Prolog

11.3K 595 11
                                    

Roda mobil SUV berputar di jalan satu jalur yang baru saja selesai diaspal. Bau karet menusuk hidung pengemudi. Kini tak ada pilihan selain menutup rapat semua jendela.

Jawad menggerutu dalam hati. Niatnya untuk mengistirahatkan pernafasan dari udara air conditioner mobil tertahan sampai pertigaan jauh di depan sana. Itu artinya, setengah jam lagi sebelum benar-benar menghirup udara pedesaan jika tidak ada segerombolan angsa yang menyeberang dan menghalanginya.

Jawad melirik spion berkali-kali, ambulan di belakangnya membuatnya was-was. Mobil putih itu mengikuti sejak beberapa menit yang lalu ketika Jawad membelokkan mobil untuk masuk ke wilayah persawahan yang luas.

Di sinilah ia berada. Bersama enam sepupunya dan istrinya Mytha yang tertidur lelap di sebelahnya, dan juga ambulan yang sirinenya tak berbunyi membututi mobilnya. Jawad khawatir ambulan itu akan menjemput pasien di desa. Ia pun menancap gas untuk menambah kecepatan mobil. Beruntung, jalanan yang mulus dan lurus membuatnya leluasa untuk sedikit mengebut.

"Udah sampai mana?" Zahra mengerang di jok tengah, Jawad menoleh sebentar.

"Bentar lagi," jawab Jawad, melirik spion sekali lagi. Ambulan itu baru saja berbelok ke kiri dan menghilang di balik pepohonan. Jawad menghela nafas lega dan menaikkan sedikit kakinya untuk memperlambat pedal.

Zahra menoleh ke belakang. Ali, Harrir dan Muthi masih tertidur pulas. Nafisa dan Mehri pun sama. Zahra pun nnkembali merebahkan diri. Senyap sekali masuk ke pedalaman. Begitu pikirnya.

Duk Duk Duk Duk Duk Duk!

Mytha berhasil terbangun dengan suara di atas mobil yang bising. Jawad menengadah.

"Masa ada kucing?" tanya Jawad, bingung dengan suara itu.

Duk Duk Duk Duk Duk Duk!

Suara seperti kucing, atau binatang berkaki empat yang seolah terdengar berlari mengitari atap mobil. Jawad menghentikan mobilnya, berniat untuk memeriksa apa yang terjadi.

Namun, baru saja dia menginjak rem, Muthi tiba-tiba berkata, "Udah jalan aja."

"Tapi itu suaranya--"

"Jalan aja," lanjut Muthi, memotong ucapan Zahra.

Jawad pun memasang telinga dan suara itu menghilang.

"Okelah," ucap Jawad, tak jadi membuang-buang waktu.

Zahra menoleh lagi ke belakang, Muthi masih dalam posisi yang sama, memeluk tubuhnya sendiri dan headphone hitam di kepalanya, matanya tetap terpejam.

~~~

"Neneeeek!!!!" Nafisa, anak perempuan manis berusia lima tahun berlari begitu girang menghampiri seorang wanita tua cantik di sebuah halaman rumah.

"Si cantiiikk!!" smbut nenek, merentangkan tangannya dan mereka berpelukan. "Kemana aja, meni kangen!"

Harrir dan Mehri tersenyum mendengarnya. Mereka berdua ikut menghampiri nenek, disusul Muthi dan Ali yang sama-sama menenteng tas besar.

Satu persatu dari mereka menyalami nenek, hingga Mytha selesai membawa barang daribdalam mobil, ikut berkumpul. Jawad menaruh koper besar berisi permainan papan di lantai. Nafasnya tersengal, ia mengangkat tangan tinggi-tinggi untuk meregangkan otot-ototnya setelah berjam-jam menyetir.

"Tadi ada ambulan," kata Jawad.

"Ambulan? Ambulan dimana?" tanya nenek.

Semua mata memandang ke arah Jawad, menunggu. "Ambulan. Pas di sawah. Tapi belok ke kiri," kata Jawad.

Nenek mengerutkan dahi. "Ke kiri?"

Jawad mengangguk.

"Di sana gak ada jalan lagi perasaan," sahut Ali. "Siratal Mustaqim. Kanan kirinya sawah. Selesai."

Nenek tampak tersenyum simpul, langsung mengajak cucu-cucunya untuk masuk dan membereskan barang. Nenek tak menghiraukan Jawad, seolah mengalihkan pembicaraan.

"Liat ambulan? Serius?" Mytha bertanya setelah semua orang masuk ke dalam rumah. Jawad mengangguk.

"Serius," jawab Jawad. "Terus belok ke kiri."

"Jangan ngadi-ngadi, kamu!" canda Mytha, mendorong perut Jawad.

"Yaudah kalau gak percaya. Allah saksinya!" Sahut Jawad.

"Bukannya gak percaya," sanggah Mytha,  menganggap suaminya itu hanya berhalusinasi karena tak mungkin ada ambulan yang berbelok di jalanan itu. "Sebelah kiri itu kuburan. Gak ada jalan lagi. Udah ah jangan halu terus!" Mytha terkekeh kecil, menggenggam tangan Jawad dan mengajaknya masuk ke rumah.

Apakah itu semua hanya perasaannya saja?

BELASUNGKAWA [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang