Chapter 22 : sadness beyond measure

1.9K 311 34
                                    

Kau datang tatkala
Sinar senja kutelah redup
Dan pamit ketika
Purnamaku penuh seutuhnya
(INI COCOK BGT DARI VERLY BUAT CEDRIC WOII AHUZUSJSKKJSJKDBZK)

— Kukira kau rumah , Amigdala.













Musik kemenangan dimainkan ketika Harry Potter dan Cedric Diggory muncul di tengah-tengah lapangan sambil membawa Piala Triwizard. Semua orang bertepuk tangan, sebelum akhirnya sepersekian detik berikutnya orang-orang baru menyadari kalau hanya Harry Potter yang masih bernapas sedangkan Cedric kembali dengan keadaan tubuh telentang tak bernyawa di tanah.

Harry masih memeluk Cedric tanpa mau melepasnya sambil menangis, suara tepuk tangan dan sorakkan berubah menjadi jeritan yang mengerikan. Fleur menjerit keras sambil menutup mulutnya, Verly berteriak histeris, "TIDAK!" dengan sangat keras sampai orang-orang yang berada disekitarnya menoleh.

Termasuk Draco Malfoy yang kelihatan shock mendengarnya—mendengar Verly berteriak. Draco kenal betul Verly yang jarang sekali mengekspresikan perasaannya, dia lebih sering diam dan memendam. Tapi sekarang, hatinya pasti benar-benar sakit.

Alice segera menyadari apa yang Verly lihat, bagaimanapun dia teman Cedric juga, Alice menutup mulutnya tak percaya; dia nampak turut sedih dan matanya juga berkaca-kaca.

Alice berusaha menenangkan Verly tapi Verly segera bergerak keluar dari barisan penonton. Alice memeluk menahannya, tapi sekuat tenaga Verly berhasil melepaskan diri.

Draco yang melihatnya ikut berlari mengejar Verly. Anak-anak lain juga mulai turun penasaran ke tengah lapangan.

Amos Diggory sudah berlari lebih dulu dari antara barisan penonton paling bawah menuju ke tengah-tengah lapangan.

Albus Dumbledore, Cornelius Fudge dan beberapa guru lainnya telah disana menghampiri Harry.

"Harry! Harry!"

Harry melepas piala, tetapi dia memeluk Cedric lebih erat lagi. Dia mengangkat tangannya yang bebas dan menyambar pergelangan Dumbledore, sementara wajah Dumbledore kadang jelas kadang samar.

"Dia kembali," Harry berbisik. "Dia kembali. Voldemort."

"Ada apa ini? Apa yang terjadi?"

Wajah Cornelius Fudge muncul terbalik di atas Harry, pucat, ngeri. "Ya Tuhan... Diggory!" dia berbisik. "Dumbledore. dia mati!"

"Harry, lepaskan dia," dia mendengar suara Fudge berkata, dan dia merasakan jari-jari berusaha melepasnya dari tubuh Cedric yang lemas, tetapi Harry tidak melepaskannya.

"Harry, kau tak bisa menolongnya sekarang. Sudah berakhir. Lepaskan."

"Dia ingin aku membawanya pulang," Harry bergumam rasanya penting menjelaskan ini.

"Dia ingin aku membawanya pulang kepada orangtuanya..."

"Betul, Harry... lepaskan dia, sekarang..."
Dumbledore menunduk, dan dengan kekuatan luar biasa untuk seorang laki-laki yang begitu tua dan kurus, mengangkat Harry dari tanah dan menegakkannya. Harry terhuyung.

Kepalanya berdenyut-denyut. Kakinya yang luka tak bisa lagi menopang tubuhnya.

Kerumunan di sekitar mereka saling desak, berebut mau lebih dekat, mendesaknya. "Apa yang terjadi?" "Kenapa dia?" "Diggory mati!

Amos Diggory telah sampai, "Itu anakku! Anakku!!" katanya sambil berjalan tergopoh-gopoh—hampir pingsan, dia memegang wajah putranya tak percaya.

Verly tak peduli beberapa orang menahannya kesana, seperti yang dilakukan Amos Diggory, dia berlari menuju Cedric.

Draco meraih pergelangan tangannya, "Verly, jangan kesana!" katanya. Draco bermaksud agar Verly tak perlu melihat jasad Cedric, itu akan membuatnya semakin hancur.

Verlyndie [Draco Malfoy FanFiction] ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang