44

193 28 2
                                    

"Aku sama Rachel mau nginep sini, Ma." Brizan langsung mengutarakan niatnya.

Anne seketika menutup tabloid di pangkuan dan berdiri. Dia menatap Rachel yang tersenyum kaku dalam rangkulan Brizan. Sedangkan anaknya terlihat santai seperti biasa. "Apa kamu bilang?"

"Tante...." Rachel langsung menyela. Dia membungkuk, bergerak mundur hingga rangkulan Brizan terlepas. Setelah itu dia kembali menatap Anne. "Saya cuma mampir, Tan."

"Enggak!" sela Brizan. Dia menarik tangan Rachel dan membimbingnya duduk di sofa panjang.

Rachel melotot, menilai tindakan Brizan tidak sopan. "Beneran cuma mampir, Tan...."

Anne geleng-geleng melihat tingkah dua orang di depannya. "Kalian tunggu sini sebentar." Setelah mengucapkan itu dia berjalan masuk.

Brizan melihat mamanya itu menuju toilet dekat dapur. Dia lalu menatap Rachel. "Mama bersihin masker dulu kayaknya. Biar kamu nggak takut."

Gue tetep takut. Rachel melirik Brizan sambil tersenyum canggung. "Bri, ngapain nginep sini? Gue nggak bawa baju ganti."

"Gue bisa beliin. Ukuran berapa? Ukuran small kayaknya cukup." Brizan duduk bersandar lalu menengadah. "Nginep sini aja, Hel. Semalem aja."

Rachel menatap Brizan penuh selidik. Bingung mengapa Brizan tiba-tiba mengajak ke rumah. "Lo kasihan ke gue, kan?"

Brizan langsung duduk tegak. "Sejujurnya iya," jawabnya saat melihat tatapan membunuh Rachel. "Di sisi lain pengen deketin kamu sama mama. Itu aja."

"Ehm...." Suara dehaman menginterupsi perdebatan kecil itu. Anne keluar dari toilet dengan wajah bersih dari sisa masker. Dia memilih duduk di sofa single dan menatap dua orang yang masih berbeda ekspresi itu. "Jadi, mau apa?"

"Nginep sini."

"Cuma main."

Jawaban Brizan dan Rachel sungguh berbeda. Dua orang itu berpandangan dan sama-sama memberi tatapan tajam. Sebelum akhirnya Rachel memutuskan kontak dan tersenyum ke Anne. "Tante gimana kabarnya?" Dia mengalihkan topik pembicaraan.

Brizan mengembuskan napas lalu duduk menyerong menatap mamanya. "Percaya ke aku, Ma. Kami pengen nginep sini. Kasihan Rachel di apartemen sendirian."

Anne menatap Rachel yang terlihat keberatan. Dia lalu melihat tangan Brizan yang mengusap lutut Rachel dengan pelan. "Kalian udah pacaran?"

"Iya. Berkat doa mama." Brizan tersenyum lebar lalu menyenggol Rachel yang tidak berkomentar. "Senyum, kali."

Rachel memaksakan senyuman. Setelah itu dia menunduk. Ah, kesan pertama setelah mereka berpacaran berantakan gara-gara Brizan.

"Ya udah, kalau kalian mau di sini. Mama seneng." Anne menunjukkan respons yang berbeda dengan bayangan Rachel.

"Tuh! Mama aja nggak keberatan," ujar Brizan begitu dekat dengan telinga Rachel. "Ya udah, silakan ngobrol." Setelah mengucapkan itu dia beranjak.

Rachel terlihat panik ditinggal Brizan begitu saja. "Bri...." Dia ingin menjerit, tapi sadar harus menjaga image.

"Aku mau mandi, Rachel. Emang, mau ikut?" jawab Brizan sambil melangkah menuju tangga. "Kalau mau nyusul aja!"

"Brizan!" Anne menggeram mendengar jawaban anaknya. Setelah itu dia menatap Rachel yang terlihat sangat malu. "Kamu harus siap hadapain dia."

"Iya, Tan." Rachel mengipas wajah lalu duduk tegak. Dia tersenyum kecil menatap Anne sambil memainkan kedua ibu jarinya.

Anne diam-diam memperhatikan Rachel. Dia merasa Rachel cukup hebat bisa memenangkan hati Brizan. Sebagai seorang ibu dia was-was karena anak lelakinya masih saja bermain-main. Namun, sekarang dia sangat lega dan berharap hubungan Rachel dan Brizan bisa berjalan ke hubungan yang lebih serius. "Masalah sama Kak Billy sudah selesai?"

The ConquerorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang