40

239 25 0
                                    

"I love you?"

Suara wanita itu membuat Rachel dan Brizan saling melepaskan diri. Brizan menghela napas karena lupa menutup pintu, hingga wanita itu bisa masuk dan mendengar pernyataan cintanya barusan.

Anne menatap Rachel dan Brizan bergantian. Dia lantas mendekat dan duduk di hadapan dua orang itu. "Brizan bisa jelasin ke mama?"

"Tante, maaf." Rachel membuka suara. Dia hendak beranjak, tapi Brizan menahan tangannya. Dia melotot meminta Brizan melepaskan itu, tapi lelaki itu hanya menggerakan dagu. Rachel lalu menatap Anne takut-takut.

Tatapan Anne tertuju ke Rachel. Dia tidak percaya dengan apa yang dilihat. Rachel berpelukan dengan Brizan, padahal gadis itu pacar dengan Billy. "Kalian main belakang?"

Brizan menggeleng tegas. Dia beranjak dan bersimpuh di samping mamanya lalu meremas tangan yang mulai keriput itu. "Bukan gitu, Ma. Sebenernya Rachel sama Brizan saling mencintai."

Anne menutup mulut, tidak menyangka jika terjadi cinta rumit antara anak pertamanya dan anak kedua. "Terus, Kak Billy tahu?"

"Tahu, kemarin." Brizan menjawab dengan lega.

Anne tidak bisa berkata-kata. Dia lalu menatap Rachel yang menunduk ketakutan itu. "Kalau kamu cinta siapa, Rachel?"

Rachel mengangkat wajah sambil meremas kedua tangan. "Brizan, Tan."

"Tapi, kenapa deketin Kak Billy?"

Pertanyaan itu tidak mampu Rachel jawab. Jika, dia menceritakan misi anehnya, jelas Tante Anne akan memarahinya. Rachel semakin menunduk, sadar dengan kesalahannya.

"Jangan gitu, Ma. Rachel nggak salah." Brizan membela Rachel. Dia mengusap punggung tangan mamanya menenangkan. "Rachel emang deket sama Kak Billy, tapi sebelum itu Rachel deket sama Brizan, Ma."

"Ini terlalu mengagetkan buat Mama." Anne menyentuh dada yang terasa nyeri.

"Ma!" Brizan terlihat panik melihat mamanya yang mulai kesulitan bernapas.

Sontak Rachel beranjak, ingat riwayat jantung yang dialami Anne. Dia mengambil air putih lalu mengulurkannya. "Ini, Tan. Maaf Rachel bikin Tante kaget."

Anne menerima air mineral itu dan menyeruputnya pelan. Dia terdiam, menormalkan napasnya yang masih memburu. Setelah cukup tenang, dia menatap dua anak muda di depannya itu. "Mama nggak bisa nyalahin kalian, apalagi kalian sama-sama cinta," jelasnya. "Mama cuma nggak mau persaudaraan Brizan sama Kak Billy jadi kacau karena ini."

"Brizan udah selesaiin semuanya, Ma." Brizan menatap mamanya yang masih terlihat khawatir itu.

"Syukurlah." Anne menunduk lalu memeluk Brizan dan Rachel.

Tiga orang itu berpelukan. Rachel sangat lega karena Anne tidak memarahinya. Dia tidak bisa membayangkan jika mama Brizan bukan Anne, mungkin sekarang sudah marah-marah.

Diam-diam Brizan tersenyum. Tangannya bergerak ke kepala Rachel dan mengusapnya dengan sayang.

***

Pukul sepuluh malam, Meda masih di sekitaran kantor. Pulang adalah tujuan terakhirnya. Dia masih terbayang percakapannya dengan Billy beberapa jam yang lalu. Enggan Meda akui jika dirinya cukup jahat terhadap Rachel. Bagaimanapun yang namanya cinta tidak bisa ditebak kapan datangnya.

Meda beranjak saat kakinya mulai digigiti nyamuk. Dia berjalan keluar dari taman mini kantor menuju trotoar. Jalanan cukup lenggang, membuatnya semakin tenang. Dia berjalan ke arah berlawanan dari arah apartemen. "Hel. Gue pengen ngalah, tapi hati gue nggak bisa."

Sambil berjalan Meda ingat dengan momen bahagianya bersama Rachel. Saat mereka sama-sama OSPEK, saat lembur karena tugas dosen, saat liburan bersama, lalu saat gebetan incaran mereka jadian dengan orang lain dan mereka sama-sama patah hati. Semua momen itu terus berputar layaknya kaset rusak.

The ConquerorWhere stories live. Discover now