Chapter 44 : Sorrow

1.3K 228 21
                                    


























Setelah menghancurkan satu Horcrux, Draco dan Verly melangkah ke koridor atas. Mereka berencana naik ke atas kastil.

Suasana di kastil telah bertambah buruk. Dinding dan langit-langit bergetar lebih hebat dari sebelumnya.

Debu memenuhi udara, dan dari jendela terdekat, Verly melihat kilatan cahaya hijau dan merah sangat dekat di kaki kastil sehingga dia tahu para Pelahap Maut pastilah sudah sangat dekat dengan pintu masuk.

Menengok ke bawah, Verly melihat Grawp si Raksasa lewat meliuk-liuk, mengayunkan sesuatu yang tampak seperti gargoyle batu yang lepas dari atap dan dia meraung tak senang.

"Mari kita berharap semoga dia menginjak beberapa dari mereka," kata Draco. Sedikit humor untuk menghibur ketegangan mereka, dia pikir. Tapi rupanya Verly tidak menghiraukannya. Dia tampak tetap serius.

"Apa yang kau harapkan terjadi, Draco?" Tanya Verly, nadanya sama sekali tidak meyakinkan. Dia bimbang. Jelas sekali.

Draco tak jauh berbeda darinya, "Aku?"

"Dalam satu atau dua jam kedepan.. kalau bukan kita maka merekalah yang—" Verly memalingkan pandangannya keluar jendela kastil lagi, dan berkata, "Kedua orangtuamu diluar sana, Draco. Sama halnya denganku—maksudku—ayahku itu. Dan kita disini membantu mengantarkan mereka lebih dekat dengan kematian,"

Draco terdiam. "Kau ragu dengan apa yang telah kau lakukan?" tanya Draco, mendekat dan mengenggam tangan Verly.

"Lihat aku," kata Draco. Verly sekarang menatapnya, matanya berkaca-kaca terbawa perasaan.

Dia menyentuh wajah Verly dengan tangan kanannya, "Kita tidak melakukan apapun yang salah.." Satu tangannya lagi masih mengenggam tangan kiri Verly.

Verly mengangguk, salah satu dari mata abu-abu cantiknya menjatuhkan air mata, "Aku hanya takut.."

"Aku tahu, kita semua takut,"

Verly menenggelamkan kepalanya di dada Draco, tidak memeluk sepenuhnya, dia hanya bersandar, lebih tepatnya berharap Draco bisa menjadi penopang rasa gelisahnya sekarang.

Draco mengelus rambutnya—rambut Verly dengan lembut. Matanya memandang keluar kearah kilatan-kilatan di langit.

Verly menghela napas, Draco bisa merasakannya. Kemudian Verly mengangkat kepalanya kembali memandang kedua sorot mata Draco yang juga memandangnya lekat.

"Aku mencintaimu, Draco," ucap Verly. Dari sekian banyak perkataan yang keluar dari mulutnya hari ini, kata-kata itu adalah yang paling tulus yang ia lontarkan.

"Aku juga mencintaimu," balas Draco. Verly meraih kedua sisi wajah Draco—lebih tepatnya rahangnya—dengan kedua tangan mungilnya. Dia mendekat, menarik wajahnya jauh lebih sejajar dan mencium bibir Draco dan Draco juga membalas ciuman itu.

Perlindungan sihir Hogwarts hampir dihancurkan. Cahaya kehijauan dan merah sedikit demi sedikit mulai menyelinap masuk dan merusak atap-atap kastil.

Beberapa puing batu dari atas menarah jatuh bebas ke bawah. Dan beberapa orang dari dalam berusaha mempertahankannya.

Salah satu dinding batu di sebelah jendela mereka rubuh, hampir menimpa jika saja Verly tidak dengan mendadak dan spontan mengarahkan tangannya ke arah batu itu dan batu tersebut tertahan diatas udara kira-kira tiga puluh centi meter dari mereka.

Inilah Telekinesis. Akhirnya dia berhasil membangkitkan kekuatan Telekinesisnya.

Telekinesis adalah kekuatan utama Alois Sievert, yang menjadi kebanggaannya. Alois mengaktifkan kekuatan itu diusia yang masih sangat muda—lima belas tahun. Sedangkan Verly sekarang di usia tujuh belas.

Verlyndie [Draco Malfoy FanFiction] ✅Where stories live. Discover now