Chapter 43 : Diadem

1.3K 235 7
                                    
























Harry, Ron dan Hermione pergi mencari Horcrux-horcrux Voldemort selama berminggu-minggu.

Sayangnya Verly tidak bisa membantu mereka karena Voldemort selalu menginginkan dia—dan Nagini untuk ikut bersama-sama dengannya. Dia harus tetap berada di sisi Voldemort. Untungnya dia sempat memberitahu apa yang dia baca di buku sejarah Ilvermorny tentang warisan Slytherin saat dia pulang ke rumahnya, dan dia langsung memberitahu Harry tentang liontin Slytherin itu harus dibuka dengan bahasa ular.

Meskipun begitu Verly dan Draco tetap pergi ke Hogwarts, menyelesaikan tahun terakhirnya. Tapi masing-masing berhenti saat libur paskah. Voldemort memanggil mereka. Pelahap maut akan segera datang menyerang Hogwarts.

Sebenarnya Bibi Diana sempat tidak mengizinkan Verly kembali ke Hogwarts, kondisi sedang tidak aman. Tapi dia tak tahu apa-apa soal Verly dan Voldemort. Verly anak yang serba rahasia. Verly tetap memaksa berangkat ke Hogwarts dengan alasan ingin tetap menyelesaikan sekolah.

Tidak ada yang bisa mengekangnya, Bibi Diana akhirnya percaya kalau dia bisa menjaga dirinya sendiri.

Lagipula dia memang bukan anak kecil lagi, dia sudah besar dan dia punya hak untuk itu.







Langit-langit sihiran di Aula Besar terlihat gelap dan bertabur bintang, dibawahnya empat meja asrama berjajar dikelilingi siswa-siswi yang berkerumun tak beraturan, beberapa mengenakan jubah bepergian, yang lain memakai baju rumah.

Disana-sini terlihat kilauan seputih mutiara hantu-hantu sekolah. Setiap mata, hidup dan mati, tertuju pada Prof. McGonagall, yang berbicara dari podium di depan aula.

Disampingnya berdiri guru-guru yang tersisa, termasuk sang centaurus, Firenze, dan para anggota Orde Phoenix yang datang untuk bertempur.

"Evakuasi akan dipandu oleh Mr. Filch dan Madam Pomfrey. Prefek, jika kuberi komando, atur asrama kalian dan pimpin dengan rapi seperti biasa menuju titik evakuasi."

Banyak diantara siswa yang terlihat ketakutan.
"Kita tidak punya waktu untuk untuk mengumpulkan barang-barang," kata Prof. McGonagall.

"Yang terpenting adalah mengeluarkan kalian dari sini dengan selamat."

"Kami telah membuat perlindungan di sekitar kastil," Prof. McGonagall berkata, "tapi sepertinya tidak bisa bertahan lama kecuali kita memperkuatnya. Oleh karena itu, aku meminta kalian, untuk bergerak cepat dan tenang, dan lakukan seperti prefek kalian—" Tetapi kata terakhirnya tenggelam ketika suara lain bergema di seluruh aula. Suara yang tinggi, dingin dan jelas. Tak diketahui darimana asalnya. Tampaknya keluar dari dinding itu sendiri. Seperti monster yang pernah dikuasainya, suara itu mungkin telah berada disana selama berabad-abad.

"Aku tahu kalian bersiap untuk bertempur."

Terdengar jeritan diantara siswa-siswa, beberapa diantaranya saling mencengkeram, mencari-cari sumber suara dalam kengerian.

"Usaha kalian sia-sia, kalian tidak bisa melawanku. Aku tidak ingin membunuh kalian. Aku sangat menghormati guru-guru Hogwarts. Aku tidak ingin menumpahkan darah sihir."

Aula sunyi senyap sekarang, kesunyian yang menantang gendang telinga, yang terlalu berat untuk disangga oleh dinding.

"Berikan Harry Potter padaku," kata suara Voldemort, "dan mereka tak akan disakiti. Berikan Harry Potter padaku, dan aku akan meninggalkan sekolah tanpa menyentuhnya. Berikan Harry Potter padaku dan kalian akan diberi penghargaan."

"Kalian mempunyai waktu hingga tengah malam."

Kesunyian kembali menelan mereka. Setiap kepala menoleh, setiap mata tampaknya berusaha mencari Harry, membuat Harry membeku dalam ribuan tatapan mata.

Verlyndie [Draco Malfoy FanFiction] ✅Where stories live. Discover now