15

294 34 1
                                    

Brizan duduk berdampingan dengan Meda. Sejak sepuluh menit yang lalu dia merasa jengah karena Meda terang-terangan menatapnya. Brizan mengubah posisinya lalu berdeham. Berhadap Meda mengalihkan pandang. "Ehem."

Meda segera mengalihkan pandang, sesuai harapan Brizan. Dia menunduk malu karena ketahuan terlalu lama menatap. Mau bagaimana lagi, dia sangat kagum dengan wajah tampan Brizan. Meski kata Rachel, Brizan playboy tapi dia tidak peduli. Menurutnya Brizan pernah menolongnya dan membuatnya kagum.

Tring! Tiba-tiba terdengar suara pintu lift.

Brizan mengalihkan pandang. Dia melihat Rachel keluar sambil senyum-senyum tak jelas. Dia seketika berdiri.

Rachel belum menyadari keberadaan Brizan. Hingga hampir menabrak lelaki itu. "Ya ampun!" Dia menjerit kaget sambil bergerak mundur.

"Baru balik?" Brizan memperhatikan ekspresi Rachel yang masih terlihat kaget itu. Sebelum akhirnya, senyum itu kembali muncul. Tangan besarnya terangkat, mengusap wajah Rachel yang sedikit berkeringat. "Lo habis ngapain kok keringetan gini?"

Melihat Brizan dan Rachel saling berhadapan, Meda memilih masuk. "Ayo masuk! Buatin Brizan minum, Hel!"

Kepala Rachel bergerak, mengintip ke sumber suara. Dia lalu kembali menatap Brizan. "Lo udah lama di sini? Mau minum apa?"

Brizan menggeleng. "Nggak terlalu lama," ujarnya sambil merangkul Rachel mengajak masuk. Setelah itu dia membimbing ke sofa. "Makasih tawarannya. Tapi, gue nggak haus."

"Syukur, deh. Gue jadi nggak repot bikin," canda Rachel sambil menyandarkan punggungnya yang mulai terasa pegal. Matanya tertutup, tubuhnya mulai relaks. Tak lama dia tersenyum ingat dengan jalan-jalan singkat bersama Billy.

Diam-diam, Brizan memperhatikan Rachel yang memejamkan mata sambil tersenyum. Dia mencondongkan tubuh lalu menggigit hidung Rachel dengan gemas.

"Aw!" Rachel seketika membuka mata lalu mengusap hidungnya yang terasa sakit. Dia melotot ke Brizan. "Ngapain sih lo gigit-gigit?" teriaknya membuat Meda yang di dalam kamar mendengar.

Meda bersandar di balik pintu. Sebenarnya dia penasaran apa yang terjadi di luar, tapi dia sangsi jika mengintip. Karena itu dia memilih menguping. Memang ini tidak benar, tapi ingin tahu apa yang dilakukan Rachel saat bersama Brizan.

Brizan terkekeh, mengusap poni Rachel hingga berantakan. "Habisnya lo merem sambil senyum-senyum. Mikir jorok, ya?"

Rachel menggeleng tegas. "Lo kali yang hobi mikir jorok. Gue mah enggak," jawabnya. Kadang-kadang doang sih.

"Gimana tadi jalan-jalan sama kakak gue? Pasti nggak seseru jalan sama gue, kan?" tanya Brizan percaya diri.

Sontak Rachel menegakkan tubuh. Kedua tangannya menyentuh pundak Brizan dan mengguncangnya pelan. "Tadi gue diajak main panahan. Seru banget!"

Satu alis Brizan terangkat, heran karena Billy mengajak bermain seperti itu. Sebagai adik, dia tahu apa yang dilakukan kakaknya saat kencan yang tidak jauh-jauh dari toko buku, membicarakan bisnis dan obrolan berat lainnya. "Kok tumben? Lo nggak diajak ke toko buku? Lo pasti maksa kakak gue, kan?"

Mendengar itu Rachel merasa lebih spesial daripada wanita lainnya. Dia menangkup kedua tangan di depan dada. "Tadi sih nonton, terus jalan-jalan. Eh ujungnya gue main panahan. Diajarin pula!" jawabnya dengan senyum lebar. "Bukan gue yang maksa. Dia yang inisiatif sendiri. Spesial, kan?"

Brizan menyandarkan tubuh, merasa kakaknya sedikit berbeda karena cepat akrab dengan Rachel. "Tapi lebih jago gue, Hel. Diantara Kak Billy sama Birzy, gue yang paling jago. Gue juga lebih seru dari mereka."

The ConquerorOnde histórias criam vida. Descubra agora