pertemuan pertama udah nggak asyik, pasti gue ngerasa nggak nyaman. Gue kayak gitu."

The ConquerorWhere stories live. Discover now